Belajar menunjukkan adanya perubahan yang positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Berkaitan dengan hal tersebut, proses pendidikan yang berlangsung di sekolah harus senantiasa mempertimbangkan aspek psikologis siswa. Membangun mindset atau paradigma guru agar memasukkan unsur-unsur kecerdasan emosional dalam menyampaikan materi sehingga proses pembelajaran akan jauh lebih menarik bagi siswa. Pembelajaran membutuhkan banyak proses penyesuaian untuk generasi yang saat ini begitu canggih atau lebih dikenal dengan generasi gen Z. Faktor yang berpengaruh kuat terhadap penyesuaian peserta didik adalah kecerdasan emosional. Sehingga pembelajaran guru harus memasukkan kebiasaan-kebiasaan positif untuk melatih dan meningkatkan kecerdasan emosional peserta didik.
Generasi Z adalah generasi yang dari lahir berinteraksi dengan kemajuan teknologi. Pengasuhan generasi ini dibantu oleh teknologi dan internet. Terlahir antara tahun 1995 sampai 2012, dimana generasi ini tidak sempat merasakan kehidupan tanpa teknologi dan internet. Hampir semua Generasi Z memiliki smartphone ini baik yang kaya ataupun termasuk yang termasuk kategori miskin, yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan. Generasi Z terpapar penggunaan smartphone setiap harinya, dimana tingkat ketergantungan Generasi Z terhadap smartphone lebih tinggi dibandingkan terhadap televisi. Mereka akan lebih kesal bila tidak dapat mengakses internet dibandingkan kehilangan uang jajan.
Proses interaksi antara guru dan siswa tidak berjalan dengan baik ketika tidak didukung oleh perangkat lunaknya seperti pendekatan psikologis, dengan pendekatan ini guru harus mampu membaca keadaan dan kebutuhan pada saat proses pembelajaran, sehingga dengan kepiwaian psikologis guru mampu menciptakan suasana belajar yang efektif dan proses pembelajaranpun berhasil. Karakteristik psikologis siswa adalah keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. Dengan demikian, penentuan tujuan belajar sebenarnya harus dikaitkan dengan karakteristik siswa tersebut.
Untuk memotivasi Generasi Z dalam pembelajaran, penting untuk menghadirkan solusi yang menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari mereka. Berikut beberapa pendekatan yang bisa diambil:
Kontekstualisasi Materi: Hubungkan topik pembelajaran dengan situasi dunia nyata yang mereka hadapi. Contohnya, menggunakan studi kasus tentang tren teknologi terbaru atau isu-isu lingkungan yang sedang viral.
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning): Ajak siswa untuk mengerjakan proyek nyata yang relevan dengan minat mereka, misalnya membuat aplikasi, konten media sosial, atau kampanye tentang masalah sosial. Hal ini dapat membantu mereka melihat langsung bagaimana materi yang dipelajari dapat diterapkan.
Teknologi dan Media Sosial: Integrasikan platform digital yang sudah akrab dengan mereka, seperti menggunakan video pembelajaran di YouTube, TikTok, atau platform edukasi interaktif. Pembelajaran dengan konten visual, video singkat, atau gamifikasi bisa meningkatkan daya tarik.
Pembelajaran Kolaboratif: Generasi Z cenderung menyukai interaksi sosial melalui teknologi. Gunakan pembelajaran kelompok secara daring atau tatap muka yang memungkinkan mereka bekerja sama dalam memecahkan masalah nyata, berbagi ide, dan berinovasi.
Pembelajaran Mandiri dan Fleksibel: Generasi Z cenderung lebih mandiri dalam belajar dan memiliki kebutuhan akan fleksibilitas. Sediakan pilihan sumber belajar yang bervariasi (misalnya podcast, artikel, video) sehingga mereka bisa memilih metode yang paling sesuai dengan gaya belajar mereka.
Mengaitkan Nilai Praktis: Jelaskan bagaimana keterampilan dan pengetahuan yang dipelajari akan berguna di masa depan, baik dalam karier, kehidupan sosial, atau kemampuan problem-solving. Relevansi ini akan membuat mereka lebih termotivasi karena merasa mempelajari hal-hal yang benar-benar bermanfaat.
Feedback Cepat dan Personalisasi: Berikan umpan balik yang cepat dan spesifik terhadap hasil kerja mereka. Generasi Z tumbuh dalam lingkungan yang serba instan, sehingga umpan balik yang langsung dan relevan akan membantu mereka tetap termotivasi.
Strategi lainnya untuk memahami kebutuhan dan kepuasan siswa melalui konsep motivasi bisa dilakukan dengan mengintegrasikan teori-teori motivasi ke dalam proses pembelajaran. Motivasi intrinsik berfokus pada dorongan internal siswa, seperti rasa ingin tahu, kesenangan, atau kepuasan pribadi. Untuk memaksimalkan motivasi intrinsik:
Ciptakan lingkungan belajar yang menantang tetapi menyenangkan: Rancang aktivitas yang merangsang rasa ingin tahu mereka dan memberikan tantangan yang relevan.
Hubungkan materi dengan minat pribadi: Misalnya, mengaitkan pelajaran dengan hobi atau minat siswa, seperti teknologi, seni, atau olahraga.
Motivasi ekstrinsik berfokus pada faktor eksternal, seperti penghargaan, nilai, atau pengakuan. Untuk memaksimalkan motivasi ekstrinsik:
Gunakan reward yang relevan: Berikan penghargaan seperti pujian, sertifikat, atau pengakuan di depan teman sebaya untuk memotivasi siswa.
Berikan umpan balik yang positif: Umpan balik yang membangun dan positif membantu siswa merasa dihargai, yang dapat meningkatkan motivasi mereka untuk terus belajar.
Penyunting: Putra