Jurus Sakti Menjadi Guru Penuh Inovasi - Guruinovatif.id

Diterbitkan 31 Jul 2022

Jurus Sakti Menjadi Guru Penuh Inovasi

Pendidikan merupakan proses menempa seseorang untuk mengubah isi kepala dan isi dada. Menempa daya pikir menjadi semakin mantap serta memupuk budi pekerti dan karakter yang biasa disebut akhlak. Pendidikan adalah proses panjang berkesinambungan untuk dapat memperoleh hasil sesuai yang diharapkan, bukan proses instan dengan hasil serampangan. Proses panjang dengan jalan berliku, terjal, dan penuh tantangan. Apalagi di zaman modern seperti saat ini, pendidikan harus ditangani oleh Pendidik berdidikasi yang penuh inovasi.

Seputar Guru

Anto Teguh Setiawan, S.Pd., Gr

Kunjungi Profile
408x
Bagikan

Pendidikan merupakan proses menempa seseorang untuk mengubah isi kepala dan isi dada. Menempa daya pikir menjadi semakin mantap serta memupuk budi pekerti dan karakter yang biasa disebut akhlak. Pendidikan adalah proses panjang berkesinambungan untuk dapat memperoleh hasil sesuai yang diharapkan, bukan proses instan dengan hasil serampangan. Proses panjang dengan jalan berliku, terjal, dan penuh tantangan. Apalagi di zaman modern seperti saat ini, pendidikan harus ditangani oleh Pendidik berdidikasi yang penuh inovasi.

Menjadi seorang pendidik harus mempunyai kreadibilitas dan kapabilitas mumpuni, dimana di dalamnya terdapat penguasaan paedagogik yang baik, profesionalitas bidang keilmuan yang mapan, kepribadian yang mantap, serta terjaganya hubungan sosial. Tak hanya itu, seorang pendidik haruslah mempunyai inovasi yang mumpuni. Tak mudah memang, namun ada beberapa hal yang patut dilakukan agar proses pendidikan yang berjalan menjadi lebih bermakna dan menyenangkan serta sesuai dengan perkembangan zaman.

  1. Peka terhadap lingkungan

Pendidik yang sering disebut dengan “Guru”, harus peka terhadap lingkungan sekitar, baik itu keadaan alam maupun atmosfer kerja. Misal seperti yang saya alami, mengajar di pojokan selatan pulau Timor, pelosok Nusa tenggara Timur (NTT), dimana belum ada listrik dan tidak ada signal. Temperatur lingkungan juga panas, sehingga pembelajaran yang berlangsung di sekolah menjadi kurang kondusif. Melihat dan merasakan kondisi tersebut, saya mencoba melakukan sesuatu yakni membuat AC (Air Conditioner) tanpa listrik yang saya beri nama ‘AC Lampalis (Alami Tanpa Listrik)’. Dengan berbagai macam teori fisika, saya membuat AC Lampalis tersebut dengan potongan botol air mineral dan triplek yang kemudian dipasang di jendela sekolah.

Setelah AC Lampalis dipasang, temperatur ruangan menjadi lebih sejuk. Yang awalnya sekitar 36-39 derajat celcius menjadi 30-32 derajat celcius atau turun sekitar 6 derajat celcius.

        2. Mengerti dan memahami kondisi peserta didik

Selain menggunakan daya fikir yang mahir, guru hendaknya menggunakan hatinya untuk merasakan apa yang sebenarnya menjadi kegelisahan peserta didik sehingga mereka kesusahan dalam belajar. Tuntutan kurikulum untuk menyelesaikan materi memang penting, tapi jauh lebih penting lagi ‘menemani’ peserta didik dalam menggali kemampuannya walaupun dari dasar, sehingga mereka merasa senang dalam belajar.

Sekolah kami, SMA Negeri 3 Amarasi Timur kabupaten Kupang provinsi NTT, sekolah yang masuk dalam daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), belum terpasang jaringan listrik, belum ada jaringan seluler, jauh dari sumber air, dan akses jalan pun begitu menantang. Jarak ke pusat kabupaten saja harus ditempuh dengan 8 jam perjalanan menggunakan mobil bak terbuka sebagai moda transportasi masyarakat yang ingin pergi ke kota kabupaten, dimana setiap hari ada satu mobil saja yang beroperasi dan hanya satu kali jalan.

Kesadaran akan pendidikan masyarakat sekitar juga masih sangat rendah. Mereka lebih senang kalau anaknya sibuk menggembala sapi, membantu bekerja di kebun, dan menimba air dari sumber air terdekat. Dengan seabrek kegiatan di rumah, peserta didik seakan tidak punya waktu untuk belajar, ditambah paradigma yang ada bahwa belajar itu tidak terlalu penting, membuat kemampuan kognisi mereka sangat kurang. Kelas 1 SMA saja masih ada yang mengeja dalam membaca, dan sebagian besar belum bisa perhitungan matematika sederhana.

Jika sebagai guru hanya menuntut kemampuan kognisi peserta didik, terlebih ‘menjejali’ materi sesuai tuntutan kurikulum, apalagi ‘yang penting mengajar’, maka peserta didik akan semakin menjauh dari belajar dan makna belajar menghilang. Oleh karenanya, saya membuat metode “sarapan dan makan siang” untuk peserta didik. Sarapan dan makan siang yang dimaksud adalah sebelum masuk memulai pembelajaran setiap harinya, mereka diwajibkan mengerjakan soal perhitungan sederhana yang diperoleh dari segelas kumpulan soal yang mereka ambil sendiri. Begitu juga setiap selesai pembelajaran sebelum pulang sekolah, mereka juga diwajibkan untuk mengerjakan soal perhitungan sederhana dari ‘gelas soal’.

Setelah satu semester berjalan, kemampuan peserta didik dalam perhitungan matematika meningkat drastis. Peribahasa ‘Bisa karena terbiasa’ terbukti nyata.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa pendidikan adalah proses mengubah isi kepala dan isi dada. Selain meningkatkan kemampuan kognisi, karakter peserta didik juga harus senantiasa dipupuk, termasuk sifat jujur dalam mengerjakan ujian. Mencontek dalam ujian menjadi hal yang lumrah di daerah tempat kami mengajar, mungkin karena mereka belum begitu sadar akan pentingnya pendidikan. Untuk itu, saya berinisiatif menerapkan metode ‘pita kejujuran’ dalam setiap ujian. Pita ditempelkan di dada mereka sebagai wujud kejujuran di hati. Bagi yang ketahuan tidak jujur, pita akan dilepas dan peserta didik tidak boleh mengikuti ujian kembali.

Dengan diterapkannya ‘pita kejujuran’, ujian yang berlangsung selalu lebih tertib dan sangat jarang terjadi pelanggaran dengan berbuat curang.

        3. Mau bergerak

Semua yang terlihat di depan mata, atau sepeka apapun perasaan kita terhadap lingkungan, bahkan jika kita mempunyai segudang ide, semua itu tidak akan pernah terwujud jika tidak mau memulai, tidak mau bergerak. Sekecil apapun ide kita untuk memberikan perubahan, lakukanlah, bergeraklah, minimal ditulis agar bisa terkonsep dan terdokumentasi dengan baik.

Pelantikan duta sekolah  ‘Duta Budi Pekerti, Duta Kebersihan, dan Duta Kejujuran’. Mereka dipilih secara demokratis oleh teman-teman lainnya. Pemilihan dimaksudkan untuk menebarkan dan memberitahu langsung secara peer to peer kepada sesama peserta didik mengenai pentingnya menumbuhkan budi pekerti, menjaga kebersihan, dan menerapkan kejujuran di setiap tingkah laku kita.
Penerapan 4S (Senyum, Sapa, Salam, dan Salim) sebagai wujud pembiasaan yang baik untuk menumbuhkan budi pekerti luhur

Ketika seorang pendidik peka terhadap lingkungannya dan menggunakan hati untuk memahami peserta didik, maka akan muncul ribuan ide inovatif untuk memberikan sentuhan perubahan. Setelah itu, mau bergerak untuk mewujudkan ide-ide tersebut, itulah yang disebut guru inovatif. Penuh ide dan penuh karya. Hanya butuh 3 (tiga) jurus sakti untuk menjadi guru penuh inovasi.

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Pentingnya Supervisi Guru untuk Meningkatkan Kompetensi
2 min
Menjadi Guru Inovatif
3 min
Mengenal 8 Standar Pendidikan Nasional: Pedoman untuk Keseragaman Mutu Pendidikan
3 min
Kesehatan Mental Guru: Tantangan dan Solusinya
Literasi Digital Pemrograman Asyik dengan Flowgorithm

era suci pratiwi

Sep 05, 2023
1 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar