Apabila Bapak/Ibu mencari kata âHari Anakâ di laman website maka keyword tersebut akan terarah pada tiga penanggal besar. Ketiga penanggal tersebut sama-sama bertemakan perihal âkepedulian terhadap anakâ. Namun, apakah perbedaan ketiga penanggal tersebut?
Sebagai wujud perhatian yang intens terhadap anak, muncullah tiga versi peringatan hari anak. Pertama , Hari Anak yang diperingati setiap tanggal 1 Juni disebut dengan The International Day of Protection of Children . Hari internasional tersebut didasarkan oleh hasil kongres Womenâs International Democratic Federation di Moskow, Rusia pada 4 November 1949. Hari Anak Internasional berfokus pada isu perlindungan hukum terhadap anak; pembekalan anak baik secara fisik dan spiritual; dan isu eksploitasi yang terjadi pada anak.
Kedua , di Indonesia, Hari Anak Nasional diperingati setiap tanggal 23 Juli. Peringatan tersebut didasarkan oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 44 pada tahun 19 Juli 1984 di Jakarta. Pemfokusan kegiatan Hari Anak di Indonesia berpusat pada isu pendidikan, kecukupan gizi, serta kontrol terhadap pergaulan bebas.
Yang terakhir, dan yang menjadi fokus tulisan ini adalah peringatan Hari Anak setiap tanggal 20 November. Peringatan tersebut dikenal dengan nama Universal Childrenâs Day yaitu program yang dirancang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1954. Perancangan program tersebut, saat ini berada di bawah naungan United Nations International Childrenâs Emergency Fund (UNICEF). Program ini merupakan perwujudan terhadap kepedulian dunia terhadap anak-anak di seluruh dunia. Secara garis besar, serangkaian kegiatan yang disusun oleh UNICEF merupakan bentuk adaptasi terhadap âDeclaration of the Rights of the Child â dan âConvention on the Right of the Child .â Kedua dokumen penting yang mengubah cara pandang dan perlakuan terhadap anak. Anak harus dipandang sebagai manusia seutuhnya yang memiliki hak sebagai manusia lainnya.
Bendera UNICEF (Sumber: Canva) Pada tahap ini, secara tidak langsung kita dapat melihat adanya barrier antara ketiga penanggal tersebut. Perbedaannya terletak pada substansi pembahasan, organisasi yang menaungi, dan fokus kegiatan. Kita dapat melihat dengan jelas bahwa peringatan Hari Anak pada tanggal 1 Juni dan 23 Juli berfokus pada edukasi dan perlindungan pada anak. Sedangkan, pada Hari Anak Sedunia pada 20 November, berfokus pada upaya pemenuhan hak-hak anak serta mewujudkan kesejahteraan anak. Namun, perlu di garis bawahi, bahwa ketiga peringatan tersebut bersifat dinamis. Oleh karena itu, kita dapat menemui bahwa adanya kegiatan dan agenda yang saling menegasi isu-isu anak pada ketiga tanggal tersebut.
Agaknya, perbedaan tanggal peringatan tidak menjadi sebuah persoalan. Fokus yang perlu kita tegasi adalah substansi kegiatan yang diadakan tiap tanggal-tanggal tersebut. Pada tahun ini, peringatan Universal Childrenâs Day atau Hari Anak Sedunia oleh UNICEF mengangkat tema âInclusion, for Every Child â atau âInklusi bagi Seluruh Anakâ
Lalu, apa yang dimaksud dengan Inklusi? Apa makna dan pemahaman terselubung di balik tema tersebut? Adakah relasinya dalam pendidikan terhadap anak?
Apa itu Inklusi? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),kata âinklusiâ diartikan sebagai ketercakupan; kegiatan mengajar siswa dengan kebutuhan khusus pada kelas reguler. Berdasarkan pengertian tersebut ada relasi yang sangat terang antara inklusi, anak, dan pemerataan pendidikan. Secara konseptual, inklusi dipandang sebagai sebuah pendekatan untuk membangun lingkungan yang terbuka untuk siapa saja dengan latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda. Artinya, ada keinginan yang besar terhadap penerimaan dan pemerataan hak serta kewajiban setiap orang, khususnya anak dalam kehidupan sehari-hari.
Lalu, siapa saja yang seharusnya terinklusikan? wujud inklusi seperti apa yang kita harapkan?
Inklusi dan Pendidikan â Disability canât stop me from becoming a complete personalityâ -Samyak Lalit
Pernyataan di atas disampaikan oleh Samyak Lalit, seorang penulis dan pejuang penyakit polio yang berasal dari New Delhi, India. Ia dianugerahi âHenry Viscardi Achievement Award â sebuah apresiasi kepada seseorang yang dianggap sebagai role model, inovator, dan penggerak komunitas masyarakat dengan disabilitas. Pernyataan Lalit menyadarkan kita bahwa di dunia ini ada kelompok masyarakat, dengan segala kelebihannya, memiliki semangat untuk bertahan dan terinklusikan sebagai manusia sosial yang utuh. Hal ini merupakan sebuah bentuk perlawanan karena mereka sempat tidak terinklusikan secara penuh dalam dunia sosial.
Ada beberapa penyebab kelompok tersebut tidak terinklusikan dalam masyarakat, salah satunya adanya stigma âmengerikanâ yang berputar di kepala bahwa penyandang disabilitas berbeda dari masyarakat biasa. Keterbedaan tersebut seringkali membatasi penyandang disabilitas terbatas dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, bahkan pendidikan. Pada akhirnya, mereka menyerah dengan keadaan. Dalam pikiran mereka, stigma âketakutanâ akan tidak berterima di masyarakat telah merampas kesempatan dan harkat berharga dalam hidup mereka.
Bullying yang Menjadi Trauma Anak-Anak (Sumber: Canva) Anak Berkebutuhan Khusus (ABK),terkadang sulit untuk dapat bergabung ke sekolah umum. Selama ini, sebagai upaya untuk tetap menyekolahkan ABK adalah dengan mendaftarkannya ke Sekolah Luar Biasa (SLB). Namun, tentu saja ada keterbedaan yang jelas antara kurikulum sekolah umum dengan SLB. Perbedaan inilah yang kerap kali menjadi tantangan utama perihal penerimaan pengetahuan dan perkembangan sosial, mental, serta kognitif penyandang disabilitas.
Padahal, dalam praktiknya, Kemdikbud telah melakukan berbagai upaya agar terjadi pemerataan pendidikan bagi penyandang disabilitas. Upaya tersebut tercermin dalam UU NO 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, PP No 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas, dan Permendiknas No 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/bakat Istimewa. Artinya, sebenarnya upaya pengadaan sistem pendidikan yang inklusi telah banyak diupayakan. Tetapi, ada beberapa hambatan mengapa banyak masyarakat yang tidak memahami konsep inklusivitas bagi penyandang disabilitas dalam hal pendidikan. Hambatan yang paling utama adalah âketidaktahuanâ masyarakat terhadap sekolah inklusi.
Apa itu Sekolah Inklusi? Sekolah inklusi merupakan ruang di mana anak-anak berkebutuhan khusus dapat memiliki kesempatan belajar yang sama dengan anak-anak reguler pada umumnya. Namun, tentu saja dalam praktiknya tetap dalam dampingan guru. Sekolah inklusi dirancang sedemikian rupa dengan harapan bahwa siswa ABK dapat memperoleh keterampilan akademik, non-akademik, dan sosial yang positif.
Sebelum itu, dilansir dari buku Kemdikbud berjudul âBuku Saku Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasarâ tahun 2021 ada setidaknya lima prinsip pendidikan inklusif (PI). Berikut merupakan lima prinsip tersebut.
1. Pemerataan dan Peningkatan Mutu Pendidikan inklusif merupakan salah satu strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, karena lembaga PI dapat menampung semua anak yang belum terjangkau oleh layanan pendidikan lainnya. PI juga merupakan strategi peningkatan mutu, karena model pembelajaran inklusif menggunakan metodologi pembelajaran bervariasi yang bisa menyentuh pada semua anak dan menghargai perbedaan.
Kerja Sama Anak-Anak (Sumber: Canva) 2. Kebutuhan Individual Setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda, oleh karena itu pendidikan harus diusahakan untuk menyesuaikan dengan kondisi anak.
3. Kebermaknaan Pendidikan Inklusif (PI) harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
Saling Memberi dan Mendukung antar Anak (Sumber: Canva) 4. Keberlanjutan PI diselenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan.
5. Keterlibatan Penyelenggaraan PI harus melibatkan seluruh komponen pendidikan terkait.
Kelima prinsip tersebut merupakan pedoman awal terlaksananya sekolah inklusi di Indonesia. Dilihat dari berbagai faktor, pengadaan sekolah inklusi juga memberikan berbagai manfaat. Bagi guru/pengajar, pendidikan inklusi memberikan manfaat dalam pengembangan kreativitas dalam pembelajaran sekaligus menjadi tantangan baru karena harus mengakomodasikan suasana kelas agar tetap positif dan akomodatif terhadap semua anak didiknya dengan berbagai perbedaan. Bagi siswa, pendidikan inklusif dapat menciptakan suasana belajar yang kooperatif, mengembangkan sikap toleransi, melatih kepekaan sosial, memunculkan rasa percaya diri melalui penerimaan dan pelibatan dalam kelas, serta melatih untuk menghargai dan merangkul perbedaan. Sebuah kebermanfaatan yang menegasi tujuan pendidikan inklusi.
Saling Mendukung dan Menguatkan dalam Kehidupan (Sumber: Canva) Pada akhirnya, pendidikan inklusi telah membawa kita pada kesadaran yang menyeluruh perihal kehidupan. Ada banyak hal-hal berharga yang tidak kita sadari di sekitar kita. Ada banyak pelajaran-pelajaran yang menguatkan kita dalam menghadapi berbagai tantangan. Menjadi inklusi dengan perbedaan, melebur dalam keistimewaan akan membuat diri kita semakin arif. Anak-anak disabilitas adalah teman, sahabat, dan keluarga. Mereka adalah jiwa-jiwa luar biasa dengan berbagai macam keistimewaan. Oleh karena itu, mari sama-sama menjadi pribadi yang rela dalam menerima keterbedaan, menghargai sikap-sikap, dan melindungi teman-teman disabilitas. Karena cinta dan kasih adalah hadiah terbaik untuk mereka di Hari Anak Sedunia.
Selamat Hari Anak Sedunia untuk Anak-Anak hebat Indonesia. Bersama, kita menjadi juara dalam kehidupan, tumbuh dalam keterbedaan, dan mewujudkan masa depan bangsa yang utuh, bangsa Indonesia yang besar dalam persatuan dan kesatuan!!
Penulis: Yandi Chidlir
Editor: Putra