Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Madrasah Tsanawiyah Negeri 32 Jakarta merupakan madrasah yang beralamat di Jalan H. Liun, Muhtar raya kelurahan Petukangan Utara kecamatan Pesanggrahan kota Jakarta Selatan, berbatasan dengan kota Jakarta Barat dan Tangerang. Awalnya, madrasah ini merupakan kelas jauh dari Madrasah Tsanawiyah Negeri 13 Jakarta yang diresmikan oleh pemerintah pada tanggal 19 Juni 2009. Madrasah ini memiliki program-program unggulan dan lulusan-lulusan yang unggul sebagai tradisi baik yang dikenal oleh masyarakat di sekitarnya.
Seiring dengan perhatian MTsN 32 Jakarta terhadap program-program unggulan yang dilaksanakan di madrasah, Pemerintah melalui Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI mengeluarkan keputusan nomor 1834 tahun 2021, menetapkan MTsN 32 Jakarta sebagai madrasah unggulan bidang akademik dan keputusan nomor 6757 tahun 2020, menetapkan MTsN 32 Jakarta sebagai madrasah penyelenggara riset. Berdasarkan surat keputusan tersebut, madrasah unggulan bidang akademik merupakan madrasah yang memiliki keunggulan kompetitif dan kooperatif dalam bidang akademik, sains, riset, dan teknologi. Sementara itu, pada penetapan sebagai madrasah penyelenggara riset, MTsN 32 Jakarta dinilai mampu untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan pootensi, bakat, dan minat siswa madrasah dalam bidang riset atau penelitian ilmiah melalui penyelenggaraan materi riset di madrasah. Pada penetapan sebagai madrasah unggulan bidang akademik, MTsN 32 Jakarta merupakan satu-satunya madrasah tsanawiyah yang terpilih di DKI Jakarta. Sementara itu, pada penetapan sebagai madrasah penyelenggara riset, MTsN 32 Jakarta menjadi satu diantara lima belas madrasah tsanawiyah terpilih di DKI Jakarta. Perlu untuk diketahui bahwa madrasah tsanawiyah negeri di DKI Jakarta berjumlah 42 madrasah. Sementara itu, MTsN 32 Jakarta ’MAUNGADER’ berarti MTsN 32 Jakarta Madrasah Unggulan Bidang Akademik dan Riset. Penetapan dua label tersebut merupakan amanah yang diberikan kepada MTsN 32 Jakarta, membuat segenap warga madrasah selalu menjadi pribadi yang siap berkompetisi dan siap mengembangkan madrasah agar menjadi lembaga yang amanah dalam menggali potensi peserta didik sehingga mampu bersaing di era abad 21.
Saat ini adalah era abad 21, yang sudah berlangsung sejak tahun 2001 dan akan berakhir di tahun 2100. Di abad ini, terjadi pergeseran kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) dari yang berketerampilan tingkat rendah menuju pada SDM yang berdaya kreatifitas tinggi sehingga pembelajaran abad 21 perlu diorientasikan pada pembelajaran yang akan menghasilkan peserta didik dengan daya kreatifitas tinggi.
Menurut R. Hidayat & Y. E. Patras (2013), meningkatnya interaksi warga dunia secara langsung maupun tidak langsung dan kemudahan dalam mengakses informasi dimana saja dan kapan saja dengan bantuan teknologi merupakan ciri dari abad 21. Meningkatnya interaksi warga dunia karena kemudahan dalam mengakses informasi membuat adanya kecakapan dalam memahami dan menangani isu-isu global dalam setiap aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dan pengetahuan. Luasnya cakrawala intelektual membuat munculnya arus keterbukaan dalam demokrasi politik maupun ekonomi, semakin melebarnya jarak antara generasi muda dan tua, meningkatnya kepedulian pada perkembangan yang terjadi di dunia, kesadaran akan ketergantungan pada ekonomi dan kaburnya identitas kebudayaan tertentu akibat pesatnya penyebaran informasi, juga dikatakan sebagai ciri dari abad 21. Salah satu pengaruh signifikan terhadap pembelajaran abad 21 adalah adanya kemudahan akses terhadap sumber belajar digital untuk memenuhi beragam kebutuhan peserta didik.
Kemampuan berpikir kritis merupakan keterampilan abad 21 yang akan digunakan pada setiap proses berpikir individu dengan tujuan menentukan tindakan rasional melalui penarikan kesimpulan dari proses yang nyata dan dikerjakan secara baik (Jumaisyaroh, T dkk., 2015). Di Indonesia saat ini, rendahnya kemampuan berpikir kritis peserta didik tingkat menengah menjadi permasalahan serius yang harus dipecah solusinya agar kualitas Pendidikan meningkat (Alexandra, G & Ratu, N, 2018; Shara, J dkk., 2019).
Begitu tingginya tuntutan untuk menjadi pelajar di abad 21, sementara pendidikan di Indonesia masih menghadapi permasalahan klasik seperti rendahnya mutu pendidikan akibat pendekatan pembelajaran yang masih didominasi oleh peran guru sebagai subyeknya dan peserta didik sebagai obyeknya. Rendahnya mutu Pendidikan ini juga berpengaruh negatif pada aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni, olahraga dan kecakapan hidup. Sementara itu, dengan adanya persaingan global, memungkinkan hanya mereka yang mampu akan berhasil. Persaingan kemampuan sumber daya manusia akan mengacu pada kualitas lembaga penyelenggara pendidikan yang akan menghasilkan lulusan-lulusan setiap tahunnya (Depdiknas, 2008).
Peserta didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain, masing-masing punya keunikan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu peserta didik karena merekalah yang akan belajar. Pembelajaran merupakan upaya untuk mengarahkan peserta didik ke dalam proses belajar sehingga mereka memperoleh tujuan belajar sesuai dengan yang diharapkan. Perbedaan-perbedaan pada setiap individu peserta didik harus diperhatikan agar pembelajaran dapat mengubah, dari yang tidak paham menjadi paham, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dan dari memiliki perilaku buruk menjadi baik. Kondisi nyata di lapangan seperti ini terkadang kurang mendapat perhatian, guru cenderung memperhatikan kelas secara keseluruhan tidak perindividu, akibatnya perbedaan individual kurang diperhatikan. Pada akhirnya, hal ini juga berpengaruh terhadap mutu pendidikan di Indonesia (Epi Hifmi Baroya, 2018).
Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode kajian literatur. Metode kajian literatur merupakan serangkaian kegiatan dalam pengumpulan data pustaka seperti mencari referensi teori yang relevan dengan permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia. Referensi ini dapat ditemukan dari buku, jurnal, laporan penelitian, dan dokumen pemerintahan. Hasil yang diharapkan dengan metode ini adalah terkumpulnya referensi yang relevan dengan perumusan masalah.
B. Perumusan Masalah
Profil yang kompleks dituntut dari pelajar Indonesia abad 21, sementara tercermin dari hasil PISA, kemampuan literasi peserta didik di Indonesia tidak berada pada kualitas yang baik. Kualitas ini menunjukkan indikasi bahwa proses belajar dalam pendidikan di Indonesia masih terpusat pada guru dan berorientasi pada penguasaan materi. Penugasan melalui materi hanya akan membuat peserta didik sukses dalam bersaing menyelesaikannya, mengingat hanya dalam jangka waktu pendek dan gagal dalam membekali peserta didik dalam memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari dalam jangka panjang. Kemampuan berpikir kritis belum digunakan pada setiap proses berpikir individu. Di Tengah beratnya tuntutan zaman abad 21 akan kualitas mutu pendidikan yang tercermin dari kualitas lulusan dari satuan pendidikan, diperlukan gerakan reformasi dalam dunia pendidikan di Indonesia, salah satunya dengan program pemerintah memberikan keputusan penetapan madrasah unggulan bidang akademik dan riset pada madrasah-madrasah tertentu di Indonesia. Berikut ini beberapa perumusan masalah yang diberikan pada penelitian
1. Apa implementasi yang diberikan oleh MTsN 32 Jakarta sebagai madrasah ‘MAUNGADER’ dalam mewujudkan potensi berpikir kritis dalam pembelajaran abad 21 ?
2. Bagaimana kualitas peserta didik MTsN 32 Jakarta sebagai madrasah ‘MAUNGADER’ sebagai hasil dalam mewujudkan pembelajaran abad 21?
C. Tujuan
1. Mengetahui implementasi yang dilakukan MTsN 32 Jakarta sebagai madrasah ‘MAUNGADER’ dalam mewujudkan potensi berpikir kritis dalam pembelajaran abad 21.
2. Mengetahui kualitas peserta didik MTsN 32 Jakarta sebagai madrasah ‘MAUNGADER’ sebagai hasil dalam mewujudkan pembelajaran abad 21
D. Manfaat
1. Manfaat teoritis, hasil penelitian best practice ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi baru kepada masyarakat luas mengenai implementasi madrasah dalam pembelajaran abad 21.
2. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi bagi masalah pendidikan seperti rendahnya mutu dan kualitas pendidikan.
3. Manfaat metodologis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu metode untuk dapat merumuskan cara dalam meningkatkan mutu dari satuan pendidikan.
4. Manfaat lainnya, penelitian ini diharapkan dapat membuktikan potensi lainnya yang dapat diperoleh dari program pemerintah dalam memberi label satuan pendidikan tertentu sebagai madrasah unggulan.
Bab II
Tinjauan Pustaka
Pembelajaran abad 21 merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan kemampuan literasi, kecakapan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan penguasaan tehadap teknologi. Pembelajaran abad 21 berorientasi dalam bentuk keterampilan abad 21 yang harus dimiliki peserta didik untuk menjadi warga negara dan pribadi yang kreatif serta produktif (Bishop, Joseph, 2008; Jim Allen & Rolf van der Velden, 2012), diantaranya:
1. Berpikir kritis dan penyelesaian masalah (critical thinking and problem solving)
Untuk menghadapi kompleksitas dan ambiguitas informasi dibutuhkan keterampilan berpikir kritis dalam bentuk kemampuan berpikir analitis, dapat membandingkan berbagai kondisi, dan menarik kesimpulan dalam menyelesaikan masalah.
2. Kreatifitas dan inovasi (creativity and innovation)
Kreatifitas akan menghasilkan pribadi yang memiliki daya tahan hidup dan inovasi akan menciptakan nilai tambah sehingga akan mengurangi kegiatan mengeksploitasi sumber daya alam dengan berusaha menciptakan ekonomi kreatif berlandaskan pengetahuan dan kearifan lokal.
3. Pemahaman lintas budaya (cross-cultural understanding)
Sikap toleransi dengan mengakui eksistensi dan keunikan setiap suku serta daerah di Indonesia akan sangat berguna untuk dapat melakukan komunikasi dan interaksi agar tidak timbul kesalahpahaman sehingga terpelihara rasa persatuan dan kesatuan nasional.
4. Komunikasi, literasi informasi, dan media (media literacy, information, and communication skill).
Terjalinnya hubungan dan sampainya gagasan dengan baik merupakan bagian dari keterampilan komunikasi. Kegunaan informasi dengan memahami kapan informasi diperlukan, cara mengidentifikasinya, menentukan kredibilitas dan kualitas informasi dapat diperoleh dengan literasi informasi. Memahami, menganalisa, dan mengakses media dengan cara bijak sehingga tidak menelan mentah-mentah informasi dari media merupakan bagian dari literasi media.
5. Komputer dan literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (computing and ICT literacy)
Literasi teknologi informasi dan komunikasi berarti menggabungkan pengetahuan, mengekspresikan diri dengan kreatif dan tepat, menciptakan serta menghasilkan informasi dengan tidak hanya sekedar memahami informasi. Menguasai aplikasi komputer berupa prinsip-prinsip dasar komputer, jaringan informasi dan kemampuan intelektual seperti menerapkannya dalam memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-hari merupakan bagian dari literasi TIK.
6. Karir dan kehidupan (life and career skill)
Sikap mandiri, suka mengambil inisiatif, pandai mengelola waktu, dan berjiwa kepemimpinan merupakan bagian yang akan dilakukan ketika berkarya dan berkarir di masyarakat. Sikap profesional, kerja keras, disiplin, amanah, dan menghindari praktek kolusi, koneksi, serta nepotisme merupakan hasil dari pemahaman pengembangan karir dalam kehidupan.
Sementara itu, berdasarkan BSNP, (2010) dan Frydenberg, M. E. & Andone, D, (2011), framework pembelajaran abad 21 adalah kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama, kemampuan mencipta dan membaharui, literasi teknologi informasi dan komunikasi, kemampuan belajar kontekstual, serta kemampuan informasi dan literasi media.
Saat ini, kita sedang menghadapi kehadiran anak-anak generasi z yang lahir setelah tahun 1995. Mereka senang menghabiskan waktu berinteraksi dengan media genre baru seperti komputer, internet, video games, dan handphone. Karakteristik generasi z (Rideout, V dkk., 2010), diantaranya:
1. Menyukai kebebasan dalam belajar
2. Suka mempelajari hal-hal baru yang praktis dan mudah beralih fokus belajarnya.
3. Merasa nyaman dengan lingkungan yang terhubung dengan jaringan internet.
4. Lebih suka berkomunikasi dengan gambar, ikon, dan simbol-simbol daripada teks.
5. Tidak suka berlama-lama mendengarkan ceramah guru di kelas.
6. Memiliki rentang perhatian pendek atau sulit berkonsentrasi dalam jangka waktu yang lama.
7. Berinteraksi secara kompleks dengan berbagai media secara bersamaan
8. Lebih eksis di media sosial dibandingkan di lingkungan nyata.
Kondisi terkini mengenai anak didik membuat guru harus berperan lebih dalam pembelajaran abad 21. Kehadiran guru tetap dibutuhkan untuk memberikan proses pembelajaran bermakna, berkarakter, dan memiliki orientasi pada pengembangan kecakapan abad 21. Generasi z tetap membutuhkan guru untuk mengetahui cara memvalidasi informasi, mensintesa informasi, mengambi manfaat dari informasi, cara mengkomunikasikan informasi kepada oranglain dengan baik, dan cara memanfaatkan informasi untuk menyelesaikan masalah yang produktif. Guru berperan sebagai mentor, fasilitator, kolaborator, dan mitra dalam belajar. Guru dapat menggunakan model-model pembelajaran yang mendukung pembelajaran abad 21 seperti discovery learning, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis masalah dan penyelidikan, pembelajaran kontekstual, belajar dengan pengalaman sendiri, bermain peran dan simulasi, pembelajaran kolaboratif, pembelajaran kooperatif, dan pembelajaran dengan diskusi kelompok kecil. Guru juga harus mulai dapat mengintegrasikan teknologi yang melibatkan pengetahuan dengan penguasaan materi di dalam kelas yang dikenal dengan TPACK (technological pedagogical content knowledge) yang mencakup 8 domain, diantaranya menilai peserta didik, memahamkan materi, memahami peserta didik, merancang kurikulum, merepresentasikan data, mengelola pembelajaran, mendukung strategi pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran serta integrasinya dalam konteks mengajar secara luas (Giunta, C, 2017; Herring, Mary C dkk., t.t.; Koh, Joyce Hwee dkk., 2013).
Untuk dapat memfasilitasi Pendidikan generasi z adalah dengan memilih madrasah berkualitas yang berasal dari empat hal (Mulyasana, D, 2011), diantaranya
1. Memiliki tema yang memberikan manfaat, meningkatkan pemahaman, menambah pengalaman, memberi motivasi, mengubah sikap dan perilaku yang mengarah pada pengembangan karakter.
2. Perencanaan pendidikannya baik karena mempersiapkan peserta didik untuk masa depan dan akhirat yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
3. Tata kelola pendidikannya baik dengan prinsip koheren, saling berhubungan, berkesinambungan, dan terukur.
4. Memiliki guru-guru yang berkualitas, terlihat pada pengelolaan bahan ajar, metodologi, sistem penilaian, dan memiliki pengetahuan tentang psikologi pendidikan.
Sementara itu, menurut Chatib, M (2011), ciri madrasah unggulan, diantaranya
1. Madrasah berfokus pada kualitas proses pembelajaran bukan pada input peserta didik. Kualitas tersebut tergantung dari guru yang ada, guru harus dapat menjamin semua peserta didik ke arah perubahan yang lebih baik. guru juga harus memiliki kualitas akademik dan moral yang baik.
2. Menghargai potensi yang dimiliki oleh peserta didik, madrasah membuka kesempatan untuk semua anak untuk dapat mendaftar dan tidak menyeleksinya dengan tes-tes formal.
Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu bagian dari framework pembelajaran abad 21 yang diterapkan di madrasah unggulan. Berpikir kritis adalah salah satu upaya dalam mendapatkan pengetahuan yang bermakna dengan proses kegiatan yang dilakukan secara aktif dan sistematis, memiliki pedoman yang berlandaskan pada logika, serta mengolah informasi yang didapatkan dengan tujuan dapat diterima, ditangguhkan, atau tidak diterima sama sekali. Penanaman berpikir kritis pada peserta didik dianggap perlu agar mereka dapat menemukan berbagai pilihan dengan pandangan secara rasional (Novtiar, C & Aripin, U, 2017; Nurizzati, Y, 2016).
Bab III
Pembahasan
A. Implementasi MTsN 32 Jakarta ‘MAUNGADER’ Mewujudkan Keterampilan Berpikir Kritis pada Pembelajaran Abad 21
Kesuksesan peserta didik akan tergantung pada keterampilan abad 21 yang dimilikinya, maka peserta didik harus belajar untuk memilikinya. Keterampilan abad 21 meliputi berpikir kritis, pemecahan masalah, komunikasi, dan kolaborasi. Berpikir kritis artinya peserta didik mampu menyikapi ilmu pengetahuan dengan kritis dan memanfaatkannya untuk kepentingan kemanusiaan. Terampil dalam memecahkan masalah berarti mampu memecahkan masalah dalam proses belajarnya di kelas sebagai wahana untuk berlatih menghadapi permasalahan yang lebih besar dalam kehidupannya kelak. Keterampilan komunikasi berarti kemampuan dalam mengidentifikasi, mengakses, memanfaatkan dan memaksimalkan penggunaan perangkat, berkomunikasi untuk menerima dan menyampaikan informasi kepada orang lain. Terampil kolaborasi artinya mampu menjalin kerjasama dengan pihak yang lain untuk bersinergi. Untuk dapat sukses bersaing di masyarakat global, peserta didik harus menjadi individu yang komunikator, kreator, pemikir kritis, dan kolaborator (Rotherham, Andrew J & Willingham, Daniel, 2009).
Pencapaian keterampilan abad 21 dapat dilakukan dengan memahami karakteristik peserta didik, teknik pencapaian tujuan pembelajaran, dan strategi pembelajaran yang harus dilakukan. Usaha dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi meliputi kewenangan pengembangan, pendekatan pembelajaran, penataan isi/konten, serta model sosialisasi, semua disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi saat ini. Pendekatan pembelajaran diarahkan pada usaha mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengelola kompetensi yang bisa jadi berbeda pada masing-masing individu peserta didik. Proses pembelajaran dalam mencapai kompetensi tersebut menjadi lebih penting dibandingkan pencapaian materi yang disampaikan di kelas (Rotherham, Andrew J & Willingham, Daniel, 2009).
Menurut Beers, S. Z (2012), strategi pembelajaran dapat memfasilitasi peserta didik dalam mencapai kecakapan abad 21. Strategi pembelajaran tersebut seperti kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk aktif, aktivitas belajar yang variatif, memanfaatkan teknologi untuk mencapai tujuan pembelajaran, pembelajaran berbasis proyek atau berbasis masalah, terdapat hubungan antar kurikulum, terfokus pada kegiatan penyelidikan dan investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, lingkungan belajar yang kolaboratif, media belajar menggunakan media visual untuk meningkatkan pemahaman, menggunakan penilaian formatif dan penilaian diri sendiri.
Kemampuan berpikir kritis tidak dapat dilakukan dengan pembelajaran satu arah dan berpusat pada guru karena akan membelenggu sikap kritis peserta didik karena mereka cenderung hanya menerima materi dari satu sumber. Kemampuan berpikir kritis dapat dibangun dengan mendalami materi dari sisi yang berbeda dan menyeluruh. Kemampuan untuk dapat menghubungkan ilmu dengan dunia nyata dan memaknai setiap materi ajar terhadap penerapannya dalam kehidupan dapat mendorong motivasi belajar. Peserta didik cenderung berpikir konkrit, maka kemampuan guru untuk dapat menghubungkan materi dengan kehidupan nyata akan meningkatkan penguasaan materi pada peserta didik, sehingga potesi peserta didik dapat berkembang (Epi Hifmi Baroya, 2018).
Implementasi yang dilakukan MTsN 32 Jakarta, meliputi
1. Pelaksanaan kegiatan intrakurikuler
Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk proses belajar mengajar di dalam kelas meliputi mata pelajaran yang sudah ditentukan dalam muatan kurikulum madrasah, meliputi mata pelajaran utama yang harus ada pada pembelajaran abad 21 (Bishop, Joseph, 2008) seperti bahasa Inggris, seni, matematika, ekonomi, sains, geografi, sejarah, dan kewarganegaraan. Mata Pelajaran utama itu dilengkapi dengan mata pelajaran lainnya yang berasal dari kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta mata pelajaran khas dari kementerian agama.
2. Penerapan kegiatan ekstrakurikuler
Kegiatan ini dilaksanakan diluar proses belajar mengajar di dalam kelas yang biasanya dilaksanakan pada sore hari atau setelah siswa pulang sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler termasuk di dalam muatan kurikulum yaitu kegiatan pengembangan diri yang sifatnya sebagai kegiatan penunjang keberhasilan program kegiatan intrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai bakat, minat serta kemampuan siswa karena setiap manusia oleh Tuhan dibekali kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan berkembang. Demikian pula dengan siswa, setiap siswa mempunyai potensi yang berbeda, baik inteligensinya, motivasi belajarnya, kemauan belajarnya dan sebagainya. Bila dikaitkan dengan keaktifan dan kemampuan berpikir kritisnya, siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler merupakan siswa yang akan memiliki hasil belajar lebih baik dari siswa yang tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Mereka cenderung memiliki kelebihan tertentu, misalnya kemampuan interaksi sosial dengan teman-temannya, guru-gurunya serta orang lain di sekitar terutama kamampuan menyesuaikan diri dan berkomunikasi dengan orang lain, sehingga menopang mereka untuk dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan baik dan mencapai prestasi yang gemilang.
Kegiatan ekstrakurikuler di MTsN 32 terdiri dari ekstrakurikuler akademik dan non akademik. Ekstrakurikuler akademik yaitu Bina Prestasi dan ekstrakurikuler non akademik terdiri dari Tahfidz, Robotik, KIR, Kesenian daerah, Kegiatan keagamaan Islam, Olahraga, Pramuka, PMR, UKS,dan OSIS. Pada kegiatan ekstrakurikuler ada yang menjadi program prestasi unggulan di MTsN 32 Jakarta baik yang bersifat akademik maupun non akademik. Program prestasi unggulan akademik diantaranya Bina Prestasi yang terdiri dari mata pelajaran IPA, IPS, Matematika, dan Bahasa Inggris, serta Riset (KIR). Program prestasi unggulan non akademik yaitu Tahfidz Takhasus dan Robotik. Semua peserta didik dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tersebut tergantung dari minat dan bakat yang dimiliki. Pendekatan minat dan bakat ini diarahkan pada usaha mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengelola kompetensi yang bisa jadi berbeda pada masing-masing individu peserta didik (Rotherham, Andrew J & Willingham, Daniel, 2009).
Upaya pelaksanaan program prestasi unggulan di MTsN 32 Jakarta berlatar belakang pada pengembangan bakat dan minat peserta didik yang beriman dan bertaqwa dalam mendalami ilmu pengetahuan serta teknologi dalam berbagai kegiatan penambahan ilmu dan wawasan serta dukungan kepada peserta didik untuk mengikuti berbagai ajang lomba tingkat nasional dan internasional. Selain itu, pengembangan bakat dan minat peserta didik ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, menumbuhkan karakter siswa yang jujur, disiplin, sportif, tekun, kreatif, tangguh dan cinta tanah air, sehingga melalui program prestasi unggulan, pengembangan bakat dan minat peserta didik MTsN 32 Jakarta diharapkan dapat memaksimalkan potensi peserta didik bertalenta dan berkarakter dalam mengeksplorasi kemampuannya di bidang agama, ilmu pengetahuan dan teknologi. Pencapaian puncak prestasi yang maksimal akan ditunjukan dengan lahirnya juara-juara tingkat nasional yang mumpuni dan berdaya saing tinggi sehingga siap untuk berkompetisi pada perlombaan tingkat internasional.
Program unggulan prestasi merupakan bagian integral dari proses belajar yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan peserta didik. Bahkan, program unggulan prestasi ini adalah perpanjangan, pelengkap, atau penguat kegiatan intrakurikuler dalam menyalurkan bakat dan mendorong perkembangan potensi peserta didik hinggga mencapai taraf yang maksimum.
3. Kegiatan Ibadah Rutin, Pra KBM dan Middle KBM
Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan pengembangan diri madrasah. Pelayanan bantuan untuk peserta didik baik individu maupun kelompok agar berkembang secara optimal dalam hubungan pribadi, sosial, belajar, dan karir, melalui proses pembiasaan, pemahaman diri dan lingkungan dalam mencapai kesempumaan perkembangan diri. Tujuan kegiatan pengembangan diri adalah membantu memandirikan peserta didik dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minatnya. Kegiatan ini selaras dengan orientasi pembelajaran abad 21 (Bishop, Joseph, 2008; Jim Allen & Rolf van der Velden, 2012).
Kegiatan ibadah rutin yang dilaksanakan di madrasah berupa tadarus dhuha, Sholat Dzuhur berjama’ah, dan Sholat Ashar berjama’ah. Kegiatan Pra KBM dilaksanakan sebelum proses belajar mengajar dilaksanakan. Kegiatan tersebut berupa delivering vocabularies, imla’ mufrodat, kajian kitab, yasin tahlil, senam kebugaran jasmani, keputrian dan upacara bendera. Kegiatan middle KBM dilaksanakan 1 minggu sekali setelah sholat dzuhur berjamaah berupa penampilan karya sastra dalam Bahasa Inggris dan Pidato dalam Bahasa Arab.
4. Proses PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru)
MTsN 32 Jakarta menyelenggarakan kegiatan PPDB seperti halnya madrasah lainnya DKI Jakarta, yaitu online, tidak menyelenggarakan tes-tes formalitas, dan membuka kesempatan kepada semua anak untuk dapat mendaftar. Hal ini karena input peserta didik bukan sebagai faktor penentu baik atau tidaknya kualitas pendidikan yang dihasilkan, namun kualitas proses pembelajaran yang akan menjamin kualitas pendidikan (Chatib, M, 2011).
5. Bimbingan khusus bagi para calon alumni
Keterampilan abad 21 sangat dibutuhkan dalam melahirkan lulusan-lulusan berprestasi dan dapat berkompetisi. Keterampilan ini akan meningkatkan kemampuan daya jual, kemampuan bekerja, dan menjamin kesiapan untuk menjadi warga negara yang baik (Bishop, Joseph, 2008). Melalui bimbingan khusus ini lahirlah alumni-alumni yang dapat bersekolah di madrasah atau sekolah lanjutan atas unggulan seperti MAN IC, SMANU MHT, SMAN CMBBS, dan SMA Pradita Dirgantara. Bimbingan ini diadakan setelah pulang sekolah dan pada hari Sabtu.
6. Kegiatan belajar di luar kelas
Untuk dapat melatih kemampuan berpikir kritis diadakan kegiatan dengan mendalami materi dari sisi yang berbeda dan menyeluruh. Kemampuan untuk dapat menghubungkan ilmu dengan dunia nyata dan memaknai setiap materi ajar terhadap penerapannya dalam kehidupan dapat mendorong motivasi belajar (Epi Hifmi Baroya, 2018; Saavedra, A & Opfer, V, 2012). Kegiatan belajar di luar kelas biasa diadakan 2 kali dalam setahun misalnya peserta didik diajak untuk belajar di balai penelitian pemerintah dan non pemerintah seperti Balai Penelitian Ternak dan Hasil Ternak, SEAMEO BIOTROP, BIG, Balai Penelitian LAPAN, TMII, Museum di sekitar Jabodetabek, dan lain sebagainya. Kegiatan belajar di luar kelas lainnya seperti belajar menjadi santri di Pesantren dan belajar Bahasa Inggris di Pare, Kediri.
7. Pembuatan beban kerja guru sesuai dengan profesionalismenya
Di abad 21, Guru dituntut untuk menjadi fasilitator, motivator, dan inspirator bagi peserta didiknya. Agar peserta didiknya lebih giat belajar dan dapat menemukan sumber informasi yang benar melalui teknologi yang sedang berkembang, maka guru harus (Edi Syahputra, 2018; Padrul Jana dkk., t.t.):
a. Memiliki minat membaca yang tinggi
b. Memiliki kemamuan untuk menulis karya ilmiah
c. Harus kreatif inovatif dalam menggunakan model-model pembelajaran
d. Menjadikan peserta didik sebagai subyek belajar
Sementara itu, peserta didik abad 21 dituntut untuk
a. Berpikir kritis, berkemauan dan kemampuan dalam memecahkan masalah, berkomunikasi, kreatif, kolaboratif, dan inovatif.
b. Berkemauan dan kemampuan dalam literasi digital, menggunakan media baru dan mengoperasikan ICT.
c. Memiliki inisiatif, fleksibel, dan adatif.
Motivasi guru dengan metode pengajaran yang inovatif dan program unggulan prestasi madrasah serta semangat bekerja tenaga kependidikan menjadi faktor kekuatan internal yang mempengaruhi daya saing pada MTsN 32 Jakarta. Guru merupakan salah satu komponen sumber daya manusia pendidikan yang harus dikelola dan dikembangkan secara terus-menerus. Potensi sumber daya guru perlu terus-menerus tumbuh dan berkembang agar dapat melaksanakan fungsinya secara profesional.
Guru di MTsN 32 Jakarta akan berperan sebagai mentor, fasilitator, kolaborator, dan mitra dalam belajar. Guru di MTsN 32 Jakarta juga menggunakan model-model pembelajaran yang mendukung pembelajaran abad 21 di kelasnya dan dapat mengintegrasikan teknologi yang melibatkan pengetahuan dengan penguasaan materi di dalam kelas (Giunta, C, 2017; Herring, Mary C dkk., t.t.; Koh, Joyce Hwee dkk., 2013). Prinsip yang dilakukan oleh guru dalam mengajar di kelas (Saavedra, A & Opfer, V, 2012) adalah membuat pembelajaran yang relevan dengan dunia nyata, mengajar dengan disiplin, mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik, mendorong pentransferan ilmu, membelajarkan bagaimana ‘belajar untuk belajar’, memperbaiki miskonsepsi secara langsung, menggalakkan kerja Bersama tim, memanfaatkan teknologi, dan menjunjung peningatan kreativitas peserta didik. Profesionalisme guru dapat diperoleh ketika penetapan beban kerjanya sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
8. Pengadaan pendidikan pelatihan guru dan tenaga kependidikan
Mengingat berat dan kompleksnya membangun Pendidikan abad 21, maka sangat penting untuk melakukan upaya-upaya untuk mengembangkan guru dan tenaga kependidikan agar semakin profesional. Dalam kode etik guru dikatakan bahwa guru adalah seorang pendidik, jadi dia bukan sekedar sebagai pengajar. Sebagai seorang pendidik, maka keberadaan guru bukan hanya sekedar berkewajiban menyampaikan kompetensi dan nilai. Untuk bisa memiliki kompetensi guru harus memerlukan latihan, pembiasaan dan pendidikan yang cukup. Itulah sebabnya, upaya pengembangan guru dan tenaga kependidikan memiliki peran yang cukup baik dalam meningkatkan kualitas pendidik dan profesionalisme pendidik. Guru dan tenaga kependidikan yang berkualitas akan menghasilkan lembaga pendidikan yang berprestasi (Depdiknas, 2008).
Pendidikan dan pelatihan guru dapat dilakukan secara offline dan online dengan tanpa mengganggu aktivitas guru mengajar di dalam kelas. Penyelenggara kegiatan tersebut yang sering diikuti oleh rekan-rekan guru adalah balai diklat Kementerian Agama RI, SEAMEO SEAMOLEC, dan lembaga-lembaga lain yang mumpuni dalam menyelenggarakan diklat bagi guru.
9. Pengerahan potensi guru dan peserta didik dalam berkompetisi
Kecakapan abad 21 dibutuhkan untuk dapat melahirkan lulusan yang dapat berkompetisi dan guru-guru yang dapat dicontoh semangat untuk berkompetisinya, sehingga memiliki nilai jual, meningkatkan kemampuan dalam bekerja, serta belajar (Bishop, Joseph, 2008). Kompetisi yang diikuti oleh guru dan peserta didik adalah pada tingkatan provinsi, nasional, maupun internasional, baik dari penyelenggara pemerintah maupun non pemerintah.
B. Kualitas Peserta Didik MTsN 32 Jakarta Madrasah ‘MAUNGADER’ sebagai Hasil dalam Mewujudkan Pembelajaran Abad 21
Sejalan dengan dicapainya mutu pendidikan yang baik, Madrasah Tsanawiyah Negeri 32 Jakarta menunjukkan kualitas hasil belajar peserta didik yang terus meningkat. Hal ini terlihat dari hasil perolehan kemenangan pada berbagai kegiatan lomba tingkat nasional dan internasional. Berikut ini disampaikan sejarah peroleh prestasi peserta didik pada ajang kompetisi bidang akademik dan non akademik untuk tingkat Nasional diantaranya memperoleh medali perak Olimpiade IPA Biologi pada KSM 2016, medali emas Olimpiade IPS Terintegrasi pada KSM 2018, medali perak Olimpiade IPA Terpadu Terintegrasi pada KSM 2019, medali perunggu Olimpiade Matematika Terintegrasi pada KSM 2019, medali emas Matematika pada KSN 2021, medali perunggu Olimpiade IPA Terpadu Terintegrasi pada KSM 2022, Juara 2 Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-54 dalam bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan tahun 2022, dan Juara 1 Lomba Karya Tulis Kementerian Perhutanan dan Lingkungan Hidup Kategori SMP tahun 2023. Sementara itu, perolehan kemenangan untuk tingkat Internasional diantaranya memperoleh Juara 1 creative design IYRC 2019 penyelenggara RACER, medali perak di CFM (challenge for future mathematician) 2019, medali perak individual contest CFM tahun 2019, runner up 2 tim contest CFM (Challenge Future Mathematician) tahun 2019, dan meraih medali perunggu IMAS ( International Mathematics Assesment for School) tahun 2020, medali emas pada lomba riset AYRIS pada kategori sains SMP tahun 2022. Serta, banyak perolehan kemenangan lainnya dalam bidang akademik dan riset baik pada tingkat nasional dan provinsi dari lembaga pemerintah dan non pemerintah.
Madrasah unggulan menurut Bambang Irawansyah (2022) adalah modernisasi penyelenggaraan dan pembinaan pendidikan Islam, serta menjadikan komponen keagamaan menjadi lebih besar. Keberadaan madrasah unggulan saat ini banyak menyita perhatian para pemerhati pendidikan akibat maraknya kerusakan moral dan pembusukan karakter bangsa. Mereka secara implisit menyadari pentingnya minat masyarakat terhadap kebutuhan akan madrasah unggulan yang dianggap dapat memperbaiki kerusakan moral anak bangsa. Menurut beberapa pakar pendidikan, pendirian dan pemberian label madrasah unggulan akan dapat memberikan kontribusi bagi kualitas pendidikan yang lebih baik karena madrasah unggulan tidak hanya dituntut untuk menghasilkan lulusan yang unggul secara akademik namun juga unggul dalam moralitas dan spiritual. Madrasah unggulan akan mengadopsi pendekatan pelaksanaan yang menggabungkan konsep pendidikan umum dan pendidikan agama ke dalam satu kurikulum satuan pendidikan. Semua mata pelajaran dan kegiatan madrasah tidak dapat dipisahkan dari kerangka dan pesan ajaran Islam. Keterpaduan metode pembelajaran diarahkan untuk dapat mengoptimalkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Madrasah unggulan harus dapat menghasilkan keunggulan yang dapat dibanggakan oleh madrasah itu sendiri dan masyarakat di sekitarnya. Sebagai bukti keunggulannya, MTsN 32 Jakarta telah meluluskan alumni-alumni tangguh yang dapat menjebol jumlah terbanyak lulusan yang masuk ke sekolah atau madrasah lanjutan atas unggulan seperti MAN IC, SMANU MHT, SMAN CMBBS, dan SMA Pradita Dirgantara. Persentase jumlah lulusan yang masuk ke sekolah atau madrasah lanjutan atas unggulan selalu meningkat dari tahun ke tahun, bahkan MTsN 32 Jakarta beberapa kali mendapatkan penghargaan dari perolehan alumni terbanyak yang masuk ke MAN IC.
Bab IV
Penutup
A. Kesimpulan
Madrasah unggulan bidang akademik dan riset merupakan penetapan khusus bagi madrasah tertentu dengan harapan dapat menghasilkan karakter peserta didik abad 21 yang dapat berkompetisi dan memberikan prestasi. Implementasi yang dapat dilakukan mencakup Sembilan hal diantaranya, pelaksanaan kegiatan intrakurikuler, penerapan kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan ibadah rutin, pra KBM dan middle KBM, proses PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), bimbingan khusus bagi para calon alumni, kegiatan belajar di luar kelas, pembuatan beban kerja guru sesuai dengan profesionalismenya, pengadaan pendidikan pelatihan guru dan tenaga kependidikan, dan pengerahan potensi guru dan peserta didik dalam berkompetisi. Penetapan label madrasah unggulan ternyata selaras dengan perwujudan pembelajaran abad 21 di madrasah yang dapat meningkatkan mutu Pendidikan dengan menghasilkan lulusan serta guru yang sanggup berkompetisi dan berprestasi.
B. Saran
Kegiatan implementasi madrasah unggulan bidang akademik dan riset dalam mewujudkan potensi berpikir kritis pada pembelajaran abad 21 pada penelitian ini dapat diterapkan dan dimodifikasi untuk dapat menghasilkan tujuan yang diharapkan.
Daftar Pustaka
Alexandra, G & Ratu, N. (2018). Profil Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Dengan Graded Response Models. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 7(1), 103–112. https://doi.org/10.31980/mosharafa. v7i1.346
Bambang Irawansyah. (2022). Fenomena Sekolah Unggul dan Sekolah Mahal. Jurnal Kependidikan, 7(1), 69–75.
Beers, S. Z. (2012). 21st Century Skills: Preparing Students for THEIR Future.
Bishop, Joseph. (2008). The Partnership for 21st Century Skills, 2008, 21st Century Skills, Education dan Competitiveness: A Resource and Policy Guide. http://www.p21.org/storage/documents/21st_century_skills_education_ and_competitiveness_guide.pdf
BSNP. (2010). Paradigma Nasional Abad XXI. Badan Standar Nasional Pendidikan. https://repositori.kemdikbud.go.id/314/
Chatib, M. (2011). Best Prosess, Indikator Sekolah Unggulan.
Depdiknas. (2008). Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas.
Edi Syahputra. (2018). Pembelajaran Abad 21 dan Penerapannya di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional SINASTEKMAPAN, 1.
Epi Hifmi Baroya. (2018). Strategi Pembelajaran Abad 21. As-Salam Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Keislaman, 1(1).
Frydenberg, M. E. & Andone, D. (2011). Learning for 21st Century Skills. IEEE’s International Conference on Information Society, 314–318.
Giunta, C. (2017). An Emerging Awareness of Generation Z Students for Higher Education Professors. Archives of Business Research, 5(4), 90–104.
Herring, Mary C, Koehler, Matthew J, & Misra, P. (t.t.). Handbook of Technological Content Knowledge (TPACK) for educator (2 nd edition). Routledge.
Jim Allen & Rolf van der Velden. (2012). Skills for the 21st century: Implications for education. Research Centre for Education and the Labour Market.
Jumaisyaroh, T, Napitupulu, E. E, & Hasratuddin. (2015). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Dan Kemandirian Belajar Siswa Smp Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Kreano, Jurnal Matematika Kreatif Inovatif, 5(2), 157–169. https://doi.org/10.15294/kreano.v5i 2.3325
Koh, Joyce Hwee, Ling; Woo, Huay-lit, & Lim, Wei-ying. (2013). Understanding the relationship between Singapore preservice teachers’ ICT course experiences and technological pedagogical content knowledge (TPACK) through ICT course evaluation. Educational Assessment, Evaluation and Accountability; Dordrecht, 25(4), 321–339. https://doi.org/DOI:10.1007/s11092-0139165-y
Mulyasana, D. (2011). Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. PT. Remaja Rosdakarya.
Novtiar, C & Aripin, U. (2017). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Dan Kepercayaan Diri Siswa SMP Melalui Pendekatan Open Ended. PRISMA, 6(2), 119–131. https://doi.org/10.35194/jp.v6i2.122
Nurizzati, Y. (2016). Upaya Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Mahasiswa IPS. Edueksos : Jurnal Pendidikan Sosial Dan Ekonomi, 1(2), 93–108. https://doi.org/10.24235/edueksos.v 1i2.381
Padrul Jana, Yudhanto Septiadji, & Abdul Aziz Saefudin. (t.t.). Profil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Salah Satu SMP Unggulan Di Wilayah Sleman. Universitas PGRI Yoyakarta.
R. Hidayat & Y. E. Patras. (2013). Pendidikan Abad 21 dan Kurikulum 2013: Survey terhadap Guru-guru Sekolah Dasar Mengenai Wacana Perubahan Kurikulum 2013. Jurnal Pendidikan Universitas Pakuan, 235–244.
Rideout, V, Foehr, U, & Roberts, D. (2010). Generation M2: Media in the lives of 8 to 18-year-olds. Kaiser Family Foundation Study. http://www.kff.org/entmedia/8010.cfm
Rotherham, Andrew J & Willingham, Daniel. (2009). 21st Century Skills: The Challenges Ahead. Educational Leadership, 67(1), 16–21.
Saavedra, A & Opfer, V. (2012). Teaching and Learning 21st Century Skills: Lessons from the Learning Sciences. A Global Cities Education Network Report. Asia Society.
Shara, J, Kadarisma, G, & Setiawan, W. (2019). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Pada Materi Fungsi Kuadrat. Journal on Education, 1(2). https://doi.org/10.31004/joe.v1i2.95
Penyunting: Putra