Mendidik adalah aktivitas investasi masa depan terkait dengan eksistensi sebuah bangsa. Salah satu ciri negara maju (developed countries) adalah negara yang mempunyai tingkat pengetahuan atau kualitas pendidikan yang tinggi. Cara untuk mencapainya diperlukan sistem pembangunan manusia yang terukur melalui pendidikan. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) akan semakin meningkat dengan adanya keberhasilan pendidikan. Disinilah guru menjadi unsur terpenting pencetak sumber daya manusia bermutu.
Maka hal-hal dibawah ini menjadi menarik untuk kita bahas:
GURU ADALAH KUNCI PENDIDIKAN
Mengingat guru mempunyai peran yang signifikan dalam pendidikan nasional, banyak orang bercita-cita menjadi guru. Guru adalah sebuah profesi mulia, membanggakan, dianggap mempunyai strata terhormat di masyarakat, dan menyenangkan. Guru adalah penentu keberhasilan pendidikan. Sebagus apapun kurikulumnya, selengkap apapun sarana yang ada, tanpa guru berkualitas mustahil terwujud pendidikan bermutu. Namun, meski profesi guru pada hakekatnya menyenangkan karena guru biasa bercengkerama dengan anak-anak, mengajar bisa menjadi sarana efektif aktualisasi diri, pekerjaan relatif bervariasi, mempunyai libur lebih panjang dibanding pekerja kantor, tetapi disisi lain banyak hal yang menjadikan guru tertekan atau stres dengan pekerjaannya.
JANGAN MENJADI GURU GOSONG (BURNOUT TEACHER)
Pemicu stres guru antara lain karena banyaknya beban mengajar atau tugas-tugas sekolah lainnya, atau terbebani administrasi pembelajaran, kurangnya apresiasi dari berbagai pihak, lingkungan bekerja tidak nyaman, bergaji rendah, sering berhadapan dengan murid bermasalah, atau orang tua murid yang sangat “rewel”, dan pada titik kulminasinya guru merasa putus asa, tidak berdaya, tidak mampu memikul beban sebagai tanggungjawabnya. Profesi guru dan tenaga kependidikan bukanlah pekerjaan yang ringan karena memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan lainnya (Buchory, 2012). Beratnya tuntutan profesi, gap antara das sein dan das sollen jelas akan memicu tekanan psikologis berkepanjangan bagi guru. Dari WGU Profesional, dikemukakan oleh Fiona bahwa Teacher Burnout merupakan kelelahan guru karena suatu kondisi dimana seorang pendidik telah kehabisan sumber daya pribadi dan profesional yang diperlukan untuk melakukan pekerjaannya. Kondisi kehilangan sumber daya karena terbakar habis energi fisik dan psikisnya tersebut, istilah praktisnya adalah hangus atau gosong (bahasa Jawa). Tanda-tanda lain yang bisa terdeteksi dari sindrom tersebut biasanya produktivitas kerja menurun, mental distance, emosional, merasa sinis dengan pekerjaan, malas dan bosan mengajar, inferior, dan merasa cemas luar biasa. Kita sebagai guru mungkin pernah atau sering mengalami hal ini tanpa kita sadari. Maka ketika muncul tanda-tanda sindrom guru gosong atau burnout teacher, guru harus segera menyadari jika mental perlu disehatkan kembali, mengingat kondisi demikian jika berlangsung terus menerus akan berdampak negatif bagi anak didik.
UPAYA PREVENTIF-KURATIF BAGI BURNOUT TEACHER
Self-help, self-care, self-healing, mengubah mindset, mengubah life-style, treat the cause not a sympthoms, adalah langkah-langkah alternatif sebagai upaya preventif dan kuratif mengatasi burnout syndrome tersebut. Sebagai contoh adalah self-help dengan merasa bahwa kita adalah istimewa, punya keunggulan masing-masing, punya peran besar bagi anak-anak, otomatis kita sudah mengapresiasi diri menjadi berharga. Self-care dengan me-time, menyalurkan hobi yang bermanfaat, atau langkah lain dengan self- help and self-healing bisa diatasi dengan cara menjadi dokter bagi diri kita sendiri, mengelola perasaan ingin sembuh lebih kuat, berdamai dengan keadaan dan persoalan, meningkatkan ibadah, juga berpikir positif dalam segala hal, termasuk yakin dengan keputusan mulia yang diambil ketika memilih menjadi guru dan terus berkomitmen mengabdi dalam suka dan duka. Kerjasama win-win solution dengan siswa juga penting dilakukan agar pekerjaan lebih terasa ringan. Mengubah mindset bahwa teman sejawat adalah partner bukan kompetitor, menyadari kegagalan adalah proses, pastinya akan lebih menyehatkan mental guru. Dan tak kalah penting, bahwa upaya mengobati stres akut tersebut adalah mengobati bukan pada gejala namun pada penyebabnya (treat the cause not a sympthoms). Maka kita perlu managemen stres dan waspada terhadap hal-hal yang meracuni pikiran yang melemahkan komitmen dalam mendidik. Sekali lagi, humanisasi pendidikan tidak hanya fokus menyasar murid tapi juga guru, Maka dengan memperhatikan kesehatan mental guru, kita akan menemukan wajah pendidikan yang lebih manusiawi. Selamat Hari Guru untuk kita semua para guru hebat dan bahagia.
#ArtikelYEF
REFERENSI
Buchory, (2012). Guru: Kunci Pendidikan Nasional. Yogyakarta. Leutikaprio
Tapp, Fiona. Teacher Burnout, Causes, Symtoms, and Prevention, WGU Profesional
Development, https://www.wgu.edu/heyteach/article/teacher-burnout-causes-symptoms-and-prevention1711.html
Teach Better Team, March 25, 2021, 3 Tips for Healing from Educator Burnout or Disengagement, Blog, Connect Better, Lead Better, Self Care Better, Teach Happier https://teachbetter.com/blog/3-tips-for-healing-from-educator-burnout-or-disengagement/
Zuhdi, Darmiati (2009), Humanisasi Pendidikan. Yogyakarta, Bumi Aksara
Penyunting: Putra