Kesehatan mental menjadi topik yang mulai banyak digaungkan di berbagai platform, baik secara luring (luar jaringan) maupun daring (dalam jaringan) pada beberapa tahun belakang ini. Kesehatan mental menurut World Health Organization (WHO) merujuk pada keadaan individu yang mampu menyadari kemampuan dirinya sendiri, dapat mengatasi tekanan yang dihadapi dalam kehidupan, dan dapat berkontribusi dalam pekerjaan di kelompoknya.
Banyak awareness yang datang dari berbagai pihak yang dituangkan melalui bermacam-macam media ketika membicarakan tentang kesehatan mental. Banyak film, lagu, buku, bahkan seminar dan workshop yang menjadikan kesehatan mental sebagai hightlight utamanya. Ironis, di tengah-tengah massive-nya penyebaran awareness tentang kesehatan mental di berbagai media, kita sering secara tidak sengaja mengabaikan kesehatan mental para pendidik di lingkungan sekolah. Kampanye tentang kesehatan mental pada guru tidak diberitakan secara massive seperti pada pekerjaan di sektor lain. Padahal, kondisi mental guru sangat berpengaruh terhadap kinerja dan kualitas pendidikan yang diberikan kepada murid.
Sistem pendidikan yang selalu dinamis dan adaptif dalam perkembangan zaman mengharuskan tenaga pendidik untuk tanggap dalam merespon perubahan. Perubahan yang cukup signifikan ini menimbulkan beberapa dampak psikologis, antara lain: stress dan anxiety atau gangguan kecemasan.
Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Mental Guru dan Dampaknya bagi Kinerja Guru
Tahun 2020, ketika pandemi COVID-19 melanda Indonesia, pemerintah membuat kebijakan sekolah daring bagi guru dan siswa. Hal ini sedikit banyak memberikan tekanan pada guru yang selama ini belum pernah melakukan pembelajaran secara online bagi siswa. Dua tahun kemudian setelah pandemi dinyatakan berakhir oleh pemerintah, guru dan murid bisa melakukan pembelajaran tatap muka kembali di sekolah.
Tantangan baru mulai dihadapi oleh guru setelah pembelajaran kembali berlangsung secara tatap muka. Guru terbeban untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif pasca pandemi. Guru juga harus menghadapi learning loss yang dialami oleh murid selama ditiadakannya pembelajaran secara langsung. Tidak hanya itu, guru juga masih harus dihadapkan dengan tugas dan beban mengajar, administrasi, tugas tambahan tertentu, hubungan antara guru, murid, dan orang tua yang selalu mengalami perubahan, jam kerja yang panjang, lingkungan kerja yang toxic, dan masalah dalam kehidupan pribadi guru sendiri. Ditambah dengan tekanan dan tuntutan yang datang dari orang tua atau wali murid mengenai hasil belajar putra-putrinya. Selain itu, ada pula stigma sosial terhadap profesi guru yang mengharuskan guru menjadi sosok panutan dan teladan bagi masyarakat.
Hal-hal tersebut apabila terjadi secara jangka panjang tentu akan mempengaruhi kondisi kesehatan mental guru. Akibatnya, tidak sedikit guru yang mengalami kecemasan, stress atau burnout, takut berlebihan, dan kondisi tidak nyaman ketika berada di sekolah yang menyebabkan menurunnya kinerja guru dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi murid dan orang tua.
Tips Agar Kesehatan Mental Guru Selalu Terjaga
1. Merencanakan hal-hal yang menyenangkan
Di tengah-tengah kesibukan sebagai guru, merencanakan hal-hal yang menyenangkan dapat membantu menghilangkan stress. Misalnya menyempatkan diri untuk melakukan hobi, bertemu dengan teman, berkumpul dengan keluarga, atau pergi berlibur.
2. Menceritakan perasaan kepada orang yang dipercaya
Isi hati yang dipendam bisa menjadi beban. Ada kalanya kita butuh menceritakan apa yang mengganjal di hati kepada orang lain. Identifikasi orang-orang yang bisa dipercaya sebagai tempat mencurahkan isi hati, misalnya teman, pasangan, atau rekan kerja yang dirasa dapat membantu menyelesaikan masalah.
3. Keeping up with the basics
Melakukan hal-hal mendasar dengan baik dapat membantu menjaga kesehatan mental. Sebagai contoh, sesibuk apapun pekerjaan sebagai guru, usahakan untuk tetap mengkonsumsi makanan yang bergizi, serta tidur dan istirahat cukup. Jangan memaksakan diri dan berikan reward kecil atas usaha yang telah dilakukan.
4. Olahraga
Ketika berolahraga, tubuh akan melepaskan hormon endorfin yang berperan untuk mengurangi rasa cemas, khawatir, dan tertekan. Olahraga membuat tubuh menjadi lebih rileks sehingga mampu meminimalisir rasa stres.
5. Work Life Balance
Mulailah menentukan batasan waktu ketika bekerja. Guru adalah manusia biasa yang memiliki kehidupan pribadi dan tidak selalu siap selama 24 jam untuk memikirkan pekerjaan. Tentukan waktu bekerja sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan gunakan sisanya untuk menjalani kehidupan di luar sekolah dan pekerjaan.
6. Mencari Pertolongongan Profesional
Ketika kondisi mental yang tidak baik sudah berpengaruh pada aktifitas sehari-hari, tidak ada salahnya untuk segera mencari pertolongan profesional, baik psikolog maupun psikiater agar dapat ditangani dengan metode yang tepat.
Sejalan dengan tantangan yang akan dihadapi di masa mendatang, kondisi mental guru tidak dapat dinomor-sekiankan. Sangat penting bagi segala lini masyarakat untuk bekerja sama dalam menjaga dan mendukung para garda terdepan pendidikan Indonesia. Memperbaiki kondisi mental guru dapat meningkatkan motivasi guru untuk menghadapi tantangan dalam pendidikan dan memberikan layanan yang berkualitas bagi peserta didiknya.
Penyunting: Putra