Saya Bangga Menjadi Guru - Guruinovatif.id

Diterbitkan 21 Apr 2022

Saya Bangga Menjadi Guru

Di tahun 1991 saat saya duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK) saya memiliki dua orang guru perempuan yang sangat saya segani, kagumi, dan tentu saja menginspirasi. Beliau sudah termasuk lanjut usia. Ibu Endang, guru sekaligus kepala sekolah TK dengan kondisi penglihatan yang tidak normal, setiap pagi begitu semangat berjalan menuju sekolah yang jaraknya lumayan. Sedangkan Ibu Warni tak kenal lelah mengayuh sepedanya menuju sekolah demi kami. Saya dan teman-teman selalu rebutan untuk duluan bersalaman mencium tangan beliau tiap kali keduanya tiba di sekolah.

Cerita Guru

Wahyu Sulistiyaningsih, S.Pd.

Kunjungi Profile
2535x
Bagikan

Di tahun 1991 saat saya duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK) saya memiliki dua orang guru perempuan yang sangat saya segani, kagumi, dan tentu saja menginspirasi. Beliau sudah termasuk lanjut usia. Ibu Endang, guru sekaligus kepala sekolah TK dengan kondisi penglihatan yang tidak normal, setiap pagi begitu semangat berjalan menuju sekolah yang jaraknya lumayan. Sedangkan Ibu Warni tak kenal lelah mengayuh sepedanya menuju sekolah demi kami. Saya dan teman-teman selalu rebutan untuk duluan bersalaman mencium tangan beliau tiap kali keduanya tiba di sekolah.

Saya melihat sosok keduanya seakan tidak pernah mengeluh, adanya hanya sabar sabar sabar dan sabar. Banyak teman-teman yang bertengkar, dinasehati perlahan. Ada teman-teman yang pipis sembarangan, ditanggapi dengan penuh perhatian. Ada teman-teman yang nangis, dipeluk dengan penuh kehangatan. Membuat saya yang baru berusia 6 tahun merasa begitu nyaman.

Suatu hari pembelajaran tentang cita-cita, ibu guru bertanya pada semua siswa tentang apa yang menjadi impian di masa depan. Satu per satu menjawab "polisi bu guru", "jadi dokter", "ingin menjadi sopir pesawat" dan giliran saya bu guru bertanya "Mbak Wahyu besok ketika dewasa ingin menjadi apa?", Dengan perlahan namun tegas saya menjawab "saya ingin menjadi guru seperti Ibu Warni dan Bu Endang". Seketika suasana kelas menjadi hening karena hanya saya satu-satunya siswa yang ingin menjadi guru. Bu guru hanya tersenyum, mengusap rambut saya seraya mengucapkan "semoga Allah ridha".

Lulus TK lanjut ke Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), cita-cita saya masih konsisten. Saya selalu menjadi juara kelas. Namun ketika lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) impian saya mulai goyah. Sebagai siswa SMK saya tidak ingin melanjutkan kuliah dan lebih memilih ingin bekerja saja, agar segera memiliki uang banyak dan memberikannya pada orang tua.

Saya hidup dalam keluarga sederhana, dari seorang ibu yang bekerja sebagai penjual kantin sekolah dan bapak saya sebagai tukang kebun di sekolah yang sama. Sejak kecil, setiap pukul 05.00 saya dan adik saya sudah ikut berangkat bapak ibu ke kantin sekolah dengan naik bronjong yang ditempatkan di belakang sepeda onthel. Bapak Ibu mengayuh hingga tempat kerja. Dan setelah sampai, persiapan segala dagangan san bersih-bersih. Saya dan adik saya juga membantu sebisanya, tidak pernah ada rasa malu dalam diri kami karena bapak ibu melakukan demikian juga demi kami.

Ketika bapak ibu mengetahui saya yang cenderung memilih bekerja daripada melanjutkan kuliah, beliau sedikit kecewa sembari berkata "Ndhuk, kowe arep kerja apa? kuliah dhisik wae, paling ora yen kuliah besok anggone nyambut gawe yaa oleh gaweyan sing rada alus. Kowe aja nganti ngasakne nyambut gawe kaya bapak ibumu iki" (Nak, kamu mau bekerja apa? kuliah saja dulu, paling tidak kalau kuliah besok ketika bekerja juga memperoleh pekerjaan yang lebih mapan. Kamu jangan sampai merasakan bekerja seperti bapak dan ibumu ini). Mendengar hal tersebut, saya tidak berfikir panjang, lantas mengiyakan keinganan beliau. Saya yakin, Allah akan ridha apabila bapak ibu ridha dan saya pun yakin bapak ibu melakukan demikian demi kebaikan saya.

Dengan niat bismillah saya mendaftar, mengikuti tes tulis, dan menunggu pengumuman diterima. Sedikit pesimis karena saya lulusan SMK dan ketika tes begitu banyak mata pelajaran (mapel) yang tidak saya temui ketika sekolah. Menjelang pengumuman, saya berdoa "Allah, saya tidak menuntut harus diterima di prodi yang saya inginkan, saya pasrahkan kepada Engkau bahwasanya saya yakin di prodi apapun nantinya saya diterima, itulah yang terbaik untuk saya menurut Engkau. Saya yakin Engkau Maha pemberi takdir terbaik." Alhamdulillaah saya diterima di prodi Pendidikan Bahasa Jawa. Saya jalani, saya tekuni, saya nikmati, hingga di saat 3tahun 11bulan saya kuliah, saya dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude. Saat itu saya menjadi lulusan pertama di prodi saya (yang notabenya juga jurusan baru/angkatan pertama).

Bulan Mei 2015 saya diterima untuk mengajar di SMK tempat saya kuliah dahulu. Saya menjalani peran baru menjadi seorang guru. Menghadapi para siswa dengan berbagai karakter ternyata menjadi tantangan tersendiri. Namun prinsip saya yakni, tidak semata-mata siswa harus belajar dari saya. Justru saya lebih banyak belajar dari para siswa. Menangani, mendampingi, mengarahkan mereka dengan segala problematikanya, semakin menjadikan saya berproses untuk menjadi lebih dewasa.

Menjadi tantangan tambahan, ketika saya harus mengajarkan mata pelajaran bahasa jawa, mapel yang menjadi momok para siswa serta menurut survei banyak siswa yang tidak menyukainya. Berbekal hal tersebut, target utama saya tidak menuntut siswa untuk mampu menguasai materi-materi bahasa jawa. Langkah pertama yang saya lakukan yakni menciptakan konsidi pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan. Saya mengajar dengan hati, saya lebih memilih masuk ke dunia siswa, daripada memaksa siswa masuk ke dunia saya. Saya mencoba membaur, mencari informasi update, atau apapun yang sekiranya dekat dengan siswa. Intinya bagaiamana cara membuat para siswa tidak bosan terlebih dahulu dan perlahan nyaman terhadap pembelajaran bahasa jawa. Setelah itu barulah perlahan pula saya memasukkan materi-materi yang harus mereka capai.


Bercermin dari guru-guru saya ketika sekolah, terutama bu guru di saat masih TK, saya berusaha menjadi guru yang tidak mudah marah, meski ada siswa yang berulah bagaimanapun juga, saya tidak langsung marah dan membentak. Justru seringkali perilaku siswa bisa saya manfaatkan untuk menghidupkan suasana kelas. Saya juga bukan tipe guru yang sering memberikan tugas rumah. Saya sangat paham rasanya begitu lelah sekolah dari pagi hingga sore, menuntut mereka konsentrasi sepanjang hari rasanya juga mustahil. Terlebih apabila setiap guru mapel dan setiap hari selalu ada tugas yang harus dikerjakan. Hal tersebut saya rasa menberatkan, karena tidak semua siswa terlahir dari keluarga berada yang pulang sekolah bisa langsung istirahat dan mengerjakan tugas, ada beberapa siswa yang terpaksa harus membantu orang tua. Dimana selain belajar, membantu orang tua juga termasuk kewajiban. Jadi akan sangat kesulitan apabila harus ada tugas setiap hari. Tidak apa memberikan tugas pada siswa, tapi alangkah baiknya apabila tidak selalu.

Saya bangga menjadi seorang guru, saya selalu senang setiap kali mendengar kabar siswa-siswa yang telah lulus meraih mimpi dan kesuksesannya. Nikmat lain yang saya rasakan dengan menyandang status sebagai guru yakni saya merasa rejekinya begitu berkah. Meski mungkin gaji tidak terlalu banyak, tidak menjadikan kaya, namun pada kenyataannya bisa mencukupi segala kebutuhan. Alhamdulillaah, selaly saya syukuri Allah mengijinkan serta memberikan kesempatan pada saya menjadi seorang guru. Saya pun berharap kelak bila saya telah tiada di dunia, akan tetap ada pahala-pahala mengalir dari apa yang telah saya sampaikan. Insya Allah, aamiin yaa Rabbal'alamiin.

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Guru penggerak adalah langkah awal menjadi pemimpin pembelajaran masa depan

Puji Anisa, S. Pd

Jan 27, 2023
4 min
Nulis Bareng dengan Hati
Menyalakan Cahaya di Tengah Hutan
Catatan Guru Inovatif : Adaptasi di Masa Pandemi

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar