Sekolah yang Membahagiakan - Guruinovatif.id: Platform Online Learning Bersertifikat untuk Guru

Diterbitkan 05 Des 2023

Sekolah yang Membahagiakan

Bu Aini---bukan nama sebenarnya---terlihat layu ketika sedang menuju ke kelas. Dibalik wajahnya yang layu, terpendam berbagai masalah yang akhir-akhir ini sulit untuk membuatnya tidur. Wajahnya lesu, kantong matanya semakin menebal dan guratan kelopak matanya seakan-akan tidak baik-baik saja.

Seputar Guru

Qo'idul Umam

Kunjungi Profile
234x
Bagikan

Bu Aini---bukan nama sebenarnya---terlihat layu ketika sedang menuju ke kelas. Dibalik wajahnya yang layu, terpendam berbagai masalah yang akhir-akhir ini sulit untuk membuatnya tidur. Wajahnya lesu, kantong matanya semakin menebal dan guratan kelopak matanya seakan-akan berkata kalau dirinya sedang tidak baik-baik saja. 

Ternyata semalam, putri bungsunya tengah menulis sebuah cerita pendek. Saat meminta tolong kepada Bu Aini untuk mencetak karyanya, Bu Aini kaget. Dibacanya sekilas, namun nampak tidak asing dengan ceritanya. Dia baca lagi cerpen yang baru saja dibuat oleh anaknya. Tiba-tiba air matanya meleleh. Dia mendatangi anaknya sambil memeluk erat dibaluti perasaan bersalah. Isi cerpen itu ditulis berdasarkan kisah ibunya sendiri tentang masalah rumah tangga yang sudah berada dititik nadir. Sementara itu, kewajiban untuk mengajar di sekolah harus tetap ditunaikan. Hari itu mendung sekali, sesuai dengan perasaan Bu Aini. Belum selesai mengajar, Bu Aini harus segera datang ke kantor Bimbingan Konseling (BK) untuk menyelesaikan masalah anaknya sebagai wali kelas.

Sebagai seorang guru BK, saya memfasilitasi pertemuan untuk menyelesaikan masalah siswa tersebut dengan mengundang wali kelas. Jadi saat ditanya latar belakang sosial siswa tersebut, dia menceritakan kalau dirinya saat ini tinggal bersama nenek, sedangkan kedua orang tuanya sudah berpisah sejak lama dan bapaknya menikah lagi. Tak lama berselang, air mata siswa tersebut tumpah. Menangis sesenggukan. Saat ini dia merasa sangat kesepian sehingga melampiaskan hal-hal tersebut dengan cara negatif. Kurangnya kasih sayang orang tua menjadi penyebab permasalahan yang dihadapinya saat ini.

Yang membuat saya terkejut adalah karena dia seorang anak laki-laki dan yang membuat saya iba adalah tangis dan sesenggukannya. Sangat jarang terjadi ada anak laki-laki yang curhat dengan begitu terbuka dan sekaligus menumpahkan air matanya dengan deras.

Lalu bayangan saya menerawang jauh. Ada berapa banyak anak dan guru seperti ini? Bukankah mereka hanya sekolah 3 tahun? Bagaimana setelahnya?  Orang tua tidak ada, lingkungan yang tidak supportif lalu kesepian menerkam diam-diam. Mudahlah bagi mereka untuk masuk ke pergaulan negatif karena harapan hidup yang gelap dan tanpa arah.

Kalau dipikirkan, tingkat perceraian di Indonesia terus meningkat. Pada 2015 sebanyak 5,89 persen pasangan suami istri bercerai (hidup). Jumlahnya sekitar 3,9 juta dari total 67,2 juta rumah tangga. Pada 2020, persentase perceraian naik menjadi 6,4 persen dari 72,9 juta rumah tangga atau sekitar 4,7 juta pasangan (BPS, 2020). 

Mungkin anda akan menuduh saya dengan jari telunjuk dan berkata, “kan tidak semuanya seperti itu, ada yang bertanggung jawab dan juga merawat anak mereka dengan baik meskipun broken home. Toh juga tidak semua yang bercerai adalah seorang guru”. 

Iya, masalahnya berapa banyak yang seperti itu? Bukankah masih melekat di dalam pikiran masyarakat kita kalau salah satu tujuan menikah adalah untuk mendapatkan keturunan? Artinya sesuatu yang baik tidak perlu untuk diantisipasi, justru sebaliknya karena dampak negatif yang diakibatkan akan lebih masif ketimbang dampak positif.

Selain itu, sebagai seorang guru yang harus berhadapan dengan manusia---siswa---kita diharuskan untuk memiliki sikap dan mental yang kuat sehingga akan lebih mudah dalam membantu menyelesaikan masalah siswa. Maka sekolah memiliki peran penting dalam mengatasi permasalahan tersebut. Anak akan membawa segudang masalah yang selama di rumah mungkin saja terpendam dan tidak diselesaikan. Sedangkan guru sebagai seorang manusia, tentu saja tidak pernah luput dari sebuah masalah baik itu masalah yang besar maupun yang kecil.

Oleh sebab itu, penting untuk memiliki paradigma baru pada saat pembelajaran saat ini dilakukan yaitu mengembalikan paradigma kebahagiaan di sekolah. Hal ini sesuai dengan pemikiran Bapak Pendidikan Nasional---Ki Hajar Dewantara---yang mengungkapkan bahwa pendidikan memberi tuntunan (menuntun) terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. 

Kata “kebahagiaan” sudah didengungkan sejak founding fathers menggagas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Misalnya saja kata ‘kebahagiaan Indonesia’ tersimpan di dalam lagu Indonesia Raya. Stanza pertama berpesan bahwa Indonesia harus bersatu. Indonesia harus menyatukan segala potensi keragaman sumber daya. Adapun stanza kedua, menyerukan agar Indonesia bahagia. Sedangkan stanza ketiga menyerukan untuk janji agar mengusahakan Indonesia abadi. 

Oleh sebab itu, diagnosa terhadap permasalahan yang dialami siswa di awal semester menjadi hal yang sangat penting baik itu permasalahan akademik maupun non akademik. Hal ini sesuai dengan teori Hierarki Kebutuhan Maslow yang mengungkapkan bahwa untuk mencapai proses aktualisasi diri, seorang individu harus terpenuhi kebutuhan fisiologis, keamanan, rasa memiliki dan kasih sayang serta penghargaan. 

Untuk seorang guru, disetiap sekolah sangat perlu atau bahkan wajib dalam tim BK terdapat seorang psikolog professional. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang dialami oleh guru sehingga guru memiliki tempat dan sandaran. Ini juga merupakan bentuk perhatian terhadap kesehatan mental guru yang diakibatkan oleh tekanan kerja yang tinggi, hubungan interpersonal yang kompleks, ketidakpastian dan perubahan serta tuntutan sosial dan emosional.

Sekolah tidak boleh abai dengan hanya mementingkan ketuntasan kurikulum (paradigma lama). Aspek afektif adalah aspek dasar dalam peta jalan menuju kebahagiaan. Dalam proses aktualisasi diri, siswa dan guru harus memiliki rasa kenyamanan dan kasih sayang agar semua potensi yang dimiliki teraktualisasi. 


Penyunting: Putra

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Pendekatan Sosio-Emosional Sebagai Solusi Dalam Pengelolaan Kelas

wulan ayua

Nov 28, 2023
2 min
Guru: Berakar pada Daniel Goleman Berbunga Kebahagiaan

siti zummaroh

Dec 05, 2023
5 min
BELAJAR DAN BERMAIN DI ERA DIGITAL
1 min
Peran Kelingking pada Kesehatan Mental Guru di Era Digital

Anis Fuji Qurilla

Nov 30, 2023
4 min
Sosiologi Pendidikan, Upaya Memahami Peserta Didik Lebih Mendalam
5 min
Self Care Secara Fisik dan Spiritual sebagai Upaya Guru dalam Menjaga Kesehatan Mentalnya

Juarnida, S. Pd.

Nov 20, 2023
7 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB