KESEHATAN MENTAL GURU : ASPEK PENTING YANG SERING TERABAIKAN
Dalam dunia pendidikan, guru memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk generasi masa depan yang cemerlang. Namun, sering kali kesehatan mental guru itu sendiri justru terabaikan. Mereka menghadapi tingkat stres dan kelelahan yang tinggi akibat menghadapi tingkah laku peserta didik, jam kerja yang relatif panjang, jumlah peserta didik yang tidak proposional dalam satu rombel, serta harapan yang tinggi dari peserta didik, orang tua, masyarakat dan atasan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memberikan perhatian yang lebih serius terhadap kesehatan mental guru.
PENTINGNYA KESEHATAN MENTAL GURU
Lembaga Survey RAND Corporation menyebutkan bahwa pada tahun 2022 pekerjaan yang memiliki tingkat stress paling tinggi ialah profesi seorang guru. Sebanyak 73% guru menyatakan, mereka sering mengalami stres terkait pekerjaan. Survei itu juga melaporkan, 59% guru merasa burnout (kelelahan)—kondisi stres kronis di mana pekerja merasa lelah secara fisik, mental, dan emosional gara-gara pekerjaannya. Lalu, 28% pendidik mengatakan mereka mengalami gejala depresi. Sementara itu dalam survei lainnya disebutkan bahwa sebanyak 77% guru merasa Kesehatan mental mereka yang buruk memiiliki dampak negatif pada Kesehatan mental siswa di kelas, dan 85% menyatakan hal tersebut memengaruhi perencaan pembelajaran mereka.[4]
Berikut ini merupakan beberapa alasan mengapa Kesehatan mental guru memegang peran yang sangat penting :
1. Mempengaruhi Efektivitas Belajar Mengajar di Kelas
Guru yang merasa bahagia dan sehat secara mental dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif dan mendukung, terutama di dalam kelas. Sebaliknya, kehadiran seorang guru yang stres dapat berdampak negatif pada lingkungan belajar siswa dan menyebabkan proses pembelajaran di dalam kelas ikut buyar sehingga menyebabkan hasil belajar yang buruk. Timothy D. Walker dalam bukunya Teach Like Finland bercerita bahwa tahun ketiganya sebagai guru di Amerika menyebabkan ia burnout (kelelahan) dan uring-uringan ketika masuk di kelas, alhasil peserta didiknya ikut nelangsa ketika proses belajar mengajar berlangsung.[8]
2. Mendukung Kesehatan Mental Peserta Didik
Sebuah penelitian menunjukkan adanya hubungan yang kompleks dan saling berhubungan antara kesejahteraan guru, hubungan guru-siswa, presenteeism (fisiknya hadir bekerja namun jiwanya tidak), dan kesehatan mental siswa [3]. Guru yang ketika masuk ke dalam kelas dengan wajah dan sikap yang ceria dapat menghadirkan siswa yang ceria pula. Keceriaan tersebut selanjutnya dapat mengantarkan mereka pada proses penerimaan materi yang baik dan eifisien. Sebaliknya guru dengan raut muka yang masam dan penuh dengan masalah membuat iklim di kelas menjadi ikut suram. Sehingga peserta didik merasa tertekan dan hanya mampu terdiam. Konsentrasi pun sulit tercapai akibat tekanan mental dari sang guru.
3. Menjadi salah satu faktor terciptanya lingkungan budaya sekolah yang positif
Aktivitas guru di sekolah akan mempengaruhi bagaimana kondisi dan lingkungan sekolah tersebut. Guru dengan kondisi kejiwaan yang sehat tentunya akan bergaul dengan peserta didik, sesama teman guru dan dengan atasanya dengan baik pula. Ketika guru sejahtera baik jiwa maupun raganya mereka cenderung untuk mempertahankan hubungan positif dengan peserta didik dan menciptakan lingkungan belajar yang supportif.[2] Sebaliknya guru yang memiliki tingkat stres yang tinggi dapat mengacaukan hal-hal tersebut.
4. Mengurangi tingkat absensi guru
Mental guru yang baik akan mendorong performa kerja yang baik pula, termasuk dalam quota kehadirannya dalam memenuhi tugas di sekolah. Guru dengan tekanan emosi dan mental yang tinggi akan menurunkan semangat kerja yang berakibat pada meningkatnya tingkat absensi guru di sekolah.
5. Meningkatkan kepuasan kerja
Kesehatan mental yang baik dapat meningkatkan kepuasan kerja. Guru yang memprioritaskan kesehatan mental mereka cenderung mengalami stres dan kelelahan yang lebih sedikit, yang membuat pekerjaan mereka terasa lebih ringan dan dapat diatasi. Akibatnya, mereka lebih puas dengan pekerjaan mereka, yang dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan mereka dalam berbagai aktivitas di sekolah.
6. Meningkatkan pengembangan keprofesionalan
Kesehatan mental yang baik juga dapat meningkatkan pengembangan keprofesionalan. Guru yang memprioritaskan kesehatan mental mereka lebih mungkin untuk terlibat dalam pelatihan dan pengembangan yang dapat meningkatkan praktik pengajaran dan hasil belajar siswa. Mereka juga cenderung tetap memiliki pandangan yang positif dan semangat dalam pekerjaan mereka, sehingga dapat menghasilkan kepuasan dan kesuksesan dalam jangka panjang.
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN MENTAL GURU
Kesehatan mental guru sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Memahami faktor-faktor ini penting untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh guru dalam mempertahankan kesehatan mental mereka. Berikut adalah 4 faktor utama yang mempengaruhi kesehatan mental guru:
1. Beban Kerja
Beban kerja berlebihan yang dimiliki oleh guru secara signifikan memberi dampak pada efisiensi kerja mereka. Berbagai literatur menunjukkan bagaimana beban kerja berlebihan dapat mengantarkan pada tingkat kepuasan kerja yang rendah, burnout (kelelahan) dan buruknya performa guru[6]. Para guru sering harus menghadapi tuntutan pekerjaan yang berat, termasuk perencanaan pembelajaran, tugas administrasi, dan kurikulum, ditambah lagi tugas tambahan lainnya. Tekanan untuk memenuhi semua tuntutan ini dapat berdampak pada kesehatan mental guru itu sendiri.
2. Contact Overload
Contact Overload atau bisa diartikan sebagai Interaksi Berlebihan, muncul akibat terlalu seringnya seseorang berinteraksi dengan orang lain demi tercapainya tujuan akhir dari pekerjaan yang dilakukanya tersebut. Beberapa jenis pekerjaan seperti guru yang membutuhkan banyak interaksi dengan peserta didik yang memiliki keadaan psikologis yang berbeda-beda tiap harinya menyebabkan guru mengalami tekanan mental. Terlebih lagi jika kasus peserta didik yang dihadapinya ialah peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus, maka ini mendorong guru untuk mengeluarkan lebih banyak energi yang berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja.[1]
3. Tekanan Untuk Berprestasi
Tekanan untuk mencapai hasil yang luar biasa juga dapat menciptakan tekanan emosional yang tinggi bagi guru. Tugas-tugas yang diberikan oleh atasan dan pemangku kepentingan di atas mereka serta tekanan untuk memberikan hasil yang luar biasa, mempertahankan standar yang tinggi, dan mencapai target akademik tertentu dapat menciptakan rasa cemas dan stres yang tinggi. Belum lagi guru merasa bertanggung jawab atas capaian peserta didik mereka, karena kinerja mereka secara langsung mempengaruhi hasil belajar siswa.
4. Keterbatasan Sumber Daya
Bagi beberapa sekolah di perkotaan, sumber daya, sarana dan prasarana mungkin bukan menjadi masalah utama, namun tidak bisa dipungkiri masih banyak sekolah di negeri kita yang memiliki banyak kekurangan dalam hal fasilitas penunjang pembelajaran. Keterbatasan materi kelas, teknologi yang sudah usang, dan kekurangan sarana pendukung dapat menambah tantangan yang guru hadapi setiap hari. Ketika guru terpaksa bekerja dengan sumber daya yang terbatas, hal ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk memberikan pendidikan berkualitas dan mendukung siswa secara efektif. Di sisi lain keterbatasan sarana dan prasarana dapat memunculkan ide-ide kreatif dari guru, namun karena hal itu pula mereka membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk berpikir dan merencanakan pembelajaran.
Secara keseluruhan, hubungan antara beban kerja, tantangan perilaku siswa, tekanan untuk berprestasi, dan keterbatasan sumber daya membentuk kesehatan mental guru. Oleh karena itu, penting bagi sekolah dan institusi pendidikan untuk mengakui pentingnya kesehatan mental dan menyediakan sumber daya dan dukungan yang diperlukan untuk membantu guru menjaga kesejahteraan mereka.
STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN MENTAL GURU
Institusi pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan guru. Dengan memahami tantangan yang dihadapi guru, institusi pendidikan harus secara proaktif menciptakan lingkungan yang mendukung dan memprioritaskan kesehatan mental guru. Berikut beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh institusi pendidikan untuk meningkatkan kesehatan mental guru:
1. Mengadakan Pelatihan atau Workshop Kesehatan Mental
Sebagaimana guru-guru diberikan tanggung jawab dan berbagai macam tugas melalui platform dari pemerintah, sebaiknya platform ini juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk guru dapat mengakses konten-konten tentang pentingnya menjaga Kesehatan mental dan pengaturan emosi (stress management). Olehnya pemerintah seyogyanya dapat menyediakan berbagai materi baik berupa modul atau video singkat tentang hal tersebut. Pilihan lain ialah pihak sekolah atau institusi Pendidikan di tingkat Satuan Pendidikan masing-masing menyediakan workshop atau in house training (IHT) tentang kesehatan mental guru-guru mereka.
2. Akes Kelayanan Konseling Profesional
Selama ini guru dituntut untuk memberikan layanan konseling kepada peserta didik, bahkan hal tersebut sudah menjadi salah satu tugas pokok dan fungsi (tupoksi) mereka sebagaimana tertuang dalam UU No. 14 tahun 2005. Namun seringkali guru lupa kalau yang membutuhkan konseling bukan hanya peserta didik saja, akan tetapi mereka juga butuh, karena sejatinya setiap profesi pasti mengalami yang namanya masa-masa burnout (kelelahan), dan jika tidak diatasi secara profesional maka akan mempengaruhi performa guru itu sendiri. Maka penting bagi institusi pendidikan atau pemerintah terkait agar dapat menyediakan layanan konseling bagi guru.
3. Keseimbangan Kerja dan Kehidupan Pribadi (Work-Life Balance)
Dalam profesi sebagai guru, merupakan hal yang esensial untuk mencapai kepuasan kerja secara efektif dan efisien, dimana hal tersebut juga berpengaruh pada kesuksesan peserta didik. Menurut hasil riset keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi yang stabil atau terjaga secara simultan mendorong efisiensi dan efektivitas kinerja guru sebagaimana diharapkan. Bukan hanya itu status work life balance yang baik juga mendorong keharmonisan kehidupan berkeluarga seorang guru ketika berada di luar tempat kerjanya[7]. Oleh karena itu pentingnya bagi institusi pendidikan untuk memperhatikan status keseimbangan hubungan pekerjaan dan kehidupan guru-guru nya di Satuan Pendidikan masing-masing.
4. Menggunakan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) atau Mindfulness
Mindfulness ialah kualitas untuk memberikan perhatian dan memiliki kesadaran terhadap sesuatu yang sedang dialami atau sedang terjadi [5]. Dengan menyadari dan menganalsis gejala stress yang sedang dialami harapanya seorang guru dapat menemukan solusi untuk mengatasinya sebelum berdampak lebih jauh. Berhenti dan berpikir sejenak dan memikirkan masalah apa sebenarnya yang sedang dihadapi, biasanya ialah cara untuk memulai metode ini. Jika perlu menuliskan dan menguaraikanya di secarik kertas atau dalam catatan pribadi akan sangat membantu. Kelihatan sepele namun metode ini telah banyak membantu dalam mengurangi gejala stress dari berbagai kalangan usia.
5. Dukungan dari Rekan Kerja atau Sejawat
Langkah lain yang dapat ditempuh oleh seorang guru untuk menjaga kesehatan mentalnya ialah sering berinteraksi dengan teman sejawat atau rekan kerjanya di sekolah. Rekan kerja ialah mereka yang mengalami hal yang kurang lebih sama, sehingga ketika guru curhat atau mengeluarkan unek-unek mereka maka rekan kerja tersebut dapat memahami betul apa yang ia rasakan dan bersama-sama dapat memecahkan masalah yang dihadapi secara bersama-sama pula. Olehnya penting bagi sekolah untuk menciptkan lingkungan kerja yang positif dimana guru-guru-nya saling dapat berbagi dan terbuka satu sama lain tanpa melihat berbagai macam perbedaan.
KESIMPULAN
Kesehatan mental guru merupakan aspek penting dari kesejahteraan secara keseluruhan yang harus diperhatikan dengan serius dalam profesi mengajar. Dengan memprioritaskan kesehatan mental guru, kita dapat meningkatkan keseimbangan kerja-dan-kehidupan, efektivitas pengajaran, ketahanan mental, kepuasan kerja, dukungan Kesehatan mental siswa, mengurangi tingkat absensi guru, meningkatkan pengembangan profesional, mendukung keberlanjutan karir jangka panjang, menciptakan budaya sekolah yang positif, meningkatkan Kesehatan raga, dan mendukung pertumbuhan dan pengembangan pribadi. Penting bagi sekolah dan Instansi Pendidikan yang lebih tinggi untuk mengakui pentingnya kesehatan mental dan menyediakan sumber daya serta dukungan yang diperlukan untuk membantu guru menjaga kesejahteraan jiwa dan raga mereka. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat dan mendukung prestasi bagi guru dan siswa.
Referensi :
[1]Beheshtifar, Malikeh & Omidvar, Ali Reza. 2013. Causes to Create Job Burnout in Organizations. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences. Vol. 3, No. 6 ISSN: 2222-6990.
[2]Billett, P., Turner, K., & Li, X. 2022, May 9. Australian teacher stress, well‐being, self‐efficacy, and safety during the COVID‐19 pandemic. https://scite.ai/reports/10.1002/pits.22713
[3]Black, N., & Halstead, E. (2021, November 18). Mental health and subjective well‐being of staff in a secondary school for adolescents with severe and profound multiple learning difficulties. https://scite.ai/reports/10.1111/1467-8578.12389
[4]Hutari, Fandy. 2023. Alinea.id/Berita. Guru: Profesi mulia dengan tingkat stres yang tinggi. [diakses : 28 November 2023]; https://www.alinea.id/gaya-hidup/guru-profesi-mulia-dengan-tingkat-stres-yang-tinggi-b2iaO9Pon.
[5]Kabat-Zinn, J. (2003). Mindfulnessbased interventions in context: past, present, and future. Clinical Psychology : Science & Practise, 10(2), 144–156. https://psycnet.apa.org/doi/10.109 3/clipsy.bpg016
[6]Kanwal, Ayesha & Rafiq, Shahid & Afzal, Dr. (2023). Impact of Workload on Teachers' Efficiency and Their Students' Academic Achievement at the University Level. 39. 131-146. 10.51380/gujr-39-02-02.
[7]Punia, Vandana & Kamboj, Meenakshi. (2013). Quality of Work-life Balance Among Teachers in Higher Education Institutions. Learning Community-An International Journal of Educational and Social ... 04. 197-208. 10.5958/j.2231-458X.4.3.010.
[8]Walker, Timothy D. 2017. Teach Like Finland. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia
Penyunting: Putra