Sistem pendidikan terus mengalami perkembangan. Berbagai kreativitas dan inovasi telah banyak diterapkan. Era digitalisasi yang membuat setiap sisi kehidupan berubah secara cepat dan masif, turut memengaruhi perjalanan pendidikan dari tahun ke tahun. Semua pelaku dan pegiat pendidikan dituntut untuk terus memberikan hal-hal baru, terutama guru sebagai pemegang kendali. Jika bertahan pada satu sistem saja dari waktu ke waktu, lambat laun akan berjalan di tempat, bahkan tertinggal.
Oleh sebab itu, setiap guru, mau atau tidak mau, suka atau tidak, dituntut untuk memberikan inovasi. Pendidikan tak mesti berpusat di ruang kelas saja. Tak harus terikat pada label nama mata pelajaran saja, atau pada setiap penugasan semisal Pekerjaan Rumah (PR), Penilaian Harian (PH), dan sebagainya. Nilai pendidikan yang sebenarnya terletak pada kreativitas peserta didik yang mereka terapkan dalam kehidupan sehari-sehari mereka.
Berdiskusi lepas bersama peserta didik pada kegiatan ekstrakurikuler. Sebagai seorang guru, saya ingin berbagi beberapa pengalaman tentang tips dan trik menarik dalam menghadirkan inovasi pada aktivitas pendidikan. Dalam hal ini, pembelajaran tak melulu fokus pada aturan formal semata, melainkan ada pengembangan dan terobosan terkait hal-hal baru yang mengesankan. Berikut saya rangkum 9 langkah menjadi guru inovatif berdasarkan pengalaman saya mengajar selama 13 tahun.
1. Bergaya Up to Date tanpa Melupakan yang Telah Lalu
Seorang guru perlu untuk terus memperbarui pengetahuan yang dimiliki. Bagaimanapun, perkembangan zaman yang semakin cepat, dan perubahan yang terjadi silih berganti, menyebabkan setiap disiplin ilmu yang dimiliki harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Karakter dan kebiasaan peserta didik yang kita hadapi hari ini (tahun ini) akan berbeda dengan yang kita hadapi hari selanjutnya (tahun berikutnya).
Setiap tahun, peserta didik hadir dengan beragam wajah baru dan istilah baru. Mereka datang membawa pengaruh teknologi dan tren informasi yang setiap saat berubah. Olehnya itu, seorang guru perlu untuk menyesuaikan disiplin ilmu yang dimiliki berdasarkan kondisi kekinian yang terjadi. Mulai dari penyampaian metode, cara berkomunikasi dengan peserta didik, hingga jenis kegiatan yang dilaksanakan. Namun begitu, kombinasi dengan gaya lama tetap harus dijalankan. Sebab bagaimanapun, di hidup ini, tetap ada hal-hal yang tak berubah dan tetap dibutuhkan pada setiap pergantian zaman.
2. Wujudkan yang di Depan Mata
Dahulu, kita sering bertanya kepada peserta didik, âKamu cita-citanya apa nanti? Mau jadi apa setelah sarjana? Mau seperti apa 10 tahun mendatang?â dan sebagainya. Hal ini kurang tepat lagi ditanyakan di masa sekarang. Sebab, dengan zaman digital yang serba cepat, kita sering menyaksikan sudah banyak pelajar yang telah menunjukkan keahlian dan kreativitas mereka sebagai seorang yang profesional. Artinya, tak perlu menunggu waktu lama lagi dan menyelesaikan berbagai jenjang pendidikan. Dengan sistem digital, siapa pun bisa berkreasi.
Pertanyaan yang paling tepat kita ajukan saat ini adalah, âKamu mau jadi apa besok?â. Ya, kita fokus apa yang di depan mata. Di usia dini, dengan bantuan teknologi, para pelajar sudah bisa menunjukkan kreativitas untuk menjadi profesional sejak dini. Olehnya itu, dengan selalu fokus pada yang terdekat, seorang guru akan terus memperbarui pengetahuannya dan menyesuaikan dengan zaman yang ada. Yang terpenting, tak ketinggalan dengan teknologi. Terus mengasah diri mengikuti apa tuntutan zaman.
Peserta didik di sekolah kami yang sejak dini telah terlatih menjadi jurnalis. 3. Belajar Bersama, Bukan Menggurui
Dengan semakin mudahnya mendapatkan sumber informasi, apalagi dengan bantuan internet yang semakin luas jangkauannya, semakin mudah diakses bahkan sampai ke pelosok, maka siapa pun akan dengan mudah memperoleh pengetahuan. Bisa jadi, peserta didik lebih mengetahui banyak hal dalam bidang tertentu dibanding guru mereka sendiri. Olehnya itu, guru bukan lagi menjadi sumber belajar atau informasi, melainkan teman berdiskusi bagi peserta didiknya. Menggurui bukan lagi hal yang tepat, tapi diganti dengan belajar bersama. Guru dan peserta didik harus lebih banyak berdiskusi dan saling tukar pikiran.
Pada setiap kegiatan belajar, sering kali saya bertanya kepada siswa dan mendengarkan dengan baik apa yang mereka ketahui. Hasilnya, tak jarang kreativitas tercipta. Dari situ, saya juga sering menemui ada siswa yang sebenarnya mengetahui banyak hal, tapi mereka ragu untuk menjadikannya kreasi. Tugas seorang guru dalam hal ini adalah hadir di tengah mereka, mengajak mereka berdiskusi, memberi semangat, meyakinkan mereka dengan yang mereka ketahui, kemudian mendorong mereka untuk berkreasi. Menjadi teman bagi mereka untuk menerapkan apa yang mereka pahami.
Belajar bersama layaknya teman tanpa mengesampingkan adab sopan santun. 4. Memanfaatkan Internet dan Media Sosial Secara Maksimal
Para pelajar saat ini lebih banyak menghabiskan waktu mereka dengan media sosial. Bahkan media sosial sudah dijadikan sebagai alat komunikasi dan sumber informasi utama. Ditambah dengan kegiatan browsing memanfaatkan internet, mereka semakin asyik menjelajah di media sosial mereka. Tugas guru dalam hal ini adalah hadir mengarahkan peserta didik untuk memanfaatkan media sosial mereka dengan baik dan tepat.
Saya pernah memberi tantangan kepada siswa saya di media sosial. Mereka saya arahkan untuk membuat status menarik setiap hari. Hingga yang paling menantang adalah membuat tulisan selama 40 hari berturut-turut di media sosial. Hasilnya, semua tulisan-tulisan tersebut dikumpulkan dan dicetak menjadi buku. Hingga saat ini, sudah banyak siswa saya yang telah menulis buku. Saya kira masih banyak kreativitas lainnya yang bisa dilakukan di media sosial, dan kita harus hadir mengarahkan mereka dengan berbagai bentuk motivasi.
beberapa siswa dengan karya tulisnya (buku) masing-masing. 5. Dari Belum Tepat sampai Tepat, Bukan Salah sampai Benar
Pada proses penilaian formal, salah dan benar mungkin sudah biasa. Namun, biarkanlah hal ini tetap berlaku pada penilaian di atas kertas. Untuk pembentukan karakter peserta didik, hal ini jangan kita pakai. Sebab bagaimanapun, ketika kita hanya berfokus pada dua penilaian tersebut, secara tidak langsung kita sudah membentuk dua kelompok di dalam ruang belajar. Ada âKelompok Benarâ dan ada âKelompok Salahâ. Efeknya, yang benar bisa menjadi jemawa, dan yang salah bisa semakin pesimis.
Yang perlu kita terapkan adalah sistem tantangan untuk seluruh siswa. Sistem ini harus berjalan berkelanjutan. Siapa yang belum bisa atau belum tepat dalam menuntaskan tantangan (tugas, latihan, praktik, dan sebagainya), kita tetap beri kesempatan. Jangan memberi label âsalahâ, dan yang lainnya diberi predikat âbenarâ. Kuncinya, terus memberikan tantangan dari tidak tepat menjadi tepat, bukan salah sampai benar.
6. Tanamkan Kepercayaan pada Peserta Didik dengan Discovery Learning
Memberi kepercayaan kepada peserta didik artinya membebaskan mereka untuk mengembangkan kreativitas. Dalam hal ini, kita harus sabar meskipun apa yang mereka temukan dan hanya hal kecil dan sangat sederhana. Pada tahap ini, yang tepat adalah menerapkan Discovery Learning, yaitu pembelajaran yang mengarahkan peserta didik menemukan sendiri pengetahuan yang ingin disampaikan dalam pembelajaran.
Dengan membebaskan peserta didik untuk berkreasi, menemukan hal-hal baru, dan belajar sendiri, maka mereka tak lagi menjadikan sekolah sebagai satu-satunya pusat belajar. Tugas guru dalam hal ini adalah selalu mengakomodasi dan memberi ruang yang seluas-luasnya untuk apa yang mereka temukan. Jika masih kurang, disempurnakan. Kalau belum tepat, dilengkapi. Dan ketika ada penemuan menarik, segera dikembangkan menjadi karya. Dengan begitu, akan tercipta banyak inovasi dari berbagai karakter dan latar belakang peserta didik yang berbeda.
Peserta Didik memperlihatkan sampul buku hasil Discovery Learning. 7. Menjadikan Alam sebagai Ruang Kelas, Isinya sebagai Media Pembelajaran
Selama ini, mindset peserta didik selalu menganggap bahwa hanya sekolah sebagai tempat belajar. Di luar itu adalah tempat bermain dan sebagainya. Akhirnya, jarang terjadi pembelajaran yang berkesinambungan. Hari ini paham, pertemuan selanjutnya lupa lagi. Walaupun ada yang tetap paham setiap saat, tapi ini tidak berlaku menyeluruh kepada peserta didik. Untuk mengatasi masalah ini, kita bisa menjadikan setiap keadaan adalah pembelajaran. Alam semesta adalah kelasnya, dan isinya adalah media pembelajaran.
Kita perlu memodifikasi situasi di dalam kelas dengan menghubungkan setiap materi pelajaran dengan apa saja yang terdapat di alam ini. Memberikan contoh dengan memanfaatkan apa saja yang ada di sekeliling peserta didik di luar sekolah, di setiap tempat, dan pada tiap kejadian. Dengan begitu, apa yang didapatkan di sekolah bisa dibawa ke mana saja setiap saat, dan apa yang didapatkan di luar sekolah bisa dipelajari kembali di sekolah sebagai bahan diskusi.
8. Sharing, Discussion, Collaborative
Pada setiap kegiatan pembelajaran, kita jangan berfokus saja pada proses formal saja. Yaitu, menjadikan sekolah hanya sebagai tempat mentransfer materi, memberi tugas atau latihan. Setelah itu evaluasi, dan hasil keluar melalui lembaran kertas. Sebagai guru, kita perlu membuka ruang berbagi (sharing) untuk mendengarkan apa saja yang telah peserta didik dapatkan dengan kreativitas mereka sendiri. Guru harus menjadi pendengar setia. Setelah itu, kita memberikan tanggapan terhadap apa yang mereka peroleh (discussion) dengan memberi masukan atau apresiasi. Pada tahap ketiga adalah berkolaborasi dengan siswa (collaboration). Jika selama ini kita selalu membagi kelompok dengan membentuk grup-grup siswa, maka saat ini tidak ada salahnya membentuk grup kolaborasi siswa dengan guru.
Pada bagian ini, saya pernah berkolaborasi dengan siswa-siswa saya dalam karya film pendek. Kami berakting bersama setelah beberapa siswa memberikan ide untuk membuat film yang memuat berbagai pelajaran. Ide itu muncul dari hasil Discovery Learning, yang dilanjutkan dengan sharing, discussion dan collaboration .
Salah satu adegan bersama peserta didik dalam Film Pendek karya Peserta Didik. 9. Membuat Ruang-ruang Berkarya
Pada setiap pembelajaran yang dilaksanakan, hasil nyata akan selalu menjadi bukti kongkret sebagai penilaian. Olehnya itu, guru yang inovatif akan selalu memberikan ruang kepada peserta didiknya untuk mengekspresikan karya-karya mereka. Untuk hal ini, saya memaksimalkannya di kegiatan ekstrakurikuler. Bagaimanapun, pada kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler, peserta didik akan bebas berkreasi tanpa terikat dengan aturan formal. Mereka akan leluasa dan tanpa beban menunjukkan bakat mereka.
Saya telah melakukan ini bersama rekan-rekan guru di madrasah dengan membentuk beberapa kegiatan ekstrakurikuler. Meramunya dengan berbagai metode menyenangkan dan inspiratif, untuk kenyamanan peserta didik mengembangkan bakatnya. Eskul ini merupakan ruang-ruang berkarya bagi mereka.
Kelompok Tari Kreasi yang ada pada Eskul Sanggar Seni. Beberapa Eskul yang kami bentuk adalah Komunitas Penulis Muda (KPM) yang mengakomodasi bakat menulis peserta didik. Hasilnya, sudah ada beberapa buku yang ditulis oleh peserta didik kami. Selanjutnya, ada Pers Madrasah untuk pengembangan Jurnalistik. Ada Sanggar Seni untuk bakat seni. Dari sini berbagai kreativitas seni telah tercipta seperti film pendek, tari kreasi karya sendiri, beragam puisi, dan beberapa lagu ciptaan sendiri. Selain itu, ada komunitas Pecinta Bahasa dan masih banyak lagi. Intinya, jumlah kegiatan ekstrakurikuler tidak kami batasi keberadaannya di madrasah. Kami akan terus membentuk berdasarkan bakat dan minat peserta didik sebagai ruang-ruang kreasi bagi mereka.
Diskusi Lepas Peserta Didik dalam Eskul Pecinta Bahasa. Kesembilan poin di atas merupakan sebuah kolaborasi metode pembelajaran yang saling terkait dan berhubungan satu sama lain. Kombinasi pengetahuan yang up to date, pemanfaatan internet dan media sosial, kegiatan belajar bersama antara guru dengan siswa, dan terbukanya ruang-ruang berkarya, akan menghadirkan banyak inovasi dalam pembelajaran. Kesimpulannya, sebagai guru atau pendidik, prinsip terus bergerak harus kita tanamkan. Terus mencari hal baru, menyesuaikannya dengan zaman, teknologi, dan berbagai karakter peserta didik. Semuanya bisa kita maksimalkan dengan menganggap alam semesta ini sebagai ruang kelas, setiap kejadian di dalamnya adalah pembelajaran, dan apa yang menjadi isinya sebagai media pembelajaran.