Penerapan Kurikulum Merdeka menuntut guru Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki profesionalisme yang lebih tinggi, terutama dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebutuhan belajar peserta didik. Pada saat yang sama, pendidikan Islam di Indonesia masih menghadapi problematika mendasar berupa dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum. Guru tidak hanya dituntut menguasai materi keagamaan, tetapi juga mampu menghubungkan nilai-nilai Islam dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan peserta didik di era modern. Kondisi ini menciptakan pandangan bahwa pendidikan Islam hanya fokus pada aspek spiritual tanpa relevansi dengan ilmu-ilmu praktis yang dibutuhkan di dunia kerja (Nurhidaya, M., 2025). Di sisi lain, perubahan kurikulum di Indonesia dari Kurikulum 2013 revisi ke Kurikulum Merdeka bertujuan untuk mengejar ketertinggalan pembelajaran yang disebabkan oleh Covid-19 serta memberikan ruang bagi peserta didik untuk memilih pembelajaran sesuai dengan minat mereka (Setiawan, S. A., 2024).
Tantangan profesionalisme guru PAI dalam Kurikulum Merdeka tidak dapat dipahami sebagai persoalan teknis, tetapi sebagai dampak dari berbagai faktor struktural dan historis yang saling terkait. Dalam proses pembelajaran, guru PAI dituntut untuk mampu memanfaatkan teknologi sebagai alat bantu pembelajaran yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses belajar-mengajar. Namun, penerapan teknologi dalam pembelajaran juga menghadirkan tantangan tersendiri. Sebagian guru masih mengalami hambatan dalam memahami dan mengimplementasikan teknologi pendidikan secara optimal. Selain itu, keterbatasan infrastruktur dan fasilitas teknologi di beberapa daerah juga menjadi hambatan yang perlu diatasi (Susanto, H.,dkk, 2024). Oleh karena itu, penting untuk menganalisis beragam tantangan yang dihadapi guru PAI dalam era Kurikulum Merdeka untuk memahami dampaknya terhadap mutu pendidikan Islam di sekolah.
Tantangan lain yang bersifat struktural adalah guru dituntut harus menjadi mentor, fasilitator atau pelatih yang aktif dalam kegiatan pembelajaran berbasis proyek tetapi minimnya pemerataan fasilitas dari sekolah yang belum sepenuhnya mendukung inovasi. Secara substansi, Kurikulum Merdeka memiliki sejumlah kesamaan dengan Kurikulum 2013, namun menggunakan terminologi yang diperbarui untuk menegaskan orientasi pembelajaran yang lebih fleksibel.
Minimnya kolaborasi antar lembaga dan kurangnya sistem pendampingan berkelanjutan membuat guru PAI bekerja sendiri tanpa bimbingan akademik yang memadai. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi guru PAI tidak hanya berkaitan dengan aspek kompetensi individu, tetapi juga dipengaruhi oleh ekosistem pendidikan Islam yang belum sepenuhnya adaptif terhadap dinamika perubahan. Selain itu, berbagai tantangan tersebut berdampak langsung terhadap kualitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah (Renaldi, dkk, 2024).
Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, diperlukan langkah-langkah strategis sebagai berikut:
Perlu diadakan pelatihan dan pengembangan SDM untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan guru.
Reformasi Kurikulum dengan mengintegrasikan pendidikan Islam dengan keterampilan hidup dan teknologi yang menghasilkan lulusan lebih siap dalam menghadapi tantangan di dunia profesional.
Integrasi teknologi dalam pembelajaran dengan menggunakan media digital, pembelajaran daring, dan aplikasi pembelajaran modern dapat meningkatkan minat belajar siswa dan menciptakan pengalaman belajar yang lebih interaktif.
Membangun kolaborasi dan kerjasama dengan berbagai pihak yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan Islam. Kerjasama ini dapat membantu dalam pengembangan program pelatihan, penyediaan sumber daya, dan peningkatan fasilitas pendidikan.
Dengan berbagai solusi tersebut, tantangan profesionalisme yang dihadapi guru Pendidikan Islam di era Kurikulum Merdeka dapat diatasi secara bertahap. Diharapkan lembaga pendidikan Islam tidak hanya mampu mencetak generasi yang cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki karakter yang kuat, berbudi pekerti luhur, dan siap menghadapi tantangan global. Dengan demikian, Pendidikan Islam dapat terus berperan sebagai pilar utama dalam membentuk masyarakat yang beradab dan berintegritas di era modern ini (Hidayah, N., dkk, 2024).
Penyunting: Putra