Oleh : Sri Suprapti, Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 8 Surakarta
Bahasa adalah alat yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari, baik bahasa lisan atau pun bahasa tulis. Bahasa Jawa merupakan bahasa yang utamanya dituturkan oleh penduduk bersuku Jawa yang berada di wilayah bagian tengah dan timur pulau Jawa. Bahasa Jawa menjadi salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang terkenal akan keberagaman suku serta budayanya.
Perlu diketahui bahwa Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang dituturkan oleh masyarakat di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selan itu Bahasa Jawa juga dituturkan oleh sebagian penduduk di wilayah pesisir Karawang, Subang, Cirebon, Indramayu, dan Banten.
Dikutip dari lama Wikipedia, bahwa bahasa daerah atau bahasa regional adalah bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah negara berdaulat, yatu di suatu daerah kecil negara bagian federal, provinsi, atau teritori yang lebih luas. Bahasa Jawa menjadi bahasa daerha dengan penutur terbanyak di Indonesia.
Ada salah satu kosakata bahasa Jawa yang mungkin masih terdengar asing dan membuat bingung untuk mengetahui arti atau makna dari sebuah kalimat secara utuh. Dalam bahasa Jawa ada kata “Pepacuh”, tahukah anda, apa artinya?. Arti kata “Pepacuh” Bahasa Jawa dalam Bahasa Indonesia ( Jawa – Indonesia ),berasal dari bahasa Jawa yang artinya adalah larangan. Arti larangan di KBBI adalah: perintah (aturan) yang melarang suatu perbuatan.
Penulis teringat ketika masih kecil, Orang Tua selalu mengajarkan kepada kami sebagai anak-anaknya menggunakan bahasa Jawa. Namun tidak semua kata bisa dipahami oleh anaknya, seperti kata pepacuh. Orang Tua dengan penuh kesabaran menyampaikan bahwa pepacuh itu merupakan larangan. Larangan itu artinya tidak boleh dilakukan. Pokoknya sampai anak paham dan mengerti maksudnya.
Yang paling berkesan adalah ketika menyampaikan arti kata pepacuh, sampai sekarang masih melekat di dalam hati. Sebetulnya tidak hanya pepacuh saja, namun ada hubungannya dengan Tuhan. Penulis merasa beruntung mempunyai Orang Tua yang njawani, selalu mengajarkan anaknya dengan tradisi dan budaya Jawa. Pendidikan karakter yang ada dalam tradisi dan budaya Jawa sangat bermanfaat bagi orang banyak.
Dalam kehidupan sehari-hari, perasaan / hati manusia itu ibaratnya seperti bunga, bisa mekar dan kuncup ( megar – mingkup). Apabila sedang mekar itu menumbuhkan rasa seneng, namun kalau sedang mingkup itu artinya sedang susah atau marah. Yang menyebabkan perasaan senang dan susah itu beraneka macam sebab, seperti tumbuhnya rambut, tidak terhitung.
Perasaan yang muncul itu bisa dirasakan di dalam badan ( lahir ) dan jiwa (batin ). Perasaan yang muncul dalam badan biasanya merupakn suatu penyakit dan kekurangan sandang, pangan, papan. Sedangakan yang dirasakan oleh batin inilah yang selalu disampaikan oleh Orang Tua kepada anak-anaknya, sampai akhir hayat. Apakah itu?
Perasaan kecewa dan susah. Ke dua hal tersebut usahakan untuk tidak terlalu berlebihan. Karena akan menambah kecewa dan susah. Misalnya kecewa karena ditinggal suami / kekasih. Agar tidak terlalu berlebihan, karena semuanya itu Allah yang mengatur. Pasrahkan saja semuanya kepada Allah, hati akan aman, nyaman, dan tenang.
Perasaan susah juga banyak sekali contohnya, cita-cita tidak tercapai, diperlakukan semena-mena, difitnah, diremehkan, perjodohan tidak bisa baik, tidak bisa lulus ujian, kehilangan harta benda, tidak kuat menahan perasaan, kehilangan keluarga yang sangat disayangi, merasa tertekan jiwanya, anak perempuannya gagal tunangan, dll.
Perlu diketahui bahwa sakitnya badan bisa diusahakan dengan mencari obat ke Dokter ( lahir dan batin ). Sedangkan sakitnya hati, yang bisa menyembuhkan hanya dirinya sendiri. Bagaimana caranya? Dengan melakukan ibadah sesuai dengan agama / keyakinan masing- masing dan menjauhkan pepacuh “larangan”.
Untuk bisa terhindar dari perasaan susah / sedih dalam hati, maka sebagai manusia yang beriman, hati harus diisi dengan dasar percaya dengan adanya Allah. Masuk ke agama yang dianutnya dengan tulus. Melakukan perintah agama dan menjauhi pepacuh “laranganNya”. Bersungguh-sungguh mempunyai watak Pancasila, banyak bersedekah / membantu orang lain, menahan hawa nafsu untuk menuju suatu perbuatan yang tidak baik.
Apabila perbuatan tersebut diumpamakan angkat junjung, berat sekali. Kalau diumpamakan jamu pahit rasanya namun bisa membuat badan sehat jauh dari penyakit yang membuat senang, tenteram, dan bahagia. Oleh karena itu untuk meyakinkan batin, agar kita bisa menghindari pepacuh “larangan”, maka kita harus hidup dengan penuh kesabaran, keikhlasan, narima ing pandum, eling lan waspada. Agar tidak terkena kesusahan dan kekecewaan, dengan cara menghindari / menjauhi pepacuh!