Dalam berbagai studi nasional maupun internasional, Indonesia telah mengalami krisis pembelajaran (learning crisis) yang cukup lama. Hal ini ditunjukkan bahwa banyak anak-anak Indonesia yang tidak mampu memahami bacaan yang sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar. Tentu saja temuan ini memperlihatkan kesenjangan pendidikan di antar wilayah serta kelompok sosial di Indonesia. Kondisi ini diperparah akibat pandemi Covid-19. Untuk menanggulangi krisis dan berbagai tantangan ini, maka terbitlah Kebijakan Pemulihan Pembelajaran. Dari kebijakan ini, satuan pendidikan diberikan opsi dalam melaksanakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran bagi peserta didik. Terdapat tiga opsi kurikulum yaitu, Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat (Kurikulum 2013 yang disederhanakan oleh Kemendikbudristek), dan Kurikulum Merdeka. Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi ketertinggalan kompetensi peserta didik dalam jangka waktu tertentu.
Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang berfokus untuk mengasah minat dan bakat anak sedini mungkin. Fokus yang ingin dicapai dalam kurikulum ini adalah materi esensial, pengembangan karakter, dan kompetensi peserta didik. Sehingga peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Selain itu guru juga memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.
Namun perubahan kurikulum ini menuntut adaptasi oleh semua elemen sistem pendidikan. Proses ini tentu membutuhkan pengelolaan yang cermat agar menghasilkan dampak perbaikan kualitas pembelajaran dan pendidikan di Indonesia. Jadi untuk sementara, implementasi Kurikulum Merdeka dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan masing-masing sekolah. Harapannya pada tahun 2024, Kurikulum Merdeka dapat di implementasikan secara nasional.
CP, TP, dan ATP Kurikulum Merdeka
Dalam Kurikulum Merdeka terdapat 3 hal penting sebelum membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), yaitu Alur Tujuan Pembelajaran (ATP), Capaian Pembelajaran (CP), dan Tujuan Pembelajaran (TP). Capaian Pembelajaran (CP) adalah media/alat yang dirancang pemerintah untuk mencapai perkembangan anak yang lebih optimal.
1. Alur Tujuan Pembelajaran (ATP)
adalah rangkaian tujuan pembelajaran yang tersusun secara sistematis dan logis sesuai urutan pembelajaran dari awal sampai akhir fase.
2. Tujuan Pembelajaran (TP)
adalah keterangan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik dalam satu atau lebih kegiatan pembelajaran.
3. Capaian Pembelajaran (CP)
adalah sekumpulan kompetensi dan lingkup materi yang harus dicapai peserta didik sesuai fase usia peserta didik.
Satuan pendidik dapat mengembangkan alur dan tujuan pembelajaran berdasarkan karakteristik satuan, kebutuhan dan minat anak, kondisi lingkungan sekitar, serta kaitannya dengan CP, sehingga alur dan tujuan pembelajaran antar-tiap satuan pendidik dapat sangat berbeda.
Ketika ketiga hal ini terpenuhi, maka akan tercipta modul ajar yang berisi tujuan, langkah, dan media pembelajaran, serta asesmen yang dibutuhkan dalam satu unit/topik yang tepat dan sesuai dengan usia peserta didik yang diajar.
Asesmen dalam Kurikulum Merdeka
Kurikulum harus didampingi sistem penilaian atau asesmen yang baik seperti Asesmen Nasional (AN). AN sangat berbeda dengan Ujian Nasional. Karena AN dirancang untuk menilai kemampuan bernalar peserta didik, bukan menguji pengetahuan. AN juga menjadi penggambaran gagasan sekolah yang ideal. Selain itu AN juga menjadi penilaian kinerja pemerintah daerah, sehingga pemerintah pusat dapat memberikan kebijakan yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan konteks masing-masing satuan pendidikan dan daerah. AN ini dapat ditunjang dengan Asesmen Diagnostik (AD). Asesmen Diagnostik adalah asesmen yang dilakukan secara spesifik untuk mengidentifikasi kompetensi, kekuatan, kelemahan peserta didik, sehingga pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan kompetensi dan kondisi peserta didik. Peserta didik yang perkembangan atau hasil belajarnya paling tertinggal berdasarkan hasil Asesmen Diagnostik, diberikan pendampingan belajar secara afirmatif.
Guru diharuskan melakukan diagnosis sederhana ini secara berkala setiap bulan. Karena hasil asesmen berguna untuk melakukan adaptasi materi pembelajaran sesuai tingkat kemampuan peserta didik yang diajarnya. Asesmen diagnosis berkala ini harus dilakukan di setiap kelas untuk semua jenjang pendidikan.
Instrumen Asesmen Nasional (AN)
Dalam melaksanakan AN, terdapat tiga instrumen penting yang patut diperhatikan, yakni Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
1. AKM
Mengukur hasil belajar kognitif literasi membaca dan literasi matematika (numerasi) peserta didik.
2. Survei karakter
Mengukur hasil belajar emosional, sikap, nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang mencerminkan karakter peserta didik.
3. Survei linkungan belajar
Mengukur kualitas aspek input dan proses belajar-mengajar di kelas maupun di tingkat sekolah.
Konten yang diukur pada AKM bersifat esensial serta berkelanjutan lintas kelas maupun jenjang. Sehingga sifatnya minimum karena tidak semua konten pada kurikulum diujikan. Selain itu AKM dilakukan untuk mengukur kompetensi mendasar atau minimum yang diperlukan individu untuk hidup secara produktif di masyarakat. Berbeda dengan asesmen berbasis mata pelajaran yang menilai hasil belajar murid pada mata pelajaran tertentu, AKM menilai kompetensi mendasar yang diperlukan untuk sukses dalam berbagai macam mata pelajaran.
Harapannya tingkat kompetensi dari hasil AKM memantik beragam stategi pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Sehingga terbentuk kultur belajar yang memposisikan peserta didik sebagai fokus utama, mengubah paradigma mengajarkan materi menjadi menumbuhkan kompetensi secara konstruktif dan adaptif. Pembelajaran yang dirancang dengan memperhatikan capaian peserta didik akan memudahkan peserta didik menguasai konten atau kompetensi yang diharapkan pada suatu mata pelajaran.
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning)
Dalam melaksanakan Kurikulum Merdeka, sekolah diberikan keleluasaan dan kemerdekaan untuk memberikan proyek-proyek pembelajaran yang relevan dan dekat dengan lingkungan sekolah. Pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) dianggap penting untuk pengembangan karakter siswa karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui pengalaman (experiential learning).
Metode Project-Based Learning (PJBL) ini, lebih memfokuskan peserta didik pada permasalahan dan pertanyaan yang kompleks, kemudian menjawab pertanyaan dan memecahkan masalah dengan bekerja sama dengan teman untuk menganalisisnya. Harapannya dengan PJBL peserta didik menjadi lebih terbuka dalam pola pikirnya serta membuat siswa lebih aktif untuk berinteraksi atau berdiskusi dengan temannya yang lain. Selain itu metode ini juga mendorong peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan seperti eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
Baca juga: Pembelajaran Berbasis Proyek dan Manfaat Penerapannya di Kelas