Guru Stres Berdiri, Murid Stres Berlari - Guruinovatif.id: Platform Online Learning Bersertifikat untuk Guru

Diterbitkan 22 Nov 2023

Guru Stres Berdiri, Murid Stres Berlari

Kesehatan mental guru dan murid saling berkelindan satu sama lain, tidak bisa dipisahkan. Guru sehat mentalnya, murid pun akan mendapatkan kondisi yang sama, berlaku sebaliknya.

Seputar Guru

eka sugeng ariadi

Kunjungi Profile
638x
Bagikan

Tahun 2022, Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) untuk pertama kalinya melakukan survei secara nasional mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja usia 10-17 tahun di Indonesia. Rilis hasil survei yang dilakukan atas kerja sama Universitas Gajah Mada, Kementerian Kesehatan RI, Universitas Sumatera Utara, Universitas Hasanuddin, John Hopkins Bloomberg School of Public Health Amerika Serikat, dan University of Queensland Australia ini mengejutkan banyak pihak, khususnya para pemerhati pendidikan. Ternyata, satu dari tiga remaja di Indonesia (15,5 juta anak) mengalami masalah kesehatan mental. Sementara, satu dari dua puluh remaja (2,45 juta anak) mengalami gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Padahal, hampir 20% dari total penduduk Indonesia adalah remaja yang berusia 10-19 tahun atau mereka saat ini berada di jenjang Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Dengan kondisi yang tidak baik-baik saja, maka semua pihak, khususnya stakeholder pendidikan di semua jenjang harus melakukan aksi perubahan demi kesehatan mental semua murid. Karena, pada merekalah sebenarnya negeri ini telah disinggung oleh banyak pihak sebagai pemilik bonus demografi dan penentu keberhasilan cita-cita Indonesia Emas kelak di 2045.

Kesehatan Mental Guru dan Murid

Hasil survei di atas secara komprehensif memotret keadaan murid sebagai objek penelitian dan bahan pembahasan untuk evaluasi dan perbaikan kebijakan di lembaga pendidikan. Namun, penulis mengamati belum banyak diskusi dan publikasi yang fokus memotret kesehatan mental seorang guru dalam menjalankan profesi mulianya ini. Padahal, Wong, Ruble, Yu, dan McGrew (2017) menyatakan bahwa kesehatan mental guru memengaruhi kesehatan mental murid dan sekaligus berdampak pada prestasi hasil belajar mereka secara langsung maupun tidak langsung. Keterkaitan erat inilah yang membuat penulis sedikit mengubah pepatah lama dan menjadikannya sebagai judul artikel ini; Guru Stres Berdiri, Murid Stres Berlari. Maka, pembahasan komprehensif kesehatan mental antardua pihak (guru dan murid) tentu sangat dibutuhkan dan tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan beberapa penelitian, sumber stres yang dialami oleh guru dan murid memang bermacam-macam (heterogen), namun polanya tidak jauh berbeda. Penulis sebagai guru yang pernah mengabdi di berbagai tempat/lembaga pendidikan pun merasakan adanya perbedaan dan persamaan penyebab munculnya sumber stres pada guru dan murid.

Penulis sepakat dengan hasil penelitian Gaol (2021) yang menyatakan ada 7 penyebab utama atau sumber utama stres guru di lingkungan sekolah.

  • Pertama, perilaku murid yang kurang akhlak sehingga guru menjadi tersulut emosi dan mudah marah.
  • Kedua, kepemimpinan atasan yang tidak sesuai harapan.
  • Ketiga, rekan kerja yang kurang mendukung suasana kerja yang kondusif.
  • Kelima, ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan pendapatan yang didapatkan. Keenam, lingkungan pekerjaan yang kurang nyaman.
  • Ketujuh, kebijakan pendidikan dari pemerintah yang sering berubah-ubah.

Dari ketujuh penyebab di atas, faktor perilaku murid yang tidak sesuai dengan hati nurani atau kehendak guru menjadi penyebab pertama dan utama guru menjadi stres selama di sekolah. Adapun stres pada murid, menurut unicef.org/indonesia (2022) disebabkan oleh ketidakmampuan mereka menghadapi situasi sulit, seperti:

  1. pikiran atau perasaan negatif tentang diri sendiri, perubahan fisik, misalnya permulaan pubertas,
  2. beban belajar, misalnya ulangan atau bertambahnya pekerjaan rumah, 
  3. masalah dengan teman di sekolah atau lingkungan sosial, perubahan besar, seperti pindah rumah, pindah sekolah, atau perpisahan orang tua, 
  4. penyakit kronis, 
  5. masalah keuangan di keluarga, atau kematian orang terdekat, dan 
  6. situasi rumah atau lingkungan sekitar yang tidak aman.

Dari keenam penyebab, beban belajar di sekolah yang selalu berkaitan dengan banyaknya tugas dari berbagai mata pelajaran menjadi faktor eksternal terbesar selain faktor internal. Pemberi tugas di atas tentunya adalah guru-guru pengajar di kelas yang memang memiliki maksud dan tujuan tertentu ketika memberikan tugas tersebut kepada murid. Permasalahannya si guru tidak akan pernah tahu berapa jumlah tugas yang harus ditanggung si murid jika semua guru memberikan tugas, lalu tidak juga akan diketahui seringan atau seberat apa tugas-tugas tersebut bagi murid. Hanya si muridlah yang tahu secara detail dan yang menanggung semuanya.

Solusi Kesehatan Mental Guru dan Murid

Berdasarkan uraian di atas, maka benang merah yang bisa diambil agar guru dan murid tidak sama-sama stres adalah kembali kepada pola pikir dan pola sikap si guru dan si murid itu sendiri. Keduanya harus saling menyadari bahwa kesehatan mental mereka selama di sekolah itu saling berkelindan. Hubungan keduanya ibarat hubungan antara orang tua dan anak. Sebagai orang tua, guru harus selalu memandang dan memperlakukan murid dengan penuh kasih sayang dan tidak memberikan beban tugas yang berlebihan. Begitupun sebaliknya, sebagai seorang anak, murid harus benar-benar mengedepankan akhlak yang baik kepada guru selama di kelas maupun di sekolah. Relasi antara guru dan murid dijelaskan oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta’alim bahwa guru harus mengambil peran lebih besar selama di kelas dan di lingkungan sekolah sebagai pemberi contoh akhlak yang baik dalam segala hal (baik perkataan/pola pikir maupun perbuatan/pola sikap), dan yang tak kalah penting adalah guru-murid wajib mengedepankan nilai-nilai ketaatan pada Allah Swt dalam semua proses pembelajaran (Ni’mah, 2019). Salah satu contoh lunturnya akhlak, misalnya marak terjadi kasus perundungan di lingkungan sekolah yang tidak saja melibatkan antarmurid, namun banyak terjadi pula guru merundung muridnya. Maka, dengan berpegang teguh pada prinsip perubahan akhlak pada diri seorang guru dan murid, maka sumber utama stres pada keduanya sebagaimana dijelaskan pada hasil penelitian di atas bisa diminimalisasi (meskipun tentu saja tidak mungkin bisa dihilangkan). Bila seorang guru mampu berakhlak mulia di depan murid-muridnya, maka murid pun akan memberikan respons yang sama. Jika tidak, maka ibaratnya guru stres berdiri, maka murid pun stres berlari (artinya murid akan lebih stres dari gurunya).


Penyunting: Putra

6

0

Komentar (6)

nur khamidah

Dec 01, 2023

Sangat menginspirasi pak ..

Nina Haida

Nov 30, 2023

Sangat menginsipirasi Bapak Eka ✨

baihaqii

Nov 30, 2023

keren pakk🌹

Lihat Komentar Lainnya

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Guru Inovatif Club, Membangun Koneksi untuk Pendidikan Indonesia !
1 min
TIPS MENJADI GURU KREATIF DAN INOVATIF DI ERA DIGITAL

Septian Zduhud

Jun 30, 2022
4 min
KESEHATAN MENTAL BAGI GURU DI SEKOLAH OLEH CHOIRUN NISA S.Pd
3 min
Membangun Resiliensi untuk Meningkatkan Kesehatan Mental Guru
6 min
Tawa di Balik Tantangan Pendidikan: Peran Humor dalam Menjaga Kesegaran Mental Guru

Diki Hidayat

Nov 30, 2023
2 min
Strategi Sederhana Menjaga Kesehatan Mental Melalui Sesi Fun Morning Briefing for Teachers

Krisanti, S.Si

Nov 24, 2023
4 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB