Saya adalah seorang Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik di sebuah sekolah swastaâ¦
Awal tulisan ini adalah berdasarkan suatu pemahaman bahwa agama bukanlah pertama-tama mengetahui mana yang benar atau yang salah, tetapi mengetahui dan melakukannya. Maka pembelajaran agama diharapkan tak hanya menambah wawasan keagamaan seseorang, tapi juga mengasah âketerampilan beragamaâ dan mewujudkan sikap beragama peserta didik dalam kehidupan sehari-hari yang utuh dan seimbang. Hal itu mencakup hubungan manusia dengan Penciptanya dan hubungan manusia dengan sesama serta lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu untuk mencapai keseimbangan ini, dalam pelajaran agama hal yang perlu diberi penekanan adalah budi pekerti, yaitu sikap atau perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan Tuhan, diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa, serta alam sekitar. Sikap yang ditekankan misalnya seperti kejujuran, kedisiplinan, cinta kasih, semangat berbagi, cinta tanah air, kreativitas dan lain-lain. Pandemi Covid-19 telah membawa perubahan dalam segala bidang kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Dunia pendidikan ditantang untuk semakin kreatif, sehingga pembelajaran tetap berlangsung di tengah pandemi covid-19. Begitu pula dengan pembelajaran agama. Wawasan keagamaan diberikan dengan tetap mengasah âketerampilan beragama.â Jangan sampai nilai agama bagus-bagus tapi dalam âketerampilan beragamaâ nihil.
Tantangan yang saya hadapi adalah bagaimana tetap memotivasi para siswa dalam melakukan âketerampilan beragamaâ, bukan sekedar menerima wawasan agama di sekolah meski dalam pandemi covid-19 sekalipun. Sebelum pandemi Covid-19 untuk mengasah âketerampilan beragamaâ para siswa, saya biasanya meminta para siswa mengisi sebuah buku yang mencantumkan jenis kegiatan keagamaan yang harus mereka lakukan di rumah meliputi: doa/ibadah (baik pribadi/bersama),perbuatan baik (yang dilakukan di rumah/di lingkungan tempat tinggal),dan derma/amal kasih. Ini dilakukan rutin setiap hari, dan tentu saja agak merepotkan di awal.
Setiap siswa yang melakukan ibadah/doa wajib menuliskan inti kotbah dan meminta tanda tangan dari pemuka agamanya. Seminggu sekali saya memeriksa buku tersebut. Ternyata pandemi covid-19 mengajak saya untuk berpikir: âBuku kegiatan keagamaan ini menjadi agak kurang efektif karena saya tidak bisa mengoreksi secara langsung, peribadatan tatap muka/berkumpulpun dilarang, jadi untuk meminta tanda tangan pemuka agamapun sulit. Bagaimana dalam situasi pandemi covid-19 praktek âketerampilan beragamaâ tetap terlaksana?â
Aksi saya adalah di tahun-tahun awal pandemi covid-19 saya memutuskan untuk mengganti buku kegiatan keagamaan dengan kalender kegiatan keagamaan. Di awal bulan melalui google classroom saya membagikan format kalender yang berisi kotak-kotak kosong sesuai dengan jumlah hari agar siswa bisa menuliskan jenis kegiatan yang dilakukan. Di akhir bulan siswa wajib mengumpulkan kalender tersebut dengan cara di foto, dan foto tersebut dikirimkan di room penugasan pada google classroom. Tetapi sebelum di foto dan dikumpulkan, agar menarik kalender tersebut dihias, diberi warna atau hiasan lain. Ternyata ini tidak efektif, banyak kesulitan terjadi: tidak bisa print, menghias tidak maksimal, tulisan sulit dibaca, foto buram, dan lain-lain. Sayapun diajak untuk Kembali berpikir: âBagaimana caranya agar siswa tidak harus repot print/menggambar format kalender di kertas? Mereka tidak kaku dan bisa berkreasi?â Akhirnya saya menemukan ide baru. Pandemi mengajarkan para guru untuk terampil menggunakan teknologi, siswapun demikian. Akhirnya tahun pelajaran berikutnya saya memberi kebebasan kepada siswa untuk mendesain sendiri kalender keagamaannya dengan aplikasi yang mereka kuasai, seperti: canva, ppt, google slide, dll. Saya menyebutnya kalender kegiatan keagamaan digital. Ternyata kalender digital ini diminati para siswa. Mereka bisa berkreasi sesuai dengan kemampuan masing-masing, tetapi kendala yang dihadapi juga tidak mudah. Tidak semua siswa mampu berkreasi dan menggunakan aplikasi dengan lancar. Masih banyak yang kesulitan termasuk device yang kurang mendukung, sehingga mereka terlambat mengumpulkan tugas tersebut. Kendala dan tantangan yang dihadapi membuat saya berpikir: âBagaimana caranya membuat kalender yang bisa diakses secara digital oleh para siswa?â Akhirnya saya memutuskan untuk membuat kalender digital dalam aplikasi Goolge yaitu Google Spread Sheet. Format kalender saya sediakan tetapi saya memberi keleluasaan kepada para siswa untuk menghiasnya sesuai dengan kreativitas masing-masing: mereka bisa mengubah bentuk tulisan, besar tulisan, memberi warna, menambahkan hiasan gambar dll. Selain itu setelah para siswa menginstal aplikasi Spread Sheet di Device mereka (mayoritas HP),mereka bisa mengisinya di manapun dan kapanpun bahkan sesaat setelah mereka melakukan berbagai kegiatan keagamaan. Mereka bisa mengisinya diwaktu-waktu santai: saat istirahat, sambil menonton TV, berkumpul dengan keluarga, menunggu angkot, menunggu teman, dan lain-lain. Aplikasi Google Spread Sheet bisa diakses dimanapun, tetapi harus online agar data langsung tersimpan.
PEMBELAJARAN yang saya temukan adalah suatu strategi yang mempermudah para siswa untuk melaporkan praktek âketerampilan beragamaâ, yaitu aplikasi Google Spread Sheet, dengan meminimalisir kendala yang ada. Perkembangan masing-masing siswa dari bulan ke bulanpun dapat saya pantau dari aplikasi ini. Respon dari para siswapun sangat baik. Dari 47 responden (kelas 8 dan 9),89,4% siswa menyetujui jika aplikasi GSS memudahkan mereka dalam melaporkan/mengisi kegiatan keagamaan; 91,5% mengungkapkan bahwa aplikasi GSS ini lebih efektif digunakan; dan 85,1% suka mengisi kalender kegiatan keagamaan menggunakan aplikasi GSS; Kesulitan yang dihadapi adalah 31,9% responden malas menulis, selebihnya karena gadget yang tidak mendukung, kurang menguasai aplikasi, gangguan jaringan dan lupa. Dengan menggunakan aplikasi ini para siswa mengungkapkan: mengisi lebih mudah, lebih efektif, menguasai teknologi (GSS),bisa diedit, mengisi lebih cepat, sederhana, tulisannya lebih rapih dan enak dilihat, kreatifitas bertambah, menghemat ruang penyimpanan, dan tidak repot. Lebih dari itu ternyata praktek pembelajaran ini membawa dampak positif bagi para siswa: lebih rajin beribadah, membantu orangtua, disiplin, hidup keagamaan lebih baik, lebih dekat dengan Tuhan dan berbuat baik terhadap sesama. Begitupun dengan orangtua yang menyambut baik. Dari 26 responden, 69,3% mengungkapkan strategi dalam âketerampilan beragamaâ ini sangat bermanfaat dan 30,7% mengungkapkan cukup bermanfaat. Orangtua merasakan dampak positif dari âketerampilan beragamaâ yang dituangkan dalam kalender kegiatan keagamaan ini: siswa lebih rajin dalam berdoa dan beribadah termasuk kegiatan di lingkungan; melakukan hal baik/hal positif (seperti membantu orangtua dan anggota keluarga); disiplin; mandiri; bertanggungjawab; memanfaatkan teknologi untuk hal-hal yang baik; meningkatkan relasi dengan Allah; memberikan contoh yang baik untuk orangtua, saudara dan orang di lingkungan; menjalin komunikasi orangtua dan anak (akrab); lebih menghargai dan mencintai keluarga; pekerjaan orangtua di rumah menjadi lebih ringan. Sebagai seorang guru tidak ada kata yang paling membahagiakan selain murid-muridnya bertumbuh dan berkembang dalam kebaikan dan kebenaran. Hal ini tidak mudah. Ketika mendampingi siswa agar dapat menggunakan aplikasi inipun tidak cukup dalam waktu satu dua hari. Saya harus rajin, tekun dan bersedia meluangkan waktu untuk para siswa. Banyak siswa yang mungkin tidak terlalu pandai dalam hal mata pelajaran matematika, IPA, bahasa Inggris atau mata pelajaran yang lain, tetapi saat mereka bertumbuh dan berkembang dalam iman, semakin mencintai Allah dan sesama bagi saya itu luar biasa, terlebih di masa pandemi covid-19 ini. Aplikasi ini sangat membantu saya dalam memantau praktek âketerampilan beragamaâ, di samping itu juga bagaimana dengan âkemerdekaannyaâ para siswa dapat mengatur agenda hariannya sendiri dan memberdayakan konteks dari pengetahuan yang telah diperoleh, menjadi pribadi yang untuh dan seimbang.
Terlebih di masa pandemi ini semoga mereka teguh dalam iman, dengan tetap melakukan berbagai keterampilan beragama. Sebagai remaja yang beriman mereka datang pada Tuhannya masing-masing dan tidak mengandalkan hal-hal yang lain.
Sekian sharing saya, semoga bermanfaatâ¦
Salam Guru Inovatif