Jejak Guru Penggerak - Guruinovatif.id

Diterbitkan 09 Mei 2022

Jejak Guru Penggerak

 

Cerita Guru

SUDOMO, S.Pt.

Kunjungi Profile
2763x
Bagikan

 

"Apakah saya layak menjadi seorang guru?"

Sebuah pertanyaan singkat yang membutuhkan waktu panjang menemukan jawaban. Terlebih dengan banyaknya kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki. Terlahir sebagai seorang laki-laki yang 'berbeda' membuat kurang percaya diri. Banyak cemoohan sepanjang perjalanan kehidupan. Perundungan demi perundungan atas kekurangan adalah pengalaman menyakitkan. Tidak perlu pembuktian, cukup berupaya terbaik yang mampu dilakukan.

Guru Sebaya

Jujur saja menjadi seorang guru sebenarnya bukanlah cita-cita diri. Namun, tanpa disadari kebiasaan mengajar telah mengakar sejak usia 11 tahun. Tepatnya tahun 1986 saat duduk di kelas 6 SD. Sebagai murid yang memiliki kemampuan lebih secara akademik, saya menjadi panutan bagi teman kelompok belajar. Dalam kelompok belajar, saya seringkali memandu dan membantu teman yang kesulitan belajar. Terutama dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.

Kebiasaan ini terhenti sejak SMP hingga SMA. Hasrat mengajar kembali menggelora saat duduk di bangku kuliah. Menerima beberapa les privat adalah salah satu upaya menjaga kecintaan terhadap dunia pendidikan. Selepas kuliah aktivitas mengajar membuat ketagihan. Tanpa berpikir panjang langsung menerima saat ada tawaran mengajar di sebuah sekolah swasta.

Guru Honorer

Tepatnya setahun setelah lulus dari Universitas Diponegoro, tepatnya bulan Agustus 1998, saat memutuskan ikut merantau bersama kakak sulung ke Lombok, mengabdikan ilmu pun menjadi pilihan. Status sebagai guru honorer pun disandang. Meskipun latar belakang non kependidikan, tetapi kecintaan tidak berkurang. Berbekal gelar Sarjana Peternakan mengajar mata pelajaran rumpun IPA SMA bukanlah sebuah kesulitan. Kesungguhan mencintai profesi yang tidak linier dengan program studi mengantarkan diri di gerbang kampus baru, Universitas Mataram. Tepatnya tahun 2002, Akta IV Kependidikan pun berhasil diraih.

Selama mengajar banyak hal telah ditorehkan. Pengimbasan pemanfaatan komputer kepada sejawat adalah salah satunya. Termasuk yang lainnya adalah membiasakan diri dan murid untuk menulis di majalah dinding.

Namun, pada tahun 2004 dengan terpaksa profesi mengajar terhenti karena tidak ada lagi kelas siang. Mengajar pun tidak bisa lagi dijadikan sambilan. Hal ini karena sejak tahun 2002 telah diangkat sebagai staf pelaksana sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melalui serangkaian seleksi ketat. Selama bergelut di dunia LSM mengajar anak-anak masih berjalan. Menguatkan tentang hak-hak dan perlindungan anak adalah topik utama pembelajaran.

Guru PNS

Doa dan usaha mulai dijalankan untuk menjemput hasil. Pada tahun 2005 mencoba mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil. Pilihan jatuh pada kabupaten Lombok Barat yang menyediakan formasi Sarjana S1 Non Kependidikan Akta IV untuk guru mata pelajaran.

Berbekal keyakinan, lamaran untuk jurusan guru mata pelajaran Fisika SMP pun diajukan. Harapannya karena minimnya persaingan. Namun, takdir berkehendak lain. Dalam lembar pengumuman kelulusan seleksi administrasi, tertulis jurusan Biologi di sebelah nama Sudomo, S.Pt., nama saya. Sekilas mata memandang, saingan jauh lebih banyak dibandingkan jurusan Fisika. Bahkan saat mengikuti tes, posisi duduk saya tepat di batas atap dua terpal. Kursi plastik pun basah oleh embun dan saat siang panas oleh sinar matahari yang mencuri masuk. Ditambah lagi kursi duduk saya hanya berisikan identitas tanpa foto diri. Sayup terdengar gunjingan bahwa saya adalah titipan. Apakah lantas saya menyerah? Tentu tidak. Saya justru semakin giat berusaha menyelesaikan soal demi soal.

Tepatnya bulan November 2005, air mata menjadi saksi saat tertulis nama di koran berita lokal. Sujud syukur menjadi awal perjalanan panjang sebuah pengabdian di tengah hambatan. Benar saja. Hambatan perjalanan dimulai ketika pada bulan Desember 2005 disahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Tepat empat bulan sebelum saya menerima Surat Keputusan Pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil tanggal 1 April 2006.

Guru Non Sertifikasi

Sejak tanggal itu pula hingga saat ini saya tidak bisa mendapatkan sertifikat pendidik. Bahkan setelah 16 tahun mengabdi pun tetap tidak bisa diakui sebagai guru profesional. Hal ini karena terkendala linieritas program studi. Lantas apakah saya menyerah? Tentu tidak. Saya justru terpacu mengembangkan kompetensi diri. Salah satunya melalui kompetisi.

Terhitung sejak tahun 2007 pernah menjadi juara 3 menulis puisi jenjang umum tingkat provinsi NTB. Selanjutnya tahun 2010 menjadi juara 1 Desain Pembelajaran Ketahanan Pangan Tingkat Provinsi NTB. Demikian seterusnya hingga saat ini menjadi salah satu juara dalam berbagai kompetisi menulis.

Pengembangan diri sebagai guru yang suka menulis bukan saja pada kompetisi. Melainkan juga melalui penerbitan buku. Beberapa buku solo, duet, dan antologi telah terbit. Baik itu secara indie sejak tahun 2011 hingga saat ini, maupun mayor pada tahun 2017 dan 2018.

Lantas apakah saya berpuas diri? Tentu tidak. Prestasi demi prestasi memacu saya untuk terus bergerak dalam gerbong kemajuan pendidikan. Prestasi demi prestasi memicu saya untuk turut memajukan orang lain. Hingga seiring perjalanan waktu, keinginan belajar terus tumbuh. Di tengah rencana kuliah dengan program studi linier, ada panggilan mengikuti seleksi Pendidikan Guru Penggerak (PGP).

Guru Penggerak

"Apa saya bisa menjadi agen perubahan pendidikan?"

Sebuah tanya kembali muncul saat dinyatakan lolos seleksi PGP Angkatan 2. Pertanyaan yang akhirnya bermuara pada tekad untuk mengikuti pendidikan dengan sebaik-baiknya. Hingga pada saat tahap awal pendidikan bulan April 2021, banyak pertanyaan lain muncul dalam benak saya.

"Untuk apa saya mengikuti pendidikan ini?"

Pada awalnya saya berpikir pendidikan ini akan menyita banyak waktu. Terlebih sembilan bulan mengikuti pendidikan dengan segala bentuk penugasan dan aksi nyata. Saya hanya bisa menjalani apa yang seharusnya dijalani. Materi demi materi melalui berbagai metode dan mode pun diikuti. Seiring waktu jawaban pun tidak lagi semu. Ada keyakinan dengan mengikuti pendidikan akan banyak belajar hal baru. Terutama menyangkut nilai dan peran seorang guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran.

Berangkat dari keyakinan itulah akhirnya kesungguhan belajar pun mulai tumbuh. Benar saja. Koordinasi, kolaborasi, aksi, dan refleksi adalah bagian tak terpisahkan di dalamnya. Paradigma baru dalam proses pembelajaran pun sedikit demi sedikit menunjukkan perubahan. Salah satunya adalah perubahan pola pikir murid sebagai subjek pendidikan, bukan objek. Sepanjang perjalanan berbagai aksi nyata pun telah dilakukan.

Tantangan Guru Penggerak

Namun, tidak ada perjalanan dengan akhir menyenangkan tanpa tantangan. Tantangan demi tantangan pun hadir menguatkan. Bermula dari status sebagai guru non sertifikasi. Sebagai satu-satunya guru yang tidak memiliki sertifikat pendidik, awalnya ada rasa segan untuk mengajak rekan sejawat berkolaborasi. Terlebih sebagai satu-satunya guru yang mengikuti PGP sebuah beban berat di pundak. Namun, beruntung saya bukanlah tipe yang merasa terbebani dengan segala nilai dan peran serta tanggung jawab. Kuncinya adalah ikhlas tergerak, bergerak, dan menggerakkan. Inilah yang menjadi dasar dalam menyusun rencana perubahan kecil di sekolah. 

Pada awalnya hanya sekadar aksi nyata menyesuaikan dengan tugas pendidikan. Dalam perjalanannya akhirnya mendapat banyak dukungan. Terutama dari rekan sejawat yang satu frekuensi. Melalui diskusi informal, beberapa rekan sejawat menyatakan kesediaan untuk mendukung. Sementara masih banyak yang memilih tetap berada di zona nyaman. Tugas berat yang membutuhkan pendekatan personal. Melalui pembuktian karya dan kompetensi yang dimiliki, beberapa rekan sejawat senior perlahan mulai tertarik. Beberapa di antaranya tidak segan untuk belajar bersama. Saya pun berbagi dengan bahagia.

Selain dari rekan sejawat, tantangan lain juga berasal dari sisi murid. Murid yang selama ini terbiasa dijadikan objek pendidikan belum siap untuk menerima perubahan. Langkah sederhana pun dilakukan. Melalui pemberian motivasi belajar untuk meraih keberhasilan adalah salah satunya. Cerita sukses dan praktik baik diri pribadi di kelas, terbukti mampu merangsang murid untuk menjadikan dirinya lebih maju. Murid tidak lagi segan terlibat dalam proses pembelajaran. Hal ini pun memudahkan saya dalam menjadikan murid sebagai subjek pendidikan.

Tantangan bukan saja berasal dari luar, melainkan juga dari dalam diri pribadi. Rasa bosan mengikuti pendidikan secara maraton selama sembilan bulan menjadi momok yang sulit dihindarkan. Meskipun sulit, tetapi bukan berarti tidak bisa untuk dilawan. Strategi pun dipasang untuk menaklukkan kebosanan. Mengalihkan diri dari sementara waktu dari proses pembelajaran ke hal yang disukai adalah pilihan. Saya pun mengalihkan kebosanan dengan menenggelamkan diri menulis di blog pribadi. Untuk menjaga irama belajar, saya mengunggah tulisan ringan terkait pendidikan. Sedikit demi sedikit kebosanan pun tergerus dengan sendirinya.

Aksi Nyata Guru Penggerak

Berbagai tantangan selama pendidikan pun berhasil ditaklukkan. Beberapa aksi nyata berhasil dilakukan. Hasilnya meskipun belum sempurna, tetapi setidaknya menunjukkan perubahan ke arah kemajuan. Salah satunya adalah pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional dalam proses pembelajaran. Contoh lainnya adalah terbangunnya budaya positif kesepakatan kelas. Selain itu juga terciptanya kebiasaan coaching pada sejawat dan murid. Ditambah lagi dengan terselenggaranya pelatihan-pelatihan bagi rekan sejawat dan murid. Selanjutnya adalah terlaksananya program berdampak pada murid. Kemudian aksi nyata lain terbentuknya komunitas praktisi sekolah. Tidak lupa upaya demi terciptanya ekosistem sekolah menyenangkan berpusat pada murid.

 

Sekumpulan Video Aksi Nyata Guru Penggerak

Hingga akhirnya tiba di penghujung pendidikan. Hasil pendidikan akan bersifat sementara tanpa adanya tindak lanjut. Penyusunan rencana tindak lanjut tidak bisa serta merta begitu saja. Membutuhkan proses dan jalan berbeda-beda. Banyak inovasi perubahan ingin dilakukan. Tidak sedikit rencana aksi tindak lanjut akan diselenggarakan. Namun, dalam setahun pertama selepas memperoleh predikat guru penggerak tanggal 19 Januari 2022, beberapa inovasi pun dilaksanakan.

Inovasi Guru Penggerak

Inovasi-inovasi tersebut setelah dikoordinasikan dengan Kepala Sekolah, akhirnya disetujui untuk dijadikan program sekolah. Beberapa inovasi tersebut di antaranya, yaitu literasi berdiferensiasi, jurnal imtak, dan pemanfaatan komputer. Rencana tahun berikutnya adalah pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional, pengembangan komunitas praktisi sekolah, satu guru satu poster, kesepakatan kelas, dan pengembangan pelayanan komunikasi bagi orang tua murid melalui aplikasi website sekolah.

Inovasi program literasi berdiferensiasi didasarkan pada upaya pemenuhan kebutuhan murid terhadap bahan bacaan nonteks pelajaran. Penyediaan bahan bacaan disesuaikan dengan minat dan kebutuhan murid. Bahan bacaan tersebut dikelompokkan di masing-masing kelas. Bahan bacaan nonteks pelajaran yang disediakan meliputi buku cetak dan digital. Jenis buku cetak yang ada, yaitu fiksi dan nonfiksi. Sedangkan jenis buku digital memanfaatkan ruang laboratorium komputer sebagai ruang baca. Ke dalam masing-masing unit diunduh buku bacaan digital bagi murid yang lebih suka membaca digital dibandingkan cetak. Disediakan juga jurnal membaca manual dan digital untuk masing-masing murid sesuai minatnya.

Inovasi program jurnal imtak didasarkan pada kebutuhan murid terhadap peningkatan kemampuan menulis. Berawal dari beberapa kalimat yang merupakan rangkuman ceramah yang disampaikan. Dengan pembiasaan rutin ke depannya murid akan memiliki catatan terkait materi keagamaan yang dapat diubah bentuknya menjadi buku kumpulan ceramah.

Sementara inovasi program pemanfaatan komputer didasarkan pada pengalaman minimnya penguasaan perangkat keras oleh murid saat mengikuti Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Program ini terintegrasi dengan mata pelajaran. Artinya pada waktu tertentu guru memberikan materi pelajaran menggunakan komputer di ruang laboratorium komputer. Guna ketertiban, jadwal pun disusun. Satu orang guru bertanggung jawab terhadap satu kelas yang diampunya. Masing-masing guru diberikan kebebasan mengajarkan pemanfaatan komputer. Ke depannya akan disusun capaian-capaian pembelajaran agar kemampuan murid bisa lebih merata dan siap menghadapi ANBK.

Guru Pemimpin Pembelajaran

Inovasi program lain saat ini baru tahap awal, yaitu Sagusater dan Promosilah. Program Sagusater merupakan kepanjangan dari Satu Guru Satu Poster. Hasil dari program ini adalah setiap guru mampu membuat satu poster sesuai mata pelajaran dalam setahun. Nantinya poster yang telah dibuat akan dicetak dan dipasang di beberapa titik di sekolah. Saat ini program masih tahap pelatihan pembuatan poster pendidikan menggunakan Canva for Education bagi guru dalam komunitas praktisi sekolah.

Sedangkan program Promosilah merupakan akronim dari Pelayanan Informasi Orang Tua Murid Melalui Aplikasi Website Sekolah. Promosilah merupakan program berbasis website sekolah. Dari website sekolah selanjutnya dijadikan versi aplikasi android. Pada tahun pelajaran baru yang akan datang, aplikasi akan disebarkan ke seluruh orang tua murid. Tujuannya agar orang tua murid dapat mengakses informasi di website secara langsung di gawai mereka masing-masing. Selain berisi informasi kegiatan sekolah dalam proses pendidikan, juga memuat tentang program-program terkait kebijakan pemerintah daerah. Dalam setiap artikel kegiatan menyisipkan sumber dana pelaksanaan. Hal ini bermanfaat untuk transparansi pemanfaatan dana di sekolah. Selain itu, juga memuat media dan materi pembelajaran yang bisa dimanfaatkan oleh murid sebagai sumber belajar. Guna menjamin keberlangsungan pembaruan postingan, dibentuk tim kontributor. Masing-masing kontributor berasal dari rekan sejawat di sekolah. Masing-masing kontributor memiliki tugas khusus menangani menu yang ada di website. Ke depannya diharapkan inovasi ini dapat mendukung proses pembelajaran dan pendidikan di sekolah.

Jejak Guru Penggerak

Inovasi-inovasi program ini akan terus dikembangkan dan diperbaiki sesuai hasil refleksi mingguan terhadap pelaksanaan kegiatan. Guna menjamin keberlangsungan dan keberlanjutan program, komunitas praktisi sekolah memegang kendali pelaksanaan untuk selanjutnya dilaporkan kepada kepala sekolah dan dewan guru dalam rapat dinas sekolah. Tujuannya agar inovasi pada akhirnya bisa dipahami sebagai gerakan bersama. Bagaimanapun juga bergerak bersama akan lebih mudah jika dibandingkan bergerak sendirian.

Jejak guru penggerak tidak akan meninggalkan bekas tanpa adanya keinginan kuat melangkah. Langkah pasti seorang pemimpin pembelajaran menuju kemajuan. Kemajuan bersama sebagai sebuah keberhasilan. Keberhasilan bukan untuk dipamerkan, tetapi dibagikan dengan harapan menjadi inspirasi dan motivasi demi kemajuan. Perubahan dalam bentuk inovasi program ini tidak akan berjalan tanpa koordinasi dan kolaborasi dari segenap warga sekolah tercinta, SMP Negeri 3 Lingsar Kabupaten Lombok Barat.

Saya percaya, bahwa melakukan inovasi perubahan adalah sama bagi setiap guru tanpa memandang status kepemilikan sertifikat pendidikan. Tidak memiliki sertifikat pendidik bukanlah halangan untuk bisa menjadi pemimpin pembelajaran. Saya memercayai hal itu. Bagaimana dengan Anda? 

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Terwujud Profil Pelajar Pancasila di Hari Anak Nasional

DONO SETIAWAN

Jul 23, 2022
2 min
“JUMPA BERKAH ( Jumat Pagi Bertaqwa,Infaq dan Sedekah )” PROGRAM yang Berdampak pada Murid

Reni Yunita

Jun 30, 2022
5 min
Pentingnya Digital Leadership Bagi Guru Sekolah Dasar di Era COVIDigital
6 min
Kisah Saya Menjadi Guru Bahasa Jawa

Dra. Sri Suprapti

Apr 11, 2022
4 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar