[Yogyakarta, 22 – 24 Oktober 2025] – Rangkaian workshop nasional yang diselenggarakan GuruInovatif.id kembali menghadirkan pembaruan kompetensi praktis bagi para pendidik di seluruh Indonesia. Pada rangkaian Guru Inovatif Academy (GIA) edisi kali ini, program dirancang spesifik untuk menjawab kebutuhan krusial guru dalam menghadapi tantangan pembelajaran digital di kelas.
Tema besar yang diangkat adalah "Media Interaktif untuk Pembelajaran STEM.” Fokusnya bukan hanya pada penguasaan teknis perangkat lunak (tools), tetapi pada penguatan kemampuan pedagogis guru untuk merancang pengalaman belajar yang efektif, partisipatif, dan memantik keterlibatan peserta didik.
Melalui tiga sesi tematik yang mendalam dengan narasumber ahli di bidangnya, rangkaian workshop ini bertujuan membekali guru dengan keterampilan praktis untuk merancang media pembelajaran yang inovatif, kontekstual, dan berorientasi pada peserta didik.
Tiga narasumber ahli hadir untuk memandu tiga sesi workshop yang saling berkesinambungan ini:
Dengan menghadirkan para praktisi ahli ini, GuruInovatif.id berharap tenaga pendidik tidak hanya memahami fitur dari setiap platform, tetapi terdorong untuk menerapkannya secara kreatif dan strategis untuk menciptakan kelas yang lebih kolaboratif, solutif, dan berpusat pada proses berpikir kritis peserta didik. Melalui ketiga platform ini, setiap sesi menghadirkan cara baru bagi guru untuk menciptakan pembelajaran yang lebih hidup dan relevan dengan dunia peserta didik dimulai dari Canva yang menjadi pintu masuk menuju pengalaman belajar visual yang interaktif.
Menjadikan Kelas Lebih Hidup Melalui Eksplorasi dan Visualisasi
Dunia pendidikan kini bergerak menuju era di mana visual menjadi bahasa baru pembelajaran. Guru tidak hanya dituntut menyampaikan materi dengan jelas, tetapi juga menghadirkan pengalaman belajar yang menggugah indera dan rasa ingin tahu peserta didik. Visualisasi konsep menjadi jembatan antara teori dan realitas, membuat pengetahuan lebih mudah dicerna dan diingat.
Agita Violy, S.S., S.Pd., M.Pd., dalam sesi ”Merancang Alat dan Media Pembelajaran Interaktif dengan Canva,” menyoroti bagaimana guru dapat memanfaatkan Canva untuk menghidupkan kelas dengan cara sederhana. Ia mengajak peserta memahami bahwa kreativitas tidak harus rumit. Selama guru mampu melihat nilai di balik desain, setiap elemen visual bisa menjadi medium belajar yang bermakna.

Menurut Agita, pembelajaran digital seharusnya tidak menghilangkan kehangatan interaksi, tetapi justru memperkuatnya melalui tampilan yang kontekstual dan menyenangkan. Dengan memadukan warna, gambar, dan animasi, peserta didik diajak tidak hanya melihat, tetapi juga merasakan pengalaman belajar yang lebih dekat dengan dunia mereka sendiri. Itulah inti visualisasi yang bermakna.
Mendesain pembelajaran yang memikat melalui Canva
Agita memperlihatkan bagaimana Canva dapat menjadi ruang eksplorasi ide bagi guru. Melalui fitur template, drag and drop, dan elemen interaktif, setiap guru dapat membuat media seperti infografis, poster, presentasi, hingga interactive worksheet tanpa memerlukan latar belakang desain. Proses yang sederhana ini memungkinkan guru fokus pada pesan pembelajaran, bukan pada teknis visual.
Baca juga:
Webinar Nasional | Integrasi Komponen STEM dalam Merancang Pembelajaran Kreatif, Kontekstual, dan Analitis
Lebih jauh, ia menunjukkan bagaimana Canva membantu guru menyusun alur berpikir peserta didik. Misalnya, dengan memvisualisasikan rantai makanan, proses ilmiah, atau struktur teks, siswa belajar memahami keterkaitan antar konsep secara alami. Visualisasi ini mengubah cara berpikir dari sekadar menghafal menjadi menganalisis.
Agita juga menekankan bahwa kolaborasi bisa dibangun dari sini. Guru dapat melibatkan peserta didik dalam pembuatan media belajar, memberi ruang bagi mereka untuk berkreasi dan mengekspresikan ide. Dari proses tersebut, lahirlah pembelajaran yang tidak hanya menarik dilihat, tetapi juga mengembangkan kepercayaan diri dan rasa memiliki terhadap pengetahuan.
Ketika Koding Jadi Bahasa Kreativitas di Kelas
Di masa lalu, istilah coding sering diasosiasikan dengan bidang teknis yang kompleks. Namun kini, koding menjadi bahasa universal untuk melatih logika dan kreativitas sejak dini. Sesi ”Merancang Alat dan Media Pembelajaran Interaktif dengan Blockly” bersama Tubagus Arayyan, M.Pd., membuka cara pandang baru tentang bagaimana pemrograman visual dapat diadaptasi ke ruang kelas dengan cara yang ringan dan menyenangkan.
Arayyan mengajak guru untuk tidak takut mencoba. Ia menjelaskan bahwa Blockly tidak mengharuskan peserta didik memahami baris kode rumit. Cukup dengan menyusun blok warna seperti puzzle, peserta didik dapat membangun alur logika dan memahami konsep sebab-akibat. Aktivitas ini membuat pembelajaran terasa seperti bermain, namun dengan manfaat berpikir sistematis yang mendalam.
Lebih menarik lagi, pendekatan ini bisa diterapkan lintas mata pelajaran. Misalnya, dalam pelajaran matematika peserta didik belajar algoritma melalui urutan langkah operasi, sementara dalam IPA mereka bisa mensimulasikan proses alam menggunakan logika perintah sederhana. Arayyan menegaskan bahwa kreativitas dalam belajar logika justru tumbuh ketika peserta didik diberi kebebasan mencoba dan gagal.
Membangun logika dan kreativitas melalui Blockly
Dengan Blockly, guru tidak hanya memperkenalkan teknologi, tetapi juga menanamkan pola pikir komputasional. Pola ini mengajarkan peserta didik untuk memecah masalah besar menjadi bagian kecil yang lebih mudah diselesaikan. Proses berpikir ini kemudian membentuk kebiasaan reflektif dan terstruktur yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.

Arayyan memperlihatkan contoh aktivitas pembelajaran seperti membuat simulasi perhitungan, animasi gerak benda, hingga permainan edukatif sederhana. Setiap proyek memberi ruang bagi peserta didik untuk menerapkan logika dan kreativitas sekaligus. Saat mereka berhasil menjalankan blok kode hasil rancangannya, tumbuhlah rasa bangga serta percaya diri dari dalam, hasil nyata dari proses berpikir mandiri.
Ia menutup sesi dengan pesan penting: ”technology empowers learning only when it encourages thinking.” Teknologi bukan pengganti guru, melainkan alat untuk memperluas cara berpikir. Blockly hanyalah titik awal untuk membantu guru dan peserta didik sama-sama tumbuh dalam proses belajar yang reflektif dan kolaboratif.
Menghidupkan Imajinasi dengan Pembelajaran Berbasis Proyek
Merri Natalia, M.Pd., dalam sesi ”Merancang Alat dan Media Pembelajaran Interaktif dengan Scratch,” memperkenalkan pendekatan yang menggabungkan seni, logika, dan cerita dalam satu wadah kreatif. Ia percaya bahwa setiap anak memiliki potensi untuk menjadi pencipta, bukan hanya konsumen teknologi. Scratch hadir sebagai platform yang menjembatani gagasan itu ke dalam praktik nyata di kelas.
Merri menggambarkan Scratch sebagai ruang di mana ide-ide sederhana dapat berkembang menjadi proyek besar. Peserta didik dapat membuat cerita digital, interactive animation, hingga mini games yang terhubung dengan pelajaran. Dengan begitu, mereka tidak hanya memahami konsep, tetapi juga mengekspresikan diri melalui media digital yang mereka bangun sendiri.
Baca juga:
Belajar di Antara Notifikasi dan Konsentrasi di Era Distraksi
Pendekatan berbasis proyek ini membawa dampak besar pada keterlibatan peserta didik. Saat mereka melihat hasil kerjanya tampil di layar, rasa ingin tahu dan semangat eksplorasi meningkat. Merri menekankan pentingnya memberi kebebasan dalam batas terarah, di mana guru berperan sebagai fasilitator, bukan pengendali penuh.
Dari kode menjadi karya: Belajar dengan cara yang bermakna
Merri menjelaskan bahwa Scratch mengajarkan lebih dari sekadar coding. Ia menanamkan keterampilan berpikir logis, bekerja sama, dan berkomunikasi. Saat peserta didik menyusun blok perintah ”if then” atau ”repeat until,” mereka tidak sadar bahwa mereka sedang melatih pemikiran analitis yang sangat penting dalam kehidupan nyata.

Lebih menarik lagi, Scratch memupuk empati dan kolaborasi. Dalam proyek kelompok, peserta didik belajar berbagi peran, mendengarkan ide teman, dan menggabungkan karya menjadi satu hasil yang utuh. Di sinilah pendidikan berbasis karakter berjalan berdampingan dengan literasi digital.
Melalui Scratch, Merri menunjukkan bahwa kreativitas bukan bakat bawaan, tetapi keterampilan yang bisa dilatih. Ketika guru memberi ruang bagi imajinasi dan eksperimen, pembelajaran berubah menjadi pengalaman yang berakar pada makna, bukan sekadar nilai.
Membangun Ekosistem Belajar yang Kreatif dan Berkelanjutan
Dari ketiga sesi tersebut, benang merah yang tampak jelas adalah semangat untuk menjadikan teknologi sebagai jembatan, bukan penghalang. Canva membantu guru menghadirkan visualisasi yang menarik, Blockly menumbuhkan logika dan rasa ingin tahu, sedangkan Scratch menghidupkan kreativitas dan kolaborasi. Semua saling melengkapi, menciptakan ekosistem pembelajaran yang kontekstual dan berpusat pada peserta didik.
Lebih dari sekadar penguasaan aplikasi, ketiga narasumber menegaskan bahwa esensi pendidikan digital adalah membangun pengalaman belajar yang bermakna. Guru diharapkan tidak sekadar mengikuti tren, melainkan mampu memilih dan memadukan teknologi sesuai kebutuhan peserta didik dan karakter pelajaran. Dengan pendekatan reflektif dan kreatif, setiap kelas dapat menjadi ruang tumbuh bagi ide-ide baru.
Inisiatif seperti ini memperlihatkan bahwa Guru Inovatif Academy bukan hanya tempat berbagi ilmu, tetapi juga ruang kolaborasi antar guru untuk menciptakan perubahan nyata di dunia pendidikan. Melalui rangkaian workshop dan pelatihan praktisnya, guru dapat terus belajar, bereksperimen, dan menularkan semangat inovasi ke seluruh penjuru negeri.
Simak kembali sesi lengkap webinar ini dan temukan strategi praktis dari ketiga narasumber ahli yang bisa langsung Anda terapkan di sekolah melalui tautan ini.
Dapatkan akses ke seluruh rangkaian webinar dan workshop GuruInovatif.id di bulan Oktober cukup dengan Rp50.000. Bangun pengalaman belajar yang lebih kreatif, kontekstual, dan berdampak nyata untuk masa depan pendidikan Indonesia.

Klik di sini untuk bergabung sekarang!
Penulis: Ridwan | Penyunting: Putra