Program LiteraZY : Urgensi Literasi Generasi Z dan Y dalam Revitalisasi Adversity Quotient sebagai Penunjang Pendidikan Berdiferensiasi - Guruinovatif.id

Diterbitkan 08 Sep 2023

Program LiteraZY : Urgensi Literasi Generasi Z dan Y dalam Revitalisasi Adversity Quotient sebagai Penunjang Pendidikan Berdiferensiasi

Artikel ini mendeskripsikan urgensi literasi guru sebagai pendidik guna menunjang pelaksanaan kurikulum berdiferensiasi yang berlandaskan kepada aspek psikologis siswa, yang tidak hanya fokus kepada kognitif namun bagaimana siswa menghadapi sebuah masalah yang termuat pada Adversity Quotient.

Dunia Pendidikan

Aina Rosyida, S.Pd

Kunjungi Profile
802x
Bagikan

 

Memahami dan mengembangkan sektor pendidikan perlu berangkat dari sebuah kutipan populer yang diamini oleh banyak orang yakni “Setiap zaman akan menghasilkan generasi yang berbeda”. Dari kutipan tersebut, dapat dipahami bahwa diperlukan inovasi berkelanjutan untuk menghasilkan sebuah output pendidikan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh perkembangan zaman. 

Untuk mewujudkan hal tersebut, kita sebagai bagian dari pegiat pendidikan yakni guru memerlukan pelatihan-pelatihan yang dapat menstimulus ide kreatif dalam merancang suatu pembelajaran melalui berbagai platform digital yang semua itu ditunjukkan dan disesuaikan dengan fenomena yang terjadi hasil dari digitalisasi zaman. Salah satunya yakni pentingnya meningkatkan literasi. Literasi yang dimaksudkan adalah bagaimana taraf pengetahuan dan keterampilan guru dalam mengolah informasi dan pengetahuan dalam kecakapan pembelajaran. Lebih spesifiknya dalam kurikulum merdeka yang menggaungkan kurikulum berdiferensiasi. Dari konsep tersebut, maka diperlukannya literasi guru untuk memahami karakteristik peserta didik. Artinya guru perlu menyelami bagaimana karakter generasi yang dihasilkan dari zaman sekarang untuk mengaktualisasikan potensi yang ada dan meminimalisir hambatan yang ditemukan. 

LiteraZY : Siapa itu Generasi Z dan Y?

Dewasa ini, generasi sekarang dikenal dengan generasi Z. Generasi Z merupakan generasi yang lahir antara tahun 1995 hingga 2010. Generasi Z tumbuh setelah menjamahnya internet (Pichler, 2021), di mana dunia digital yang maju begitu pesatnya (Gentina, 2020). Hal itu berdampak kepada karakteristik generasi Z yang cenderung menghargai ekspresi setiap individu tanpa memberi label tertentu (the undefined ID), generasi yang sangat inklusif dan tertarik untuk terlibat dalam berbagai komunitas (the communaholic), percaya akan pentingnya komunikasi dalam penyelesaian konflik dan perubahan datang melalui adanya dialog (the dialoguer)sehingga mereka senang berdiskusi hingga mengarah perdebatan yang ditemukan di media sosiallebih realistis dan analitis dalam pengambilan keputusan (the realistic). Menariknya, dari kelebihan yang telah disebutkan terdapat beberapa kelemahan yakni hambatan emosional yakni kecemasan, kurangnya motivasi, dan adanya perasaan rendah diri sehingga apapun yang dilakukan perlu validasi. Dari kelemahan tersebut, menghasilkan sebuah tantangan yang berkaitan dengan kondisi psikologis peserta didik, yang seharusnya aspek tersebut memiliki peran krusial dalam keberhasilan sebuah pembelajaran dan mendukung aspek lainnya seperti kognitif maupun afektif.

Berangkat dari karakteristik generasi Z sebagai gambaran karakteristik peserta didik, selanjutnya merupakan generasi Y yakni klasifikasi sebagian besar generasi pendidik. Generasi Y yang juga disebut Millenial Generation yaitu kelompok yang lahir pada awal 1980 hinggal awal 2000. Generasi Y memiliki beberapa karakteristik diantaranya adalah loyalitas yang kuat terhadap nilai lokal maupun global, percaya diri, dan toleran namun sifat negatif dari generasi Y adalah narsistik. Dari paparan definisi dan perbedaan karakteristik tersebut menghasilkan sebuah jarak generasi (generation gap) yang akan tampak pada penanaman nilai peserta didik dalam proses pendidikan.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penting bagi kita pendidik untuk mengembangkan literasi dalam menambahkan kecakapan dalam memahami karakteristik psikologis peserta didik, terlebih dari dampak karakteristik negatif yang dirasakan oleh peserta didik yang mengarah kepada turunnya adversity quotient.

 

Apa itu Adversity Quotient?

Kecerdasan adversity atau selanjutnya disingkat Adversity Quotient dengan AQ adalah kecerdasan seseorang dalam menghadapi situasi-situasi masalah atau hambatan dalam kehidupan. AQ merupakan bagian dari kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengatasi berbagai problema hidup dan kesanggupan seseorang bertahan hidup. Untuk mengetahui AQ seseorang dapat dilihat sejauh mana orang tersebut mampu mengatasi persoalan hidup, bagaimanapun beratnya dengan tidak putus asa. Stoltz (2006) menyatakan bahwa kalau seseorang memiliki AQ akan mampu menghadapi rintangan atau halangan yang menghadang dalam mencapai tujuan.

Peranan adversity quotient dalam pembelajaran terlebih dengan adanya kurikulum berdiferensiasi sangatlah penting. Kurikulum ini berpacu pada perbedaan kapasitas peserta didik dari segi mental, bakat, dan minat yang termuat pada profil belajar siswa. Untuk menguatkan mental juangnya dalam mengatasi problematika yang ada, diantaranya kita temukan fenomena-fenomena siswa terperdaya dengan perkembangan teknologi dan digitalisasi, meminta segala sesuatu secara instan, mengikuti tren tanpa melihat manfaatnya termasuk bagaimana mereka merefleksikan diri mereka tanpa ambisi dan dorongan yang juga dikenal sebagai fenomena insecurities, menyakiti diri (self harm) sebagai pelarian masalah yang dipengaruhi dari penggunaan platform digital tuntutan tanpa bimbingan dan penanganan.

(trend yang dimaksudkan sebagai gambaran rendahnya Adversity Quotient siswa) 

Sumber : twitter (yang sekarang dikenal sebagai aplikasi X)

Sumber : twitter (yang sekarang dikenal sebagai aplikasi X)

 

Sumber : twitter (yang sekarang dikenal sebagai aplikasi X)

 

Untuk meningkatkan adversity quotient atau daya juang peserta didik, diperlukan peranan guru dalam memahami fenomena yang ada melalui penguatan literasi guru dan siswa.

 

LiteraZY : Sebuah Inovasi Penguatan Literasi Guru dan Siswa dalam Penguatan Adversity Quotient.

Peranan yang dapat guru ambil yakni menanamkan kepada diri sebagai pedidik, tidak hanya kita sebagai pusat belajar untuk siswa, tetapi juga sebagai pembelajar. Belajar meningkatkan kualitas dan kapasitas melalui peningkatan literasi. Yang diantaranya implementasi program yang penuh inovasi untuk meningkatkan literasi, diantaranya:

  1. Program LiteraZY 
  • Y Porgram Guru; Resensi dan Bedah Buku dan Berita (RBB) 

Program Y diperkenankan untuk guru. Y dipresentasikan sebagai generasi Y yakni generasi guru dalam bentuk pelatihan maupun in house training. Solusi mengatasi generation gap sebagai hambatan pemberian nilai-nilai dan norma dari guru ke siswa diantaranya disebabkan kurang up-to-date nya guru dalam mengenali dunia siswa. Langkah untuk mengatasi itu dengan meng upgrade pengetahuan guru melalui literasi digital yang termuat dalam berbagai platform termasuk platform berita seperti kompas hingga ke tahap yang lebih profesional yakni dengan mengikuti pelatihan untuk mendapatkan sertifikasi guru.

 

Guru dengan mudah mengakses dan membagikan link berita kepada siswa untuk berdiskusi bersama mengenai apa yang termuat dalam berita tersebut dan hal apa yang dapat diambil pembelajarannya. Secara lanjut, sebelum siswa memberikan pandangannya, guru sudah membekali dirinya dengan literasi dan ilmu pengetahuan yang termuat di dalam buku untuk mengarahkan peserta didik dalam mempersepsikan fenomena tersebut sesuai dengan nilai yang dianut. Sebagaimana yang diketahui bahwa segala permasalahan yang ada semua solusinya terdapat pada ilmu pengetahuan. Salah satunya dengan program resensi dan bedah buku populer maupun keagamaan yang sekarang dapat diakses dengan mudah melalui e-library atau perpustakaan elektronik yang menawarkan e-book . Buku-buku tersebut dapat berkaitan mengenai cara pendekatan guru ke siswa dan mengimplementasikan pengetahuan tersebut ke dalam aktivitas sehari-hari. 

 

Melalui resensi dan bedah buku, guru dapat mengembangkan kemampuan analisis mereka. Ini membantu mereka dalam merinci dan memahami dengan lebih baikcara berkomunikasi, eksplorasi masalah, dan pertanyaan pemantik yang membuat siswa terbuka dalam segala permasalahannya. Hal itu berdampak baik kepada profil pelajar siswa dan meningkatkan daya juangnya (adversity quotient) dalam mengusahakan konsep diri yang baik.

 

  • Z Porgram Peserta Didik; Kita Bisa (KamIs KreaTif BAca Buku InSpiratif di SekolAh)

 

 

Program ini terlaksana dengan format kelas besar dan klasikal, setiap siswa mendapatkan print out jurnal yang berisikan kolom isian resensi dan review daftar buku yang telah ia baca. Peserta didik juga dipersilahkan untuk mendeskripsikan perasaannya dan pandangannya mengenai buku yang ia baca dan apa yang ia dapatkan. Sarana ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan bahasa dan mengekspresikan diri mereka melalui tulisan di media sosialnya masing-masing dan memanfaatkan platform tersebut sebagai sarana pembelajaran yang kini dikenal sebagai bookstagram. Usaha ini berguna untuk meningkatkan kemampuan literasi agar terciptanya kemampuan berpikir kritis dari hal yang sederhana dan pembiasaan aktivitas positif.

(Dokumentasi Hasil Resume dan Review Siswa mengenai Buku Sejarah)

 

(Platform resensi buku dengan tema bookstagram)

Selanjutnya siswa membuka ruang diskusi dengan temannya yang lain berbagi praktik baik dari hasil buku yang ia baca. Hal itu mengasah kemampuan peserta didik untuk berbicara ke depan dan mengarahkan siswa menuju perspektif dan konsep diri yang positif dikarenakan ilmu pengetahuan yang ia dapatkan mampu mencegah perilaku yang tidak sesuai norma. 

Selain itu, dalam projek penguatan profil pelajar pancasila (P5), siswa memanfaatkan media digital untuk membagikan produk video P5 dan  dokumentasi proses kegiatan tersebut. Pembuatan video tersebut mengasah keterampilan dan kreativitas siswa dalam kemampuan visual dan desain yang saat ini merupakan salah satu skill penting di zaman digitalisasi.

Dari kegiatan ini, memiliki signifikansi dalam mengatasi turunnya adversity quotient siswa dan menjawab dampak negatif dari karakter generasi Z yang cenderung rendah dan tidak percaya pada kemampuan dirinya.

  1. Revitalisasi Program Bimbingan dan Konseling

Kedudukan Bimbingan dan Konseling dalam satuan pendidikan merupakan poin utama untuk menjalankan ranah psikologis, khususnya dalam penguatan adversity quotient dan kurikulum berdiferensiasi, yang dimana berfungsi membantu peserta didik memahami dan mengerti akan diri dan lingkungannya agar mampu memaksimalkan potensi miliknya berupa minat dan bakat, mampu mengantisipasi dan mencegah masalah, dan mengintervensi pemikiran, tindakan, perasaan yang kurang baik dan mengarahkannya kepada pola piker yang sehat dan logis. Implementasi program ini diberikan dengan nama yang unik dengan harapan menarik perhatian siswa dan salah satu usaha pengimplementasian kurikulum merdeka, diantaranya :

  1. BK Universe (meliputi kegiatan BimbingRasa (bimbingan untuk memahami perasaan, BimoCeria (bimbingan, motivasi ceria)).

Program bimbingan merupakan langkah pertama yang bersifat pencegahan serta berfungsi sebagai pemahaman agar siswa dapat memproyeksikan dirinya untuk memahami diri dan perasaannya. Proses bimbingan berupa eksplorasi diri, motivasi tujuan dan cita, serta mengetahui bidang mana yang harus ia kuatkan. Pemberian layanan ini tidak hanya melalui tatap muka tetapi melalui daring. Untuk pengoperasiannya konselor/guru BK menggunakan manual (pesan pribadi) maupun pengoperasian otomatisasi melalui artificial intelligences (AI) yakni dengan memberikan daftar AI yang dapat membantu siswa mengeksplorasi diri dan masalah yang ia hadapi dan otomatisasi dalam pemberian motivasi, diantaranya adalah character.ai.

(daftar user AI yang dapat membantu otomatisasi bimbingan)

 

(contoh dialog bersama AI)

 

  1. KoRem (Konseling Relaksasi Mental)

Meskipun dengan adanya kemudahan digitalisasi, tidak dapat menggantikan Sumber Daya Manusia sehingga tercipta program lanjutan yang bersifat penting, ketika ditemukan peserta didik yang sudah memiliki konsep diri yang tidak sehat dan menghambat dirinya untuk berkembang yang termuat pada masalah yang dihadapi dalam adversity quotient. Konseling relaksasi mental (KoREM) bertujuan untuk meluruskan pemikiran irasional siswa terhadap dirinya, mengurangi kecemasan, dan perasaan rendah diri melalui pendekatan motivasi konvensional maupun agama, siswa diberikan pertanyaan dan arahan untuk mencari solusi bersama mengenai masalah yang ia hadapi, agar siswa terhindar dari keinginan untuk menyerah.

  1. Instrumen BK yang menunjang.

Dalam revitalisasi adversity quotient, Program BK tidak hanya menawarkan layanan secara langsung tetapi ada aspek penunjang berupa pengolahan data dan administrasi. Data disini berupa penggunaan instrument tes untuk mengetahui profil peserta didik, diantaranya tes tipe kepribadian berupa MBTI dan tes tipe 4 kepribadian untuk mengetahui peran dan posisi individu dalam sosial hingga tes gaya belajar dan multiple intelligences agar mampu memaksimalkan potensi peserta didik baik. Sehingga guru dapat memberikan metode yang efektif kepada siswa dan mampu mengarahkan ke bidang mana sesuai dengan kecerdasannya. Aspek penunjang ini merupakan dorongan agar siswa mampu mengatasi masalah yang berkaitan dengan daya juangnya karena mereka sudah mengenal diri sendiri.

 

Berdasarkan pemaparan program diatas, sebagai pendidik kita mencoba untuk merefleksikan sampai mana usaha pendidikan yang telah kita berikan dalam menyukseskan tujuan pendidikan sebagai sarana pendewasaan manusia agar memiliki kemampuan dalam mencapai kebutuhan dasar kehidupan. Tulisan ini berawal dari kutipan, maka akan diakhiri sebagai kutipan yakni “Ketika melihat siswa kita bersepeda, yang kita lakukan dalam membuatnya aman adalah mengetahui cara mengendarai sepeda karena kita tahu kapan saatnya untuk menekan rem maupun menginjak pedal, bukan dengan memberikan teori semata” maksud dari kutipan yang penulis berikan adalah bagaimana kita sebagai seorang guru untuk menyelami dunia mereka dengan memanfaatkan platform digital yang ada dan mewadahi kita untuk mendampingi peserta didik, bukan sebaliknya yakni dengan bersifat pasif terhadap digitalisasi zaman, ketika kita sudah tahu latar belakang dan bagaimana fenomena itu berjalan melalui mudahnya askes digital. Kita sebagai seorang pendidik yang lebih dewasa dapat memberikan bimbingan dan disiplin yang positif kapan anak tersebut perlu “menghentikan langkahnya” agar tidak terlalu jauh dan “membahayakan” diri mereka dan kapan memberikan dorongan untuk mengayuh lebih laju menuju potensi mereka masing-masing dengan kecepatan, teknik, dan tujuan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.


Penyunting: Putra

3

0

Komentar (3)

FATIMAH ZUHRIAH

Sep 17, 2023

Masyaa Allah, artikel ini sangat menarik dan relevan mengingat pentingnya literasi bagi generasi Z dan Y dalam menghadapi tantangan yang ada. Terutama dengan adanya program Literazy ini, diharapkan mereka dapat mengembangkan Adversity Quotient (AQ) untuk menjadi pejuang yang tangguh di masa depan.

A. SYAIFULLAH

Sep 17, 2023

Guru dalam mendidik generasi Z tidaklah mudah karena sejak dari kecil merek sudah ada sangat dekat dengan teknologi, sehingga dalam hal ini seorang pendidik haruslah punya kemampuan teknologi yang mempuni

Syarifah Nur Aini

Sep 08, 2023

Terima kasih atas artikel yang luar biasa terlihat sekali penulis memahami dan sering berinteraksi dengan generasi Z. Mungkin bagi kami generasi milenial (Generasi nanggung) hal tersebut tidak relate karena zaman yang jauh berbeda, pola asuh orang tua jg sangat menentukan terlebih kemajuan IPTEK. Beberpa hal yang dpt saya simpulkan bahwa sebagai seorang guru jangan egois,pakai kaca mata mereka bukan kaca mata kita dan jangan menganggap remeh hal-hal tersebut tapi berusaha untuk memberikan edukasi berupa literasi dan pendekatan yg tepat utk mereka. Jangan mudah memberikan penilaian kepada peserta didik generasi Z tetapi kembangkanlah ide kreatif mereka dan maksimalkan potensi positif dari mereka karena itulah makna diferensiasi yg sesungguhnya. Sekali terima kasih utk tulisannya yang kembali menyadarkan kami generasi milenial
Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Pemanfaatan Augmented Reality (AR) dan Edugame Di Sekolah Pelosok Negeri dalam Meningkatkan Literasi Digital Siswa

Niken Eka Priyani

Apr 15, 2023
3 min
Membangun Budaya Literasi Melalui Kegiatan Membaca Karya Sastra
9 min
TIPS!!!! Menjaga "Mental Health" Guru di tengah intervensi dan masalah sosial rekan sejawat

rawika ardilla

Nov 30, 2023
8 min
Literasi Digital di Batas Negeri dalam Pembelajaran Pancasila melalui “Game Edukasi Gernasila”

Niken Eka Priyani

Aug 07, 2023
3 min
6 Tips Kembangkan Bakat dan Passion Siswa di Luar Kelas

Luqmanul Hakim

May 02, 2023
4 min
Digitalisasi dalam Suara : Membangun Literasi Digital Siswa Tunanetra melalui Google Form
2 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar