[Yogyakarta, 15–17 Oktober 2025] Webinar nasional berjenjang yang diselenggarakan GuruInovatif.id kembali menggugah semangat pembaruan pendidikan. Pada edisi bulan Oktober, program ini dirancang berdasarkan kebutuhan pendidik di berbagai jenjang sehingga materi yang disampaikan terasa relevan dan mudah diterapkan.
Tema besar yang diangkat adalah “Kreativitas, Kolaborasi, dan Critical Thinking sebagai Fondasi Integrasi STEM dalam Pembelajaran.” Fokusnya bukan hanya pada penguasaan materi, tetapi penguatan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pemecahan masalah nyata di kelas.
Melalui pendekatan tematik dan narasumber ahli, webinar ini bertujuan membekali guru agar tidak hanya mengajar, tetapi mampu merancang pembelajaran yang kontekstual, inovatif, dan berorientasi pada masa depan.
Tiga narasumber ahli hadir untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik sesuai jenjang pendidikan masing-masing:
Dengan menghadirkan para ahli sesuai jenjangnya, GuruInovatif.id berharap tenaga pendidik tidak hanya memahami konsep STEM, tetapi terdorong menerapkannya secara kreatif dan relevan dengan kebutuhan peserta didik. Dengan pendekatan yang aplikatif, tenaga pendidik diharapkan mampu menciptakan kelas yang lebih kolaboratif, solutif, dan berpusat pada proses berpikir.
Guru sebagai Fasilitator: Membuka Ruang Eksplorasi
Di awal pemaparannya, Agita Violy menekankan bahwa guru tidak lagi cukup menjadi sumber informasi, tetapi perlu berperan sebagai fasilitator yang membuka ruang eksplorasi. Menurut Agita, rasa ingin tahu anak sebenarnya tumbuh secara alami, tetapi sering terbatas karena pembelajaran masih terlalu terpusat pada guru. Dengan menjadi fasilitator, guru memberi kesempatan bagi siswa untuk mencoba, bertanya, dan mengambil peran aktif.
Perubahan peran ini juga menciptakan dinamika kelas yang lebih kolaboratif dan interaktif. Agita menegaskan bahwa kesalahan harus dilihat sebagai bagian dari proses, bukan sesuatu yang dihindari. Dengan cara ini, kemampuan berpikir kritis dan kemandirian berkembang secara alami karena siswa terbiasa menemukan jawaban melalui eksplorasi, bukan hanya instruksi.
Sains dalam kehidupan sehari-hari: Membuat pembelajaran lebih dekat dan bermakna
Agita juga mengingatkan bahwa STEM tidak harus dimulai dari alat canggih atau eksperimen kompleks. Justru pembelajaran lebih bermakna ketika dikaitkan dengan fenomena yang ditemui siswa setiap hari, seperti penguapan, cahaya, gerak benda, atau tumbuhan. Ketika siswa diajak bertanya “mengapa” dan mencari jawabannya, konsep sains menjadi lebih dekat dan mudah dipahami.

Pendekatan ini membuat siswa lebih aktif dan kreatif. Agita memberi contoh sederhana seperti membuat pelangi dengan air gula, mengamati pertumbuhan biji kacang, atau mengukur kecepatan benda. Aktivitas semacam ini memperkuat rasa ingin tahu dan membangun pemahaman konkret tanpa harus mengandalkan teori yang abstrak.
Integrasi STEM dalam Pembelajaran Kontekstual: Teori Harus Terhubung dengan Dunia Nyata
Menambahkan sudut pandang lain dalam penerapan STEM, Noralia Purwa Yunita menguraikan bahwa STEM bukan hanya menggabungkan pelajaran sains, teknologi, teknik, dan matematika, tetapi menerapkan ilmu tersebut pada persoalan nyata. Menurut Noralia, siswa lebih terlibat ketika mereka tahu mengapa sesuatu dipelajari dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Baca juga:
Webinar Nasional | PBL, PjBL, Kreativitas, dan Critical Thinking sebagai Fondasi Inovasi Pembelajaran STEM
Noralia mencontohkan tugas, seperti menghitung kapasitas air di tandon sekolah, menganalisis penggunaan listrik rumah, atau mencari solusi penumpukan sampah. Dengan cara ini, siswa belajar memahami fungsi ilmu, bukan sekadar mengingat rumus. Tenaga pendidik tidak hanya menjelaskan, tetapi mengajak siswa mengamati, berdiskusi, dan menghasilkan kesimpulan. Pembelajaran pun menjadi lebih relevan, dinamis, dan kolaboratif.
Design thinking dan problem solving: Kerangka berpikir untuk inovasi
Noralia juga memperkenalkan design thinking sebagai kerangka yang efektif untuk menerapkan STEM. Melalui tahapan Empathise → Define → Ideate → Prototype → Test, siswa belajar bahwa solusi lahir dari proses, bukan hanya tebakan instan. Mereka dilatih berempati, bereksperimen, dan memperbaiki ide secara bertahap.

Pendekatan ini tidak hanya menumbukan kreativtias, tetapi juga kemampuan kerja kelompok. Dalam praktiknya, siswa berdiskusi, membagi peran, dan mengembangkan solusi bersama. Di sinilah problem solving dan kolaborasi menjadi keterampilan yang berkembang secara alami.
4C: Fondasi keterampilan abad 21 dalam STEM
Noralia menekankan pentingnya penguatan 4C: Critical Thinking, Creativity, Collaboration, dan Communication. Critical Thinking membantu siswa menganalisis data dan mengambil keputusan logis, sedangkan creativity mendorong mereka mencari ide baru dan tidak takut mencoba cara berbeda.
Di sisi lain, collaboration dan communication memastikan siswa bisa bekerja sama dan menyampaikan ide secara jelas. Ketika 4C diterapkan secara konsisten, siswa tidak hanya paham materi, tetapi mampu menggunakan kemampuan tersebut untuk menyelesaikan masalah baru.
Berpikir Kritis dan Analitis: Dari Aktivitas ke Proses Berpikir
Oktina Utami menghadirkan perspektif yang lebih reflektif terhadap praktik pembelajaran STEM. Keberhasilan pembelajaran, menurutnya, bukan sekadar ditentukan oleh aktivitas eksperimen, melainkan kemampuan siswa memahami makna dan hasil dari kegiatan tersebut melalui proses analisis yang mendalam. Oktina mencontohkan pertanyaan reflektif, seperti, “mengapa hasil percobaan berbeda?”, “apa aktor penyebabnya?”, atau “bagaimana cara lain yang bisa dicoba?”. Pertanyaan semacam ini melatih siswa memahami proses, bukan sekadar jawaban.

Menurut Oktina, kemampuan berpikir analistis juga membantu siswa memilah informasi dan mengambil keputusan berdasarkan bukti. Di era banjir informasi, keterampilan ini sangat penting agar siswa tidak menerima informasi secara mentah-mentah.
Proyek STEM: Wadah inovasi dan penguatan karakter
Menurut Oktina, proyek adalah penerapan puncak dari penerapan STEM. Melalui proyek, siswa tidak hanya memahami teori, tetapi menghasilkan prototipe, menguji ide, dan menganalisis solusi. Tenaga pendidik berperan sebagai fasilitator yang memastikan setiap tahapan tetap terarah dan bermakna.
Selain inovatif, proyek melatih karakter, seperti disiplin, tanggung jawab, dan semangat juang. Siswa belajar bahwa hasil terbaik tidak selalu datang dari percobaan pertama, tetapi dari proses mencoba dan memperbaiki.
Baca juga:
CSR sebagai Katalis Transformasi Teknologi dalam Dunia Pendidikan
Guru sebagai Desainer Pembelajaran: Kunci Sukses Implementasi STEM
Keberhasilan integrasi STEM terlihat jelas sangat bergantung pada guru. Tenaga pendidik tidak hanya menyampaikan materi, tetapi merancang tujuan, metode, aktivitas, dan asesmen yang selaras. Kreativitas dan kolaborasi antar tenaga pendidik menjadi bagian penting dalam menciptakan pembelajaran yang relevan.
Perencanaan yang matang membantu guru menentukan kapan harus memfasilitasi, mengarahkan, atau memberi ruang eksplorasi. Dengan begitu, siswa tidak hanya belajar, tetapi juga mengalami proses belajar yang autentik.
Selain memberikan insight tentang penerapan metode STEM, ketiga narasumber juga membuka cara pandang baru bagi para pendidik, bahwa pembelajaran inovatif bukan hanya soal teknologi, tetapi tentang bagaimana guru menyalakan rasa ingin tahu dan semangat belajar siswa setiap hari.
Ingin tahu lebih dalam bagaimana mengubah kelas menjadi ruang eksplorasi dan inovasi?
Simak kembali sesi lengkap webinar ini dan temukan strategi praktis dari ketiga narasumber ahli yang bisa langsung Anda terapkan di sekolah melalui laman di sini.
Dapatkan akses ke seluruh rangkaian webinar dan workshop GuruInovatif.id di bulan Oktober cukup dengan Rp50.000 melalui melalui laman berikut. Bangun pengalaman belajar yang lebih kreatif, kontekstual, dan berdampak nyata untuk masa depan pendidikan Indonesia.

Klik di sini untuk bergabung sekarang!
Penulis: Ican | Penyunting: Putra