Memenuhi Panggilanku Menjadi Guru - Guruinovatif.id

Diterbitkan 07 Apr 2022

Memenuhi Panggilanku Menjadi Guru

Sejak kecil saya tidak pernah bercita-cita menjadi guru. Terpikirkan saja tidak. Pasalnya, sejak kecil saya sudah dicekoki dengan pandangan kalau menjadi guru itu susah hidupnya dan harus siap menderita karena gajinya kecil.  Belum lagi sering mendengarkan lagu yang dinyanyikan teman-teman tentang sosok seorang guru dengan sepeda bututnya, yakni Oemar Bakri. Bagi sahabat pembaca yang sezaman dengan saya, barangkali masih familiar dengan lagu tersebut. Bukan hanya itu, kalau teman-teman sebaya ditanya tentang cita-citanya, umumnya mereka menyebut ingin menjadi polisi, tentara, pilot dan dokter. Jarang sekali saat itu menyebutkan kalau cita-citanya menjadi seorang guru. Katanya kurang keren. Nah, kalau begitu, mengapa saya sekarang menjadi guru? Bagaimana prosesnya? Padahal saya tidak pernah duduk di bangku perkuliahan yang ada hubungannya dengan ilmu keguruan atau Pendidikan.

Cerita Guru

Thurneysen Simanjuntak

Kunjungi Profile
716x
Bagikan

Sejak kecil saya tidak pernah bercita-cita menjadi guru. Terpikirkan saja tidak. Pasalnya, sejak kecil saya sudah dicekoki dengan pandangan kalau menjadi guru itu susah hidupnya dan harus siap menderita karena gajinya kecil.  Belum lagi sering mendengarkan lagu yang dinyanyikan teman-teman tentang sosok seorang guru dengan sepeda bututnya, yakni Oemar Bakri. Bagi sahabat pembaca yang sezaman dengan saya, barangkali masih familiar dengan lagu tersebut. Bukan hanya itu, kalau teman-teman sebaya ditanya tentang cita-citanya, umumnya mereka menyebut ingin menjadi polisi, tentara, pilot dan dokter. Jarang sekali saat itu menyebutkan kalau cita-citanya menjadi seorang guru. Katanya kurang keren. Nah, kalau begitu, mengapa saya sekarang menjadi guru? Bagaimana prosesnya? Padahal saya tidak pernah duduk di bangku perkuliahan yang ada hubungannya dengan ilmu keguruan atau Pendidikan.

Semuanya berawal saat masih kuliah, tepatnya ketika masih duduk pada tingkat dua. Saat itu, saya menyadari bahwa ada banyak waktu luang sepulang kuliah yang saya sia-siakan. Saya pun mulai berpikir, apa yang akan saya kerjakan untuk mengisi waktu luang tersebut. Saya sering merasa bersalah pada diri sendiri ketika menghabiskan waktu untuk rebahan. Mending cari kegiatan yang positif dan produktif. Pucuk dicinta ulam pun tiba, ketika suatu melewati tembok kampus, saya melihat ada tertempel kertas pengumuman tentang penerimaan pengajar bimbingan belajar. Lalu, saya mengambil kertas dan pulpen untuk mencatat alamat pengiriman lamaran tersebut. 

Setelah melalui sebuah proses yang ketat, akhirnya saya mulai mengajar di sebuah bimbingan belajar ternama di Medan. Pengajar yang diterima saat itu adalah mahasiswa yang sedang duduk di bangku kuliah Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Alasannya memang karena tugasnya untuk membimbing sebagian besar siswa yang bercita-cita kuliah di PTN. Artinya, pengajar harus menjadi model bagi para siswa. Jujur, awalnya memang motivasinya masih kurang jelas. Menjadi pengajar itu hanya karena ingin memanfaatkan waktu luang dan menambah uang kiriman dari kampung yang terbatas.

Nah, seiring dengan waktu, yang tadinya niat saya yang tadinya hanya untuk mengisi waktu luang dan menambah uang kiriman dari kampung, lambat laun semakin mencintai kegiatan mengajar tersebut. Tampak sekali ada semangat ketika ada kesempatan membimbing dan memotivasi para siswa dalam belajar. Apalagi mereka bisa diterima di kampus favorit yang mereka idam-idamkan. Intinya, ada kepuasaan dan kebahagiaan tersendiri ketika siswa yang tidak tahu menjadi tahu, ada siswa yang semakin tertarik dan termotivasi belajar, bahkan sukses meraih impian mereka.

Bisa dibilang saya termasuk betah mengajar. Betapa tidak, sejak kuliah 1996 hingga sudah tamat kuliah saya terus melakoni profesi menjadi pengajar di pendidikan non formal. Bahkan itu berlangsung hingga tahun 2005. Walaupun sesungguhnya, saya pernah beberapa kali mencoba untuk meninggalkan kegiatan mengajar. Misalnya saja, ketika bekerja menjadi menjadi pekerja sosial di sebuah Non Government Organization (NGO) hingga menggeluti dunia marketing. Rasanya, hati saya kurang menikmati pekerjaan tersebut. Berbeda sekali ketika saya berada di antara para siswa, saya lebih senang dan bersemangat.

Akhirnya pada tahun 2005, saya pun memutuskan untuk meneruskan profesi tersebut. Hanya ada bedanya. Kalau sebelumnya saya menjadi pengajar di tempat Pendidikan non formal (bimbingan belajar),maka  tahun itu saya memulai menjadi guru di tempat pendidikan formal (sekolah).  Tujuh belas tahun sudah menjalani profesi sebagai guru di sekolah, dari waktu ke waktu semakin menyadari panggilan sebagai guru.  Seiring waktu, semakin menyadari bahwa menjadi guru bukan sekedar mengajar dan mengantarkan para siswa pada cita-cita mereka. Tetapi harus mendidik dan menanamkan nilai dan prinsip kehidupan yang sesungguhnya. Sehingga anak didik tersebut siap menjadi pemimpin yang berkarakter dan berintegritas di masa depan. 

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Mendidik Dari Hati

Quroniya Rizqiyah

Apr 17, 2022
2 min
Mimpi Besar dari Daratan Tinggi Toba
Menghadapi Berbagai Karakter Murid
1 min
Panggilan Hati
1 min
Pendidikan Masa Depan

Deden Hendriana

May 09, 2022
1 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar