Menjadi Teman, Bukan Bully : Perspektif Sebagai Pendidik Dalam Menanggapi Kasus Bullying - Guruinovatif.id

Diterbitkan 21 Mei 2024

Menjadi Teman, Bukan Bully : Perspektif Sebagai Pendidik Dalam Menanggapi Kasus Bullying

Dalam rangka World Anti-Bullying Day, mari kita teliti perspektif sebagai pendidik tentang pentingnya menjadi teman bagi sesama dan menolak perilaku bully.

Cerita Guru

Petrus Paulus Puru Tukan, S.Si, M.Pd

Kunjungi Profile
447x
Bagikan

Oleh : Petrus Paulus Puru Tukan, S.Si, M.Pd

Di dunia pendidikan perliaku murid berbuat kebaikan sering kali dibayangi oleh kekejaman, marilah kita bersatu menyebarkan semangat cinta dan persaudaraan di setiap lembaga pendidikan kita. Kasus bullying telah menjadi salah satu isu sosial yang mendesak, terutama di kalangan remaja yang sedang berada di bangku pendidikan dan kaum dewasa.

Dalam rangka World Anti-Bullying Day, mari kita teliti perspektif sebagai pendidik tentang pentingnya menjadi teman bagi sesama dan menolak perilaku bully.

Sejak tahun 1922, Bapak pendidikan kita sudah mengenalkan dan mengajarkan filosofi pendidikan yang berpusat pada peserta didik. Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara itu bersifat menuntun, yang artinya segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ibarat petani yang menanam berbagai macam bibit tanaman dan memelihara tanaman tersebut sesuai dengan kodratnya. Makalah tidak ada kodrat dimana anak dikucilkan, dibully dan direndahkan bahkan di lukai perasaan, batin dan fisiknya.

Sebagai pendidik, kita memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi teladan dalam mendorong sikap-sikap yang membangun dalam satuan pendidikan kita, seperti :

  • Mengedukasi diri sendiri dan murid-murid tentang dampak buruk bullying

  • Mendorong dialog terbuka dan penerimaan terhadap perbedaan.

  • Menawarkan dukungan dan persahabatan kepada murid-murid yang terpinggirkan atau menjadi korban bullying

  • Mempromosikan budaya inklusif di dalam satuan pendidikan kita. 

Penindasan bukan hanya masalah yang terjadi di halam sekolah; hal ini merembes ke tempat kerja kita, lingkaran sosial, dan bahkan di dalam tembok rumah kita. Rasa sakit yang ditimbulkan oleh penindasan tidak mengenal batas. Hal ini dapat meninggalkan luka yang membekas di hati dan pikiran para korbannya, serta merampas kebahagiaan dan harga diri mereka. 

Sebagai pendidik, kita dipanggil untuk terus berefleksi memperbaiki proses pendidikan kita, agar menuntun murid-murid  dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

 

Lewotala, 20 Mei 2024

Petrus Paulus Puru Tukan, S.Si, M.Pd


Penyunting: Putra

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Kesurupan
Berawal Hanya Ingin Menghilangkan Rasa Malu, Memutuskan Untuk Menjadi Guru

Nur Azizah, S. Pd

May 01, 2022
3 min
Kisahku Menerbitkan Buku Berawal dari Layanan BK Online
4 min
Manajemen Kelas: Belajar dari Taiwan - Event Belajar Lintas Negara
1 min
Berkah Pandemi Bagi Guru
3 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar