“Apa Kabar Bapak Ibu Guru?”
Kisah ini dimulai saat awal tahun 2022,
Pagi itu, kampung kelahiranku ramai pesona ladang padi, pepohonan rindang menghijau dilereng-lereng bukit, dedaunan basah dan hiasan embun nan indah berselimut kabut. Saya pamit kepada orang tua, meminta doa restu-Nya. Sebelum saya berangkat, diri saya dikasih pesan dari kedua orang tua.
“Bikin bapak bangga, nak” Bapak menatapku tajam. Aku pun mengangguk. Aku tahu maksud tatapan bapak. Ibu mencengkram lenganku, berbisik lembut. “Ibu mengizinkanmu dan jadilah orang yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain”.
Dilereng gunung, bangunan sekolah berdiri, saya mulai menjadi guru demi menghantarkan ilmu. Baju batik, celana hitam licin berpasangan dengan sepatu hitam ku kenakan diawal saya mengajar di sekolah swasta.
Bagi saya mengajar dimanapun “no problem” semua nya itu baik.
Guru sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, pejuang berbagi ilmu, mengabdi untuk kemajuan negeri. Guru adalah ujung tombak pendidikan bangsa.
“Guru iku digugu lan ditiru”
Ketika menjadi guru, saya menanamkan pola hidup sederhana di lingkungan sekolah. Menurut saya, kalau seorang guru memberikan contoh pada anak didiknya tentang kesederhanaan, maka anak didik akan terjaga dari merasa dirinya lebih dari orang lain, tidak senang dengan kemewahan dan mampu mengendalikan diri dari hidup bermewah-mewah khususnya di lingkungan sekolah.
Sederhana adalah suatu keindahan. Mengapa? Karena seseorang yang sederhana akan mudah melepaskan diri dari kesombongan dan lebih mudah merasakan pendiritaan orang lain. Jadi, bagi orang yang merasa penampilannya kurang indah, perindahlah dengan kesederhanaan. Sederhana adalah buah dari kekuatan mengendalikan keinginan.
Menyapa murid setiap hari, melihat kecerian mereka dapat kembali belajar disekolah, kegigihan belajar selalu ditunjukkan oleh murid-murid, sikap usil dan rasa ingin tahu tinggi murid-murid berbaur menjadi satu kesatuan, menjadi alasan bagi saya untuk menjadi guru. Tugas mulia ada di kedua pundak, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencetak kader penerus bangsa yang berakhlak mulia itu menjadi pencapaian seorang guru.
Hari demi hari sudah terlewati
Minggu demi minggu telah berlalu
Bulan demi bulan terjalankan
Hujan, terik matahari, kepanasan, kedinginan, jalan yang terjal ku terjang demi menghantarkan ilmu
Saya insecure,
Siang itu, ditengah terik mentari pada waktu istiwa’, napas berhembus sembari menatap pesona alam ditemani secangkir kopi.
Ketika waktu kecil saya ditanya, “Nak, apa cita-citamu?”, Saya pun terdiam dan entah mau menjawab apa. Tanda tanya besar pun muncul.
Saya pun bingung dengan masa depan saya menjadi guru.
Dalam benak saya sekarang muncul pertanyaan mengenai ketidakadilan dimana negara bilang guru adalah profesi sama halnya dengan dokter. Tapi, negara tidak peduli siapa yang mengajar dan mendidik siswa-siswi di sekolah. Padahal menoleh sejarah, Indonesia merdeka 1945 berkat jasa para guru. Tapi, mengapa guru di Indonesia terlupakan?
Urusan gaji guru tak perlu saya pertanyakan biar itu menjadi urusan pemerintah. Pemerintah jauh lebih berkuasa dan mengerti sejatinya hal gaji guru yang terjadi tapi saya ingin bertanya “Pak Ki Hajar Dewantara apa kabarnya sekarang?”
Semoga beliau tenang dialam sana. Pertanyaan dan doa ini selalu saya sanjungkan kepada-Mu wahai Bapak Pendidikan Indonesia.
Saya merasa kehilangan jati diri sebagai guru karena jiwa ini telah ter-shibghoh oleh jenis kepribadian yang lain. Saya capek menjadi guru dan berfikir “Opo koyo ngene susahe dadi guru?”, mangkat fajar-fajar, muleh awan-awan tapi pemerintah apa kabar? Anda sehat wahai pemimpin negeri, para dewan berjas dan berdasi?”. Suara hati rakyat pun terpanggil. Namun, saya mencoba kembali ke jalur positif dan tidak terlalu berfikir aneh-aneh.
Melangkah dan teruslah melangkah
Ingat ada tugas mulia dipundakmu kawan
Merubah mindset terus saya upayakan dengan memperkuat himmah atau cita-cita dan ‘azzam atau komitmen untuk lebih aktif, inovatif dan produktif dalam rangka mendidik calon-calon penerus bangsa dengan melakukan langkah-langkah nyata dalam meningktakan produktivitas dalam bekerja, berkarya, beramal sholeh, berinfaq dan bersedekah, serta memilihara diri menjadi seorang guru yang kreatif.
Saya pun mengamati, meneliti dan mencoba secara terus menerus meski ini berat. Karena segala ciptaan dan kejadian di alam semesta tidak ada yang sia-sia dengan selalu menambah ilmu pengetahun dan wawasan yang dapat memacu kreativitas dan pengembangan menuju perbaikan kualitas, ketahanan dan kekuatan fisik dan mental saya menjadi seorang guru.
Dengan menjadi guru, saya dan anak didik dapat menciptakan terobosan-terobosan dengan pelatihan diberbagai aspek pembelajaran yang mampu menghasilkan nilai tambah yang memiliki cakupan yang lebih luas manfaat dan maslahatnya. Karena bagi saya, kesenangan dan kenikmatan materi adalah bukan tujuan utama dalam hidup. Untuk mencapai prestasi kerja lebih baik dimasa depan dibutuhkan keikhlasan, intelektual berupa kecerdasan hingga pada gilirannya semua pekerjaan yang menjadi tanggungannya akan terselesaikan dengan tuntas.
Pesan saya untuk yang seseorang menjadi guru
Kalau kamu menjadi guru, kamu siap dan berani melapangkan hatimu, sabar menerima ujian, niat ikhlas, artinya ketika bekerja, niatan utamanya adalah karena tuhan, sehingga konsekuensinya yaitu guru akan selalu memulai aktivitas pekerjaannya dengan berdo’a, bekerja dengan sungguh-sungguh dan profesional (itqon). Adapun bentuknya adalah tuntas melaksanakan pekerjaan yang diamanahkan dan memiliki keahlian dibidangnya, jujur dan amanah dalam bekerja diantaranya adalah tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya, tidak curang dan obyektif dalam menilai dan senantiasa menjaga etika, etika berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum, rapat dan sebagainya.