Bunda Nannu, begitulah rekan guru dan anak-anak di sekolah memanggilku. Dengan latar belakang pendidikan yang jauh berbeda serta sebuah profesi yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya, aku memulai karirku sebagai seorang pengajar 2 tahun setelah menyandang gelar Sarjana Biologi Sains.
Menjadi seorang peneliti yang bekerja di laboratorium adalah salah satu mimpiku sedari kecil. Selama kurang lebih 2 tahun aku berjuang untuk mewujudkan mimpiku namun sepertinya Tuhan memiliki kehendak lain. Hampir putus asa dan tekanan dari pihak keluargapun mulai datang hingga akhirnya di tahun 2016 aku dipertemukan dengan salah satu junior di kampus yang memberiku brosur lowongan pekerjaan. â Taman kanak-kanak?â tanyaku dalam hati.
Meski demikian aku tetap mencoba dan pihak sekolah juga memberiku masa percobaan selama 3 bulan. Bukan hal yang mudah bagiku selama menjalani trial apalagi sekolah yang aku tempati adalah salah satu taman kanak-kanak yang cukup diperhitungkan di kota Makassar. Membuat Program Semester, RPPM, RPPH, Serta laporan-laporannya adalah hal yang tidak pernah aku kerjakan sebelumnya. Boleh dikatakan aku kembali berjuang dari nol. Namun ada satu hal yang membuat aku jatuh hati semenjak pertama kali aku melangkahkan kaki memasuki gerbang sekolah, ialah senyuman anak-anak yang begitu tulus, sapaan mereka yang pertama kali memanggilku dengan sebutan bunda, aku merasakan perasaan yang luar biasa yang mengubah hidupku hingga sekarang.
Karena keadaan, terbiasa, menikmati, kemudian berubah menjadi cinta. Begitulah aku menjalani profesiku sebagai pengajar. Senyuman bahkan tangis mereka mampu meluluhkan hati, lirikan mata dan gerak gerik mereka mampu berbicara, di tangan mereka terdapat masa depan yang cerah, dan di sekolah inilah kami mulai mengukirnya bersama-sama.
Aku tinggal di salah satu desa di kabupaten Takalar, jaraknya sekitar 84 Km dari pusat kota Makassar tempatku mengajar. Setiap hari aku menempuh perjalanan selama kurang lebih 2 jam perjalanan dengan mengendarai sepeda motor. Selama bertahun-tahun aku menjalani pekerjaan yang kini sudah membuatku sangat nyaman.
Akhir tahun 2019 merupakan moment yang paling berat dalam hidupku, saat perjalanan menuju sekolah aku mengalami kecelakaan, aku diharuskan istirahat selama beberapa bulan ditambah dengan adanya Covid-19 yang terpaksa membuatku mengambil keputusan untuk resign. Sedih dan terpukul karena dunia anak-anak ini sudah memberiku kenangan, pengalaman, serta pelajaran yang sangat berharga dalam hidupku.
Pertengahan 2020 kondisiku sudah mulai pulih, sepertinya Tuhan memang menakdirkan aku untuk tetap berkecimpung di dunia pendidikan, yah di dunia anak-anak. Tetangga desa tempat aku tinggal mendirikan Raudathul Athfal (RA) setara dengan taman kanak-kanak dan aku dipercayakan menjadi salah satu bagian dari mereka. Lagi-lagi sebuah tantangan aku dapatkan, di tengah pandemi yang melanda, minimnya pengetahuan masyarakat tentang RA serta fasilitas yang serba seadanya. Kami tetap bertekad untuk memajukan pendidikan di desa kami.
Dengan fasilitas yang minim kami mempromosikan sekolah kami baik kepada masyarakat maupun pemerintah setempat agar bisa diakui. Aku mulai memikirkan inovasi-inovasi yang menarik dalam bidang pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi. Aku membuat akun youtube sekolah Ra Al-Hahidz https://youtu.be/QJjc3Jght-E dengan harapan agar orang tua dapat melihat aktivitas yang anak-anak mereka lakukan di sekolah. Selain sebagai media pembelajaran, youtube sekolah juga dapat mempromosikan sekolah kami, selain itu kami juga memanfaatkan instgram dan facebook. Dari segi fasilitas kami mungkin terbatas, akan tetapi dari segi teknologi dan media pembeajaran kami sudah berkembang.
Hingga tahun 2022 ini sekolah kami sudah memiliki murid kurang lebih 30 siswa dan sudah memiliki alumni sebanyak 17 orang. Sekolah kamipun perlahan sudah diakui baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Aku sendiri saat ini tengah berusaha untuk berjuang menyetarakan pendidikan dengan profesiku dan juga aktif mengikuti beberapa pelatihan. Harapanku hanya satu, dari kamilah dapat terlahir anak-anak penerus generasi yang berakhlak.
Hidup itu tentang sebuah perjalanan, cara kita menjalaninya dan cara kita memberi arti pada perjalanan itu. Bagiku mereka adalah Asmaraloka, dunia yang penuh cinta kasih yang memberiku sebuah prubahan.
âAllah meneguhkan pendirian orang beriman dengan ucapan yang meneguhkan, baik selama ia hidup di dunia maupun di akhirat nanti...â (Qs. Ibrahim:27).
Ali Bin Abi Thalib pernah berkata, âperlakukan anak usia 0-8 tahun sebagaimana anda memperlakukan seorang raja, perlakukan anak usia 8-15 tahun sebagaimana anda memperlakukan seorang tawanan perang, untuk anak usia 15-23 tahun maka perlakukan layaknya seorang teman atau sahabatâ.
Terima kasih