Kesehatan Mental Guru dalam Menjawab Tantangan Global
oleh: Fani Yohan Daryono, S.Pd.
Guru merupakan profesi mulia bagi suatu negara, karena mental dan nilai yang unggul dari suatu negara tersebut tidak lepas dari peranan guru sebagai tokoh utama. Pada saat kota Hiroshima dan Nagasaki diluluhlantahkan dengan bom atom pada tahun 1945, pembangunan pondasi yang dilakukan oleh pemerintah Jepang adalah dengan menjadikan guru sebagai ujung tombak pembangunan karakter siswa agar tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan bermental kuat.
Pendidikan karakter yang mengedepankan peran guru di Indonesia juga pernah digagas oleh Ki Hadjar Dewantara dengan semboyan “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.” Hal ini memiliki arti peran guru yang memberikan teladan kepada siswa, memberikan motivasi atau dorongan agar siswa terus maju dan menjadi pribadi unggul. Semboyan ini tentu sangat mudah diucapkan, namun banyak tantangan untuk mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan. Tantangan ini bisa bersifat eksternal maupun internal. Tantangan Eksternal diantaranya adalah kurangnya sumber daya penunjang seperti sarana pembelajaran yang memadai, media pembelajaran yang terbatas, hingga letak geografis yang jauh dari pusat sumber belajar. Namun dari semua itu, faktor internal terkait kesehatan mental guru juga menjadi bagian penentu keberhasilan pendidikan di Indonesia. Dalam menjaga kesehatan mental, perlu kepedulian dan penghargaan guru terhadap diri sendiri (self care).
Self care dijelaskan dalam akupintar.id, merupakan sebuah aktivitas yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan rasa kesejahteraan (well-being) diri sendiri. Dalam dunia psikologi, self care sering dikaitkan dengan self love. Deborah Khoshaba Psy.D, dalam Psychology Today pada tahun 2012, mengatakan self love adalah suatu bentuk apresiasi terhadap diri sendiri yang bersifat dinamis, dan tumbuh dari tindakan yang mendukung pertumbuhan fisik, psikologis, dan spiritual. Self care dan self love sangat penting untuk memelihara kesehatan fisik dan kesehatan mental.
Jika mental seorang guru berada pada keadaan yang baik, maka dalam proses pembelajaran bersama siswa tentu akan sangat menyenangkan. Guru akan terpacu menggunakan berbagai macam pendekatan maupun metode pembelajaran yang menarik sesuai tantangan zaman di era 5.0 ini. Sebagai contoh, dalam pembelajaran di kelas, guru bisa menerapkan pembelajaran kontekstual (Contextual Learning), dimana guru bisa mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan realita yang berkembang di dunia nyata sesuai kebutuhan siswa. Media atau platform yang digunakan juga bisa beragam, misalkan pembuatan projek berupa podcast, vlog, maupun infografis yang diunggah di kanal Youtube, Instagram, maupun platform serupa. Bagi guru yang memiliki bakat seni, siswa bisa diajak bernyanyi dengan lirik lagu yang disesuaikan dengan ciri maupun struktur materi pembelajaran.
Hal tersebut sangat mungkin terjadi jika kesehatan mental guru terjaga. Untuk berada pada level kesehatan mental tersebut, guru harus mampu menjaga kesetabilan emosi dan fisik. Guru juga harus mampu beradaptasi dengan lingkungan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Proses adaptasi disini dapat selalu dievaluasi secara berkala, dan ketika ada suatu kemajuan yang dihasilkan maka guru perlu memberikan apresiasi terhadap diri sendiri. Segala tekanan pekerjaan yang terjadi sebaiknya dijadikan pelajaran untuk naik kelas menjadi pribadi pendidik yang lebih baik. Adakalanya, guru bisa berdiskusi dan bertukar pikiran dengan teman atau keluarga yang bisa dipercaya untuk mendapatkan masukan maupun menyampaikan keluh kesah yang dihadapi.
Kesehatan mental guru yang kurang, bisa berdampak negatif bagi lingkungan sekitar. Banyak kasus yang terjadi di lingkungan pendidikan seperti tindakan kekerasan guru terhadap siswa, baik secara fisik maupun verbal. Dalam pidato Presiden Jokowi pada pada perayaan hari guru tanggal 25 November 2023 lalu, menyiratkan pesan bahwa salah satu pekerjaan dengan tingkat stres tertinggi di Indonesia adalah profesi guru. Hal ini dikuatkan dalam artikel detik.com pada tanggal 23 November 2023, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen, Friederica Widyasari Dewi pernah membeberkan fakta terkait pinjol illegal. Ia menyebut 42% korban pinjol illegal adalah guru. Hal ini perlu diantisipasi oleh setiap lini dalam bidang pendidikan, mulai dari kebijakan pemerintah, pemerataan kesejahteraan, bahkan ketersediaan fasilitas yang layak bagi guru. Banyak guru yang mengalami depresi sehingga berdampak kepada kesehatan fisik guru tersebut. Hal ini harus segera dilakukan langkah pencegahan secara konkret baik dari pemerintah maupun sekolah. Salah satunya pembinaan maupun pendampingan terhadap mental dan psikologi guru oleh pemangku kebijakan, dengan kegiatan retret, diskusi psikologi secara berkala untuk meminimalkan kejadian yang tidak diharapkan. Usaha-usaha tersebut juga harus selaras dengan upaya pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan guru baik ASN maupun non-ASN.
Kesehatan mental guru dapat disimpulkan menjadi salah satu pondasi keberhasilan pendidikan di Indonesia. Hal-hal baik akan secara otomatis terpancar dari Kesehatan mental guru, karena dapat secara langsung memberikan stimulus yang baik untuk diaplikasikan para siswa, sehingga mampu menghasilkan generasi emas yang mampu bersaing di era modern, serta memiliki kemampuan mengontrol diri dengan baik. Jadilah guru yang memberi dampak tidak hanya bagi orang lain, namun juga bagi diri sendiri.
Sumber rujukan:
https://akupintar.id/info-pintar/-/blogs/tips-menjaga-kesehatan-mental-guru-dan-siswa-selama-pandemi. Diakses pada 14 November 2023, pukul 11.20 WIB.
https://www.psychologytoday.com/us/contributors/deborah-khoshaba-psyd. Diakses pada 14 November 2023, pukul 11.25 WIB.
Banyak Guru Terjerat Pinjol: Kaget Utang Rp 5 Juta Kok Jadi Rp 10 Juta (detik.com) Diakses pada 27 November 2023, pukul 13.16 WIB.
Penyunting: Putra