Menjadi seorang guru bukanlah hal yang mudah semudah kita melafalkan kata âGuruâ, sejak kecil kita bahkan selalu mendengar bahwa guru adalah sosok yang âdigugu dan ditiruâ. Menyandang nama itu menjadi beban tersendiri bagi setiap orang, dimana banyak orang menjadi guru bukanlah cita-cita yang sebenarnya mereka inginkan sejak kecil sehingga ketika gelar ini di sandanya seperti sedang mengemban tugas berat di dalam hari-harinya. Berbeda halnya dengan seorang guru yang memang sudah menjadikannya cita-cita sejak kecil, maka dengan cinta dan keinginan yang kuat di dalam hatinya membuat mereka mampu menghadapi hari-harinya menjadi seorang guru meskipun itu sulit. Akan tetapi, lamanya waktu menjadi guru bukanlah jaminan seorang guru bisa dikatakan sebagai guru profesional atau bukan, guru baik atau bukan melainkan banyak faktor yang menjadi penghalang maupun pendukung agar seorang guru bisa dikatakan guru profesional. Banyak guru yang sudah tua, dengan pangkat dan golongan tinggi, bahkan sudah menyelesaikan pendidikan dengan berbagai gelar, masih juga menemukan banyak kesulitan dalam menghadapi perkembangan peserta didik yang terus memiliki masalah-masalahnya masing-masing.
Hal ini tentunya membuat seorang guru menjadi semakin berpikir keras apa yang sebenarnya peserta didik inginkan dari seorang guru, hingga sampai di sebuah pemikiran bahwa âGuru Artisnya Siswaâ sehingga untuk mewujudkan istilah ini bahwa untuk menjadi guru maka beberapa hal ini harus terpenuhi:
1. Guru adalah aktor yang selalu dinantikan hal barunya bagi siswa dan harus tampil di depan nya dengan berbagai kepiawaiannya memerankan aktornya. Tidak peduli apakah guru sedang dalam keadaan bahagia, atau keadaan sedih yang siswa guru inginkan adalah guru yang selalu tampil bahagia, ceria dan terus menyapanya dengan ramah ketika guru berada di hadapan mereka. Guru bahkan tidak memiliki kesempatan untuk larut dalam kesedihan atau kisah guru sendiri kita harus terus berdiri tegap menyambut hari-hari bersama siswa kita di sekolah.
Guru harus mampu membuat ruang di dalam otaknya dan membaginya disetiap ruang itu agar dapat menempatkan segala hal sesuai pada tempatnya, dengan begitu guru bisa tampil fleksibel meletakan fokusnya kapan harus menggunakan kecepatan dan kapan harus menggunakan trik-trik untuk menarik perhatian dan memberi perhatian pada peserta didiknya. Kemampuan inilah yang dimaksud bahwa guru ini sudah menuju titik keprofesionalan dalam menjadi seorang guru dan sebagai aktor terbaik di dalam hidupnya.
2. Manusia serba bisa, yang kedua seorang guru dipandang sebagai manusia yang multi talenta dan selalu dituntut serba bisa dalam segala aspek kehidupan, tidak peduli apakah seorang guru pernah mengenyam pendidikan bidang agama secara fasih atau tidak, pernah sekolah di umum atau di pesantren semua itu bukanlah alasan melainkan siswa selalu menganggap bahwa guru mereka adalah orang pintar yang menguasai segala hal sehingga dengan harapan yang tinggi dalam diri mereka, tak jarang memberikan tekanan batin bagi guru untuk terus belajar dan memupuk kompetensi diri guna memenuhi keinginan siswanya. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi kondisi psikologi dan fisik dari seorang guru. Tak jarang siswa sering menanyakan tentang mata pelajaran yang tidak kita kuasai secara sempurna, atau bahkan terkadang dalam momen tertentu siswa juga memandang kita guru yang pandai dalam hal agama dilihat dari penampilan kita dan masih banyak lagi contoh dalam kehidupan nyata di sekolah setiap harinya. Dengan alasan inilah maka guru dituntut terus belajar sekalipun guru sudah disebut seorang guru, guru juga harus meng update kemampuan di berbagai bidang keahlian yang mungkin tidak disukai guna menambah talenta dan mengikuti perkembangan zaman tentunya. Misalnya pada abad 20-an seperti saat ini tidak ada alasan bagi guru untuk memiliki kemampuan yang tinggi di bidang IT dengan begitu guru memiliki wawasan yang bisa digunakan dalam memberikan gambaran pendidikan di era milenial pada siswanya, atau dapat juga menggunakan kemampuan ini untuk memodifikasi metode-metode pembelajaran di kelasnya agar lebih menarik dan inovatif.
3. Yang ketiga ini yang terpenting dari menjadi guru, dimana guru dianggap sebagai dokter psikiaternya siswa. Bagaimana pendapat Anda? Terkadang dilihat dari sisi mudahnya seorang guru dianggap sebagai pekerjaan termudah oleh sebagian banyak orang, kenapa hal demikian dapat terjadi dikarenakan dilihat dari sisi tempat, waktu, dan kostum yang dikenakan oleh guru. Dilihat tempatnya yang berada nyaman di bawah gedung bahkan terkadang terdapat fasilitas AC dan lainnya guru tampak sebagai profesi ternyaman. Kedua waktu jam operasional atau jam kerjanya yang tidak sampai 15 jam dianggap guru juga profesi tersantai dimana guru bisa membuat jadwal mengajarnya sesuai kebutuhan dan menentukan waktunya dengan baik. Ketiga penampilan guru yang rapi dan fleksibel guru juga tampak seperti pegawai yang mudah dan santai di hari â harinya. Dari semua sisi baik tersebut bahkan penonton melewatkan masa dimana proses menjalani ketiga hal tersebut guru bahkan harus siap siaga secara fisik maupun mental menghadapi makhluk hidup yaitu siswa dengan berbagai karakternya ketika di sekolah, setiap hari guru harus mempelajari mood siswa agar dapat menyampaikan materi di kelas dengan sempurna, guru harus pandai memilih metode pengajaran yang tepat, guru juga dituntut berpenampilan yang sesuai dengan aturan-aturan tertentu. Kesiapan jiwa menghadapi temperamen setiap siswa setiap harinya menuntut guru agar menjadi psikiater yang baik bagi ratusan siswa yang dihadapinya setiap hari, dengan beban mengajar yang banyak dan pemenuhan kelengkapan administrasi sebagai guru sudah menguras energi tidak bisa dijadikan alasan untuk seorang guru lari dari proses psikiater melainkan guru juga harus memiliki jiwa yang kokoh untuk membangun karakter siswa yang baik.
4. Kemampuan guru yang selanjutnya adalah guru dianggap sebagai âPengabul Permintaanâ. Dari istilah ini dapat disimpulkan bahwa sosok guru haruslah mampu memberikan apa yang peserta didik inginkan yang tentunya hal itu adalah hal yang paling diinginkan oleh siswa maupun orang tuannya. Setiap orang tua selalu berfikir satu-satunya tempat mewujudkan keinginan mereka adalah membuat anaknya pintar di sekolah sehingga mereka bisa mencetak apapun yang mereka inginkan setelah anak mereka tamat dari sekolah. Misalnya, orang tua selalu menginginkan anaknya pandai membaca dan menulis setelah tamat dari PAUD tidak peduli bagaimana prosesnya, atau orang tua yang selalu berharap agar anaknya pandai mengaji atau menjadi juara olimpiade dan lainnya di saat di sekolahnya tanpa memperdulikan bagaimana prosesnya, apakah anak mereka mengikuti dengan baik, apakah guru dapat mendidik dengan mudah atau tidak tetapi mereka hanya menginginkan hasil akhir. Berbanding terbalik dengan siswa yang menganggap sekolah adalah tempat pelarian dari serentetan kesibukan dirumah, atau hanya untuk mendapatkan uang saku dari rutinitasnya tidak peduli dengan keinginan orang tua nya yang besar, disinilah tugas berat sebagai seorang guru untuk menyatukan visi dan misi agar program pembelajaran dan pendidikan dapat berjalan dan menghasilkan harapan yang diinginkan.
Penyunting: Luqmanul Hakim