Kurikulum Merdeka Belajar, Sebuah Oase Kecil Dalam Gurun Pendidikan Indonesia - Guruinovatif.id

Diterbitkan 09 Mei 2022

Kurikulum Merdeka Belajar, Sebuah Oase Kecil Dalam Gurun Pendidikan Indonesia

Seperti biasa, sebagai seorang guru matapelajaran bahasa arab di sebuah sekolah menengah tingkat atas saya memulai pelajaran tahap demi tahap seperti yang saya rencanakan dalam RPP. Namun saat itu ada hal tak lazim yang menarik perhatian saya namun saya abaikan sambil terus menjalankan tahapan-tahapan pembelajaran. seorang peserta didik seolah tidak memperhatikan kegiatan pembelajaran yang saya sampaikan. Saya pun teringat dengan curhatan guru-guru lain yang juga mengeluhkan sikap peserta didik tersebut. Saya mencoba berpikir positif menghadapi sikap tersebut sambil terus melaksanakan tugas sebagai seorang pembelajar. Di akhir kegiatan belajar, tepatnya ketika jam istirahat saya sempatkan menyapa si peserta didik mencoba menggunakan pendekatan persuasif mencari apa yang membuat dia bersikap demikian. Dan saya mendapatkan jawabannya, “yang penting saya bisa mengaji dan hafala al-quran dengan baik pak” sergahnya. OK, ini jawaban yang rasional mengingat dia memang sangat tekun dalam hal pelajaran mengaji al-quran. Selang 2 tahun ketika dia kelas XII hasil mulai dia peroleh. Mendapatkan prestasi kejuaraan Al-Qur'an tingkat kabupaten, provinsi, nasional, bahkan internasional. Saat itu tidak ada lagi guru yang mengeluh meski sikapnya di dalam kelas masih tetap sama dengan ketika dia kelas X, super pasif di dalam kelas. 

Refleksi

M. Gus Khisomuddin, S.PdI.

Kunjungi Profile
519x
Bagikan

Seperti biasa, sebagai seorang guru matapelajaran bahasa arab di sebuah sekolah menengah tingkat atas saya memulai pelajaran tahap demi tahap seperti yang saya rencanakan dalam RPP. Namun saat itu ada hal tak lazim yang menarik perhatian saya namun saya abaikan sambil terus menjalankan tahapan-tahapan pembelajaran. seorang peserta didik seolah tidak memperhatikan kegiatan pembelajaran yang saya sampaikan. Saya pun teringat dengan curhatan guru-guru lain yang juga mengeluhkan sikap peserta didik tersebut. Saya mencoba berpikir positif menghadapi sikap tersebut sambil terus melaksanakan tugas sebagai seorang pembelajar. Di akhir kegiatan belajar, tepatnya ketika jam istirahat saya sempatkan menyapa si peserta didik mencoba menggunakan pendekatan persuasif mencari apa yang membuat dia bersikap demikian. Dan saya mendapatkan jawabannya, “yang penting saya bisa mengaji dan hafala al-quran dengan baik pak” sergahnya. OK, ini jawaban yang rasional mengingat dia memang sangat tekun dalam hal pelajaran mengaji al-quran. Selang 2 tahun ketika dia kelas XII hasil mulai dia peroleh. Mendapatkan prestasi kejuaraan Al-Qur'an tingkat kabupaten, provinsi, nasional, bahkan internasional. Saat itu tidak ada lagi guru yang mengeluh meski sikapnya di dalam kelas masih tetap sama dengan ketika dia kelas X, super pasif di dalam kelas. 

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 sangat jelas disebutkan bahwa tujuan proses pembelajaran adalah agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Ya, anda tidak salah baca, peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Namun seolah bertolakbelakang dengan tujuan tersebut, realita pembelajaran di kelas seolah hanya merupakan sebuah formalitas yang harus dijalankan secara rutin setiap hari dan berulang-ulang. Ditambah lagi dengan konten yang sangat banyak. Jika anda melihat di madrasah aliyah(sekolah setingkat SMA di bawah naungan kemenag), di sana bisa diajarkan sampai 19 matapelajaran dalam satu pekan. Sekali lagi anda tidak salah baca, 19 matapelajaran dalam satu pekan yang terdiri dari matapelajaran kelompok A(UMUM), kelompok B(UMUM) dan kelompok C(peminatan akademik). Beban belajar yang sedemikian berat menurut hemat saya sangat kurang efektif untuk dapat mewujudkan tujuan sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang sistem pendidikan nasional. Anak akan sangat tidak fokus mengembangkan potensi yang ada pada dirinya karena ia dituntut melahap pelajaran-pelajaran yang mungkin kurang relevan. Sebaliknya ia hanya akan mendapatkan jam pelajaran yang terlalu sedikit untuk matapelajaran yang relevan dengan pengembangan potensi di dalam diri peserta didik. 

Kurikulum Merdeka Belajar. Sebuah kebijakan yang kedatangannya sangat ditunggu-tunggu. Kemunculannya seolah menjadi oase dari kontradiksi yang saya paparkan di atas. Bagaimana tidak, dengan kurikulum ini lebih sederhana dan mendalam karena fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya. Dengan kurikulum ini pula peserta didik dapat memilih matapelajaran yang relevan dengan minat, bakat, dan aspirasinya. Dengan pola seperti itu maka peserta didik seperti dalam paparan di atas dapat difasilitasi pengembangan potensinya karena sekolah diberikan wewenang untuk pengembangn kurikulum sesuai karakteristik satuan pendidikan dan karakteristik peserta didik. Sedangkan bagi guru akan lebih total dalam melakukan pembelajaran karena ia akan mengajar matapelajaran yang dipilih sendiri oleh peserta didik. Jadi yang anda dampingi adalah mereka yang berminat dengan pelajaran anda. Keajaiban akan tercipta, proses pembelajaran di kelas menjadi jauh lebih kondusif dan lebih efektif.

Meskipun demikian, sayangnya kurikulum ini masih bersifat opsional. Artinya ada sekolah yang menerapkannya dan ada yang tidak menerapkan. Sehingga ia memang betul-betul sebuah oase di tengah gersangnya gurun pasir. Semoga oase kecil itu segera berubah menjadi hamparan sungai dari sabang sampai merauke sehingga kemudian menyegarkan seluruh elemen pendidikan di Indonesia. Dan akhirnya memunculkan buah-buah pendidikan yang berkualitas.

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

5 Ekstensi Peramban yang Membantu Proses Pembelajaran
6 min
Pentingnya Keluarga dalam Memperingati Hari Keluarga Nasional: Menyatukan Makna dan Merayakan Ikatan Keluarga yang Kuat
2 min
Mengisi Tangki Cinta Anak
5 min
Jaman Serba Digital, Masih Mau Berprofesi Guru?
Strategi Manajemen Stres Guru Menggunakan Metode Koping!
3 min
Ibu, Cinta, dan Kasih yang Abadi dalam Sanubari
3 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar