Dalam era pendidikan saat ini, guru dihadapkan pada tantangan baru yang mungkin memiliki dampak signifikan pada kesehatan mental mereka. Berita terkini menyoroti fenomena meningkatnya resistensi murid terhadap arahan guru, serta konflik yang timbul ketika guru memberikan teguran kepada murid dan beberapa diantaranya mendapat respons negatif dari orang tua. Sebagai respons terhadap dinamika ini, menjaga kesehatan mental guru menjadi lebih penting daripada sebelumnya.
Selain memberikan materi pelajaran, guru juga dituntut untuk membangun karakter murid atau yang saat ini kita kenal dengan Profil Pelajar Pancasila. Namun, fenomena yang terjadi saat ini adalah resistensi murid meningkat. Resistensi murid adalah sikap atau perilaku di mana murid menunjukkan penolakan, enggan, ketidaksetujuan terhadap arahan atau aturan yang diberikan oleh guru. Peningkatan resistensi murid dapat menciptakan tekanan tambahan bagi guru, mempengaruhi dinamika kelas, dan memunculkan tantangan baru dalam mengelola pembelajaran.
Dilansir dari Kompas.com (16 November 2023, Siswa SMP Lamongan Aniaya Guru di Kelas, Tak Terima Ditegur soal Sepatu (kompas.com)), seorang guru mendapati siswanya tidak memakai sepatu saat pelajaran kemdudian ditegur. Siswa tersebut tidak terima dan melemparkan kursi sehingga mengenai guru tersebut. Tidak berakhir sampai disitu, siswa yang tidak terima karena ditegur oleh gurunya tersebut justru mengambil senjata tajam dan mengayunkan kepada guru tersebut sehingga jari tangan kirinya. Cerita lain dilansir dari Suara.com (03 Agustus 2023, Sosok Orang Tua Murid yang Ketapel Mata Guru Zaharman, Tak Terima Anaknya Ditegur Merokok di Sekolah (suara.com)). Pelaku kekerasan justru datang dari orang tua siswa yang tidak terima anaknya ditegur oleh gurunya. Kronologi bermula saat salah seorang guru mendapat sejumlah siswa merokok di kantin sekolah, guru tersebut menegur dan memarahi anak-anak tersebut. Tak terima dengan perlakuan guru tersebut, salah satu orang tua mengetapel mata guru tersebut hingga bola matanya rusak. Kejadian-kejadian seperti itu saat ini mulai banyak terjadi hingga membuat pembelajaran di sekolah menjadi tidak nyaman. Guru juga menjadi takut untuk menegur atau mendisiplinkan siswa yang melakukan pelanggaran atau melakuakn tindakan yang kurang sesuai.
Salah satu aspek kritis dalam dinamika ini adalah kesehatan mental guru. Peningkatan jumlah murid yang enggan mengikuti arahan dapat menimbulkan tekanan tambahan bagi guru. Strategi untuk menghadapi fenomena tersebut adalah guru harus fokus pada pembentukan hubungan positif dengan murid, menciptakan lingkungan kelas yang inklusif, dan mendorong partisipasi aktif orang tua. Penting untuk memberikan pemahaman bahwa menerima arahan guru adalah sebuah hal yang penting, bukan hanya sebagai aturan, tetapi juga sebagai jembatan menuju pembelajaran yang lebih baik.
Selain itu, konflik dengan orang tua yang muncul dapat memberikan dampak emosional yang signifikan pada guru. Menerima laporan dari orang tua dan menghadapi konfrontasi dapat menciptakan ketegangan yang meresahkan. Sekolah sebagai institusi yang menaungi seluruh elemen di dalamnya harus mampu melakukan komunikasi yang terbuka dan membangun kolaborasi yang positif antara guru, murid, dan orang tua. Komunikasi yang efektif dapat menciptakan pemahaman yang lebih baik, meredakan ketegangan, dan memastikan bahwa setiap pihak terlibat dalam proses pembelajaran di sekolah. Sekolah yang mampu menjalin komunikasi secara terbuka dan positif dengan murid dan orang tua dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif.
Dukungan orang tua juga memegang peran kunci dalam menjaga kesehatan mental guru. Pentingnya dukungan orang tua terhadap proses pembelajaran bukan dengan cara membela anaknya tanpa melihat dari sudut pandang yang lain, tetapi juga perlu melibatkan pemahaman, kerjasama, dan kepercayaan terhadap upaya guru dalam membimbing anak-anak mereka.
Strategi penting lainnya adalah penekanan pada dukungan sosial. Menghadapi tantangan ini bersama rekan kerja dapat memberikan ruang untuk berbagi pengalaman dan mencari solusi bersama. Institusi pendidikan juga dapat memainkan peran penting dalam menyediakan sumber daya dan dukungan khusus bagi guru dalam menghadapi tekanan ekstra dalam mengelola konflik kelas.
Sekkolah perlu melibatkan orang tua sebagai mitra dalam pendidikan. Memahami pandangan orang tua, menjalin komunikasi terbuka, dan mendiskusikan ekspektasi bersama dapat membantu mencegah konflik yang tidak perlu. Guru perlu didukung dan diakui dalam upaya mereka untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif.
Dengan demikian, menjaga kesehatan mental guru di tengah resistensi murid dan konflik dengan orang tua dapat diatasi dengan kombinasi pembentukan hubungan positif, dukungan sosial, komunikasi yang baik, kolaborasi positif dengan orang tua, dan pengertian dari orang tua terhadap peran guru. Artikel ini bertujuan memberikan panduan praktis bagi guru agar dapat menghadapi dinamika kelas yang kompleks dengan kesehatan mental yang terjaga. Guru bukanlah makhluk sempurna yang tidak memiliki perasaan, kita semua perlu saling menghargai satu sama lain, semua demi pendidikan di Indonesia untuk generasi bangsa Indonesia yang lebih baik. Semoga artikel ini dapat membantu menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih seimbang dan produktif.
Penyunting: Putra