Kisah bermula di tahun 2008 dimana saya sebagai lulusan sarjana perikanan terombang ambing akan keputusan orang tua. Cita-cita ingin menjadi dosen dan melanjutkan kuliah di Jepang harus pupus, saat mereka “mewajibkan” saya untuk pulang ke kampung halaman, menjadi wirausaha atau PNS.
Sebut saja, saya ingin berbakti kepada kedua orang tua saya. Selain sebagai anak pertama dan sebagai anak perempuan dimana “anak mbarep wadon” harus bisa memberikan teladan atau panutan untuk adik-adiknya. Usaha untuk membuat saya betah berada dirumah adalah membuatkan beberapa petak kolam untuk dijadikan lahan awal bisnis saya dibidang budidaya perikanan. Usaha saya jalani, sambil mencari relasi untuk berbisnis saya juga menawarkan diri untuk menjadi “Nara sumber” di berbagai acara pembudidaya ikan yang diadakan oleh Dinas Perikanan. Dengan kegiatan seperti ini, saya merasa lebih baik dan merasa berarti telah berbagi ilmu untuk mereka.
Saat ada perekrutan CPNS tahun 2008 saya memberanikan diri untuk mendaftar dan pilihan saya jatuh pada guru perikanan di salah satu kota seberang, jarak kurang lebih 80km dari kota asal. Impian menjadi seorang dosen pupus, semoga dengan mendaftar CPNS sebagai guru perikanan terwujud. Sekali lagi, mendaftar CPNS di kota seberang adalah impian yang bertolak belakang dengan impian orang tua. Rasanya seperti uji nyali, menjalankan tes CPNS tanpa restu orang tua dan tekad bulat saya untuk meraih impian menjadi seorang pengajar (pemikiran saat itu, dosen dan guru adalah sama).
Hasil CPNS yang diumumkan secara serentak, akhirnya memberikan jawaban yang terbaik, saya lolos CPNS menjadi guru perikanan dikota seberang. Uji nyali belum usai, ternyata orang tua tetap saja tidak menunjukkan aura bahagianya. Saat itu, sy bahagia sendiri dan bersyukur dalam hati, walaupun hati berkecamuk harus mengecewakan kedua orang tua saya. Karena harus berjauhan lagi dan kehilangan untuk sementara waktu. Sedih bukan? Tapi, rayuan yang baik dan menghibur, akhirnya berhasil mendapat restu untuk mengabdi sebagai pengajar SMK perikanan dikota seberang.
Perjalanan menjadi seorang guru SMK perikanan tahun 2009 dimulai. Pertama, saya mendapat "sambutan" dari beberapa guru senior bahwa anak perikanan sulit untuk diatur, dan belum pernah mendengar segudang prestasi dari jurusan perikanan. Baiklah, saya tidak akan mudah percaya sebelum menyaksikannya sendiri.
Tidak mudah mendalami karakter siswa, kecuali kita harus berbicara dengan hati. Saya dihadapkan dengan beberapa karakter siswa yang kebetulan saat itu completed permasalahannya. 70% adalah tanpa dampingan orang tua (menjadi TKI/TKW) dan broken home (perceraian orang tua). Bermula para guru dan jurusan lain berpikir jurusan perikanan ecek-ecek, ga keren, ga bla bla. Saat itu saya bertekad akan menjadikan jurusan ini menjadi jurusan favorit sepanjang massa.
Pertama, yang saya lakukan adalah menjadikan pelajaran perikanan full praktek di lapangan. Tidak hanya membudidayakan ikan saja, namun membuat karya inovasi yang belum terpublish sebelumnya. Bermula dengan membuat Extracuriculer Preneurclass, yaitu kelas kewirausahaan dan kreatifitas siswa menghasilkan pundi-pundi rupiah di bidangnya, yaitu budidaya perikanan. Dan, harapan kedepannya para siswa juga lebih semangat lagi bersekolah dan berlatih berwirausaha.
Kedua, preneurclass menjadi kegiatan utama di luar jam belajar mengajar di kelas. Hasil panen kemudian dijual oleh siswa baik secara online maupun offline. Laba menjadi milik mereka, modal dikembalikan ke farm untuk dijadikan modal kembali. Tentunya hal ini dikelola oleh manajerial siswa yang sudah dipilih bersama. Seminggu sekali hasil dibagi dan dijadikan “moodboster” siswa untuk terus belajar dan aktif bersekolah. Berhasil dan mereka lolos UN SMK 100% tanpa syarat. Bahkan 2 anak dari siswa perikanan memperoleh nilai tertinggi disekolah dan SMK se kabupaten Ponorogo. Fantastis bukan? kami menyebut mereka generasi emas.
Ketiga, menyalakan semangat siswa untuk berpikir sebelum bertindak. Menghasilkan uang sudah dan tidak lupa membuat karya atau kretifitas. Mengapa harus berpikir sebelum bertindak? Karena, jika sdh dewasa kelak kita tidak berpikiran bahwa bekerja ikut orang lain itu kesalahan terbesar. Dengan berwirausaha sekecil apapun, kita adalah bos-nya. Didalam preneurclass, juga dituntut untuk membuat Kreatifitas. Tentunya hasil kreativitas ini akan dijual dan bernilai rupiah.