Pendidikan adalah salah satu yang terdampak dari pandemi covid 19. Sebagian besar melihat itu terjadi biasa saja. Bahkan satuan pendidikan dengan geografis yang berbeda akan menyatakan dirinya mampu menghadapi pandemi. Program unggulan dan rencana strategis digaungkan untuk mendukung pembelajaran selama pandemi. Pembelajaran dengan sistem daring adalah salah satu keunggulan yang dipandang sangat representatif diterapkan. Perubahan pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran dari rumah saja sangat ramai diterapkan. BDR tidak berlangsung singkat semua pelosok terimbas dengan gaya pembelajaran ini. Begitu juga dengan saya, bertugas di SD Negeri 4 Bebetin Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng Provinsi Bali menyisakan rasa kekhawatiran yang akan terjadi akibat pandemi ini.
Pembelajaran selama di rumah menceritakan pembelajaran yang tidak sewajarnya terjadi di sekolah kami dibandingkan dengan sekolah lainnya. Akses daring yang tidak dimiliki oleh orang tua siswa membuat sulitnya terhubung dalam pembelajaran. Berbagai pilihan kami lakukan mulai dengan memberikan daring bagi beberapa siswa, guru kunjung bagi siswa yang tidak memiliki akses. Kami juga mengambil pilihan orang tua siswa datang ke sekolah untuk mengambil tugas. Proses ini berlangsung selama pandemi dan meyakinkan sebagai guru untuk selalu berjuang memberikan pelayanan di situasi apapun. Kegiatan pembelajaran di sekolah berangsur dibuka karena pandemi melandai. Begitu besar rasa syukur kami, sehingga siswa mampu hadir ke sekolah dengan pola terbatas.
Belajar dari rumah selama pandemi menyisakan kisah perubahan budaya belajar siswa. Budaya positif yang terbangun sebelum pandemi berangsur memudar. Bukan hal mudah dalam menciptakan situasi yang diharapkan dengan kondisi siswa sebelumnya. Siapakah yang harus berbenah dan keluar dari zona nyaman? Sebagai tenaga pendidik tidak bisa berpangku tangan dengan keadaan ini. Sebelumnya anak berada di zonanya untuk mengikuti pembelajaran tanpa ada bimbingan dan pendampingan yang efektif. Selain itu, siswa yang sebelumnya begitu dekat dengan perangkat daring seperti gadget agar mampu mengadaptasi pembelajaran seperti siswa yang lain. Kami mencoba membangkitkan kembali budaya literasi dengan memberdayakan aset yang dimiliki. Dengan pengelolaan aset buku dan perpustakaan diharapkan mampu mendobrak minat belajar siswa kembali.
Membaca adalah dasar dari setiap proses pembelajaran, sehingga dengan konsep memberdayakan aset budaya membaca selama pandemi akan tumbuh dan berkembang. Kami mendata kembali kemampuan membaca siswa dengan pola treatmen setiap harinya. Dengan model wawancara dan tes membaca kemampuan siswa kami fokuskan pada setiap treatmennya. Membaca tidak bisa dibandingkan dengan hanya mengenal uruf namun bagaimana mampu memaknai kalimat sehingga anak mampu membudayakannya dalam setiap pembelajaran. Keluar dari zona nyaman selama pandemi dan membuka lembaran bagu untuk bergerak bersama menuju literasi yang lebih baik.