Sekolah memiliki posisi yang unik karena dapat memberikan hak pendidikan berkualitas yang merupakan hak setiap anak. Sekolah juga memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mengembangkan bakat, kemampuan berpikir kritis, serta keterampilan hidup lainnya untuk tumbuh sebagai individu yang bermartabat. Selain itu sekolah dapat menjadi tempat untuk mengembangkan dan menyebarkan nilai-nilai non-kekerasan, kerjasama, toleransi, serta rasa hormat kepada teman sebaya, warga sekolah lainnya, juga masyarakat dalam konteks yang lebih luas.
Namun bagaimana jika di lingkungan sekolah anak-anak justru dihadapkan dengan kekerasan? Simak pembahasan topik ini hingga akhir ya!
Apa itu Kekerasan di Sekolah? Mengutip dari pernyataan Marta Santos Pais yang pernah menjabat sebagai Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB tentang Kekerasan terhadap Anak,
âNamun bagi banyak anak, lingkungan sekolah memberikan lingkungan yang sama sekali berbeda mengenai kekerasan. Bisa jadi mereka menjadi korban kekerasan di sekolah. Bentuk kekerasan yang dialami dapat berupa perkelahian di taman sekolah, pelecehan verbal, intimidasi, penghinaan, hukuman fisik, pelecehan seksual, hingga perundungan di dunia maya. Perlakuan yang kejam dan memalukan ini bahkan terkadang didapatkan dari guru dan staf sekolah lainnya.â
Kekerasan di sekolah dapat terjadi di berbagai negara dan dapat dialami oleh sebagian besar anak dan remaja. Kekerasan di sekolah dapat mengacu pada segala bentuk kekerasan yang terjadi di dalam kelas, di luar kelas, di sekitar sekolah, dalam perjalanan dari atau ke sekolah.
Seperti dari pernyataan Marta diatas, kekerasan di sekolah yang dialami oleh murid mungkin dilakukan oleh murid lainnya, guru atau orang lain yang masih berada di dalam lingkungan atau komunitas sekolah.
Kekerasan dapat terjadi meskipun di dalam lingkungan sekolah (Gambar: Canva/jittawit21) Berdasarkan data yang diperoleh oleh UNESCO, satu dari tiga murid di seluruh dunia pernah menjadi korban perundungan setiap bulannya. Lebih dari 36% pelajar pernah mengalami perkelahian secara fisik dengan teman sebayanya dan hampir satu di antara tiga murid diserang secara fisik sekali minimal sekali dalam setahun. Hal ini juga diperparah dengan adanya perundungan di dunia maya atau cyberbullying . Cyberbullying menjadi salah satu permasalahan yang terus meningkat, hal ini terjadi pada satu dari sepuluh anak.
Lebih miris lagi, data tentang kekerasan seksual atau kekerasan berbasis gender di sekolah sulit untuk dikumpulkan. Namun data yang diperoleh secara global, menunjukkan bahwa satu dari empat remaja perempuan telah mengalami kekerasan oleh pasangannya ketika mencapai umur 24 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa kekerasan berbasis gender atau seksual dapat terjadi pada anak yang mengenyam bangku pendidikan.
Apa Saja Bentuk-Bentuk Kekerasan yang Dapat Terjadi di Sekolah? Pemerintah Indonesia menjelaskan bentuk-bentuk kekerasan yang ada di lingkungan sekolah dalam Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP), setidaknya ada 6 bentuk kekerasan yang terkandung dalam Permendikbudristek ini, yakni:
Kekerasan fisik; Kekerasan psikis; Perundungan; Kekerasan seksual; Diskriminasi dan intoleransi; serta Kebijakan yang mengandung kekerasan Baca juga:Kemendikbudristek Terbitkan Regulasi Baru mengenai Bentuk Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan
Berdasarkan hasil Asesmen Nasional yang dilakukan di tahun 2022, sebanyak 34,51% murid di Indonesia berpotensi mengalami kekerasan seksual, sebesar 26,9% murid berpotensi mengalami hukuman fisik, dan sebanyak 36,31% murid mengalami perundungan.
Temuan ini juga diperkuat dengan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) di tahun 2021 yang menunjukkan, sekitar 20% anak laki-laki dan 25,4% anak perempuan yang berusia antara 13 hingga 17 tahun pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam 12 bulan terakhir.
Sedangkan UNESCO menjelaskan, kekerasan di sekolah dapat meliputi kekerasan yang dilakukan secara fisik, psikis, dan kekerasan seksual. Hal ini dapat berwujud hukuman fisik, pelecehan dan penyerangan seksual, intimidasi (baik perundungan maupun cyberbullying ), komentar yang menjurus kearah seksual, perkelahian fisik, penghinaan, dan pengucilan yang dapat dilakukan oleh teman sebaya atau orang dewasa.
Kekerasan terhadap anak yang dapat terjadi di sekolah (Sumber: UNESCO) Dampak Kekerasan di Sekolah Terhadap Kehidupan Murid Kita tentu setuju bahwa segala bentuk kekerasan dapat menimbulkan dampak yang parah bahkan konsekuensi jangka panjang baik secara kesehatan fisik hingga mental. Anda bisa membayangkan dampak yang muncul jika yang mengalami hal ini adalah anak-anak. Secara sekilas mungkin bisa dilihat dari pencapaian nilai atau hasil pendidikan mereka. Namun dalam jangka panjang tentu ini akan membekas dan memengaruhi masa depan mereka.
Sebagai contoh, korban bullying biasanya akan dikaitkan dengan sakit kepala, sulit tidur, depresi, menggunakan narkoba, bahkan hingga muncul keinginan untuk bunuh diri. Kekerasan seksual di kalangan remaja juga dapat menyebabkan depresi, hamil di luar nikah, hingga memungkinkan di masa dewasa dia akan menjadi pelaku kekerasan.
Di sepanjang tahun 2023, tercatat ada 18.175 kasus kekerasan yang terjadi pada anak. Jenis kekerasan tertinggi adalah kekerasan seksual, kekerasan psikis, dan kekerasan fisik. Yang lebih mencengangkan lagi adalah korban-korban yang mengalami kekerasan ini berusia dari balita hingga umur 17 tahun.
Lalu apa yang harus dilakukan untuk mencegah kekerasan di lingkungan sekolah dapat terjadi? Seperti apa langkah penanganan bila terjadi kekerasan di dalam lingkungan sekolah? Anda bisa berkontribusi untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman untuk anak dengan mengikuti workshop online yang akan membahas pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah berikut ini !
Daftar sekarang GRATIS!
Referensi: Govât Issues Regulation on Violence Prevention, Handling in Education Units Protecting Children From Violence in School Safe Learning Environments: Preventing and Addressing Violence in and Around School Simfoni-PPA Tackling Violence in Schools: A Global Perspective
Penulis: Eka | Penyunting: Putra