Cerita Guru
Simalakama : Guru di Pedalaman, Bisa Apa?
Dunia pendidikan mengalami upgrading kurikulum setiap periodenya. Kurikulum 2013 revisi belum merata, cobaan pandemi datang tanpa diundang, membuat carut-marut pendidikan. Kurikulum yang terus di upgrading semoga bukan hanya menjadi sekedar pembaharuan tanpa arah, tanpa tujuan. Tetapi, menjadi solusi untuk mengatasi salah satu problematika pendidikan di Indonesia. Atau bukan hanya untuk “pemuasan” pihak-pihak tertentu, sehingga siswa hanya dijadikan kelinci percobaan semata. Berkaca dari hasil studi PISA 2018 yang dirilis oleh OECD menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, meraih skor rata-rata yakni 371, dengan rata-rata skor OECD yakni 487. Kemudian untuk skor rata-rata matematika mencapai 379 dengan skor rata-rata OECD 487. Selanjutnya untuk sains, skor rata-rata siswa Indonesia mencapai 389 dengan skor rata-rata OECD yakni 489. Beberapa temuan menarik di antaranya adalah bahwa Indonesia berada pada kuadran low performance dengan high equity. Kemudian, ditemukan juga bahwa gender gap in performance ketimpangan performa belajar antara perempuan dan laki-laki tidak besar. Siswa perempuan lebih baik dari siswa laki-laki dalam semua bidang di PISA. Hal ini tentunya menjadi PR besar kita bersama ditambah pandemi yang merubah 360 derajad proses pendidikan.