Pendidikan adalah salah satu pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan, maka guru menjadi ujung tombak dalam kemajuan pendidikan suatu negara. Hal ini dapat diartikan juga bahwa masa depan setiap negara berada di tangan guru. Oleh karena itu, kondisi kesehatan mental guru harus diperhatikan karena dapat memengaruhi kualitas pendidikan. Kesehatan mental menurut World Health Organization (WHO) merupakan kondisi kesejahteraan (well-being) seseorang yang mampu menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengelola stres, dapat bekerja produktif dan mampu berkontribusi bagi komunitasnya.
Menurut laman resmi Sciencedirect, bila dibandingkan dengan profesi lainnya, guru merupakan profesi beresiko tinggi mengalami masalah kesehatan mental. Sebesar 99,5% guru dari sekolah dasar dan menengah menderita setidaknya satu jenis masalah kesehatan subyektif. Keluhan kesehatan yang paling sering dilaporkan adalah kelelahan. Lebih dari 50% guru sekolah dasar dan menengah memiliki masalah psikologis, di mana lebih dari 10% memiliki hambatan psikologis sedang dan sekitar 2% memiliki penyakit mental. Risiko kesehatan mental ini disebabkan stres kerja yang berdampak pada sindrom metabolik di kalangan guru lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok profesional lainnya.
Stres dan ketegangan kerja guru makin memperburuk kondisi fisik dan mental guru. Hal ini terjadi karena kerangka peraturan pendidikan yang sering berubah, terlalu banyak tugas guru di luar mengajar, tekanan berlebihan pada kompetisi, kontrol yang terlalu berpusat pada guru, serta status sosial ekonomi yang rendah. Maka sangatlah penting untuk memperhatikan stres kerja guru dan mengambil langkah-langkah efektif untuk meningkatkan kesehatan mental guru.
Masalah kesehatan mental guru ini perlu segera ditanggulangi karena akan berdampak langsung dalam lingkup terkecil yaitu pengajaran di sekolah dan dalam lingkup besar dapat berdampak pada keberhasilan tujuan pendidikan melalui kurikulum merdeka. Guru memiliki korelasi yang kuat dengan keberhasilan murid di sekolah serta pada kesehatan mental muridnya melalui hubungan dalam proses belajar, tanggung jawab yang dimiliki dan emosi negatif yang dapat dirasakan secara langsung memengaruhi satu dengan lainnya. Sehingga kesehatan mental guru dapat berpengaruh terhadap efikasi diri dalam mengajar dan prestasi murid. Selain itu, parameter keberhasilan dari kurikulum merdeka dalam menciptakan murid yang merdeka, salah satunya dilihat dari kondisi murid yang bahagia dalam belajar. Hal tersebut tentunya dapat tercapai jika dimulai dari guru yang bahagia terlebih dahulu.
Mengatasi masalah kesehatan mental guru penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Alternatif solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui “LAKON SEMERU” yaitu akronim dari Layanan Konseling Kesehatan Mental Guru. Program tersebut dapat dilakukan dalam rangka memberikan dukungan psikologis kepada guru baik offline maupun online melalui konseling dan terapis yang dapat bebas diakses guru tanpa takut akan stigma. Selain itu, pentingnya juga program kesejahteraan guru melalui pelatihan keterampilan mengelola stres dan program meditasi (mindfulness) dengan diberikannya waktu sendiri untuk pemulihan setelah banyaknya energi yang tercurah selama mengajar. Tidak kalah penting adalah komitmen pimpinan sekolah atau lembaga pendidikan terhadap kesejahteraan guru dan menciptakan budaya yang mendukung kesehatan mental.
Kesehatan mental jauh lebih penting bagi guru daripada profesional lainnya karena kesehatan mental guru tidak hanya terkait dengan guru, tetapi juga terkait dengan masa depan generasi bangsa. Guru yang bahagia merupakan faktor penting dalam keberhasilan sistem pendidikan. Sehingga sangat penting untuk memberikan perhatian khusus pada guru terkait kesehatan mental mereka. Kesehatan mental guru bukan hanya masalah individu namun merupakan investasi masa depan pendidikan yang lebih baik bagi kita semua.
Oleh: Yuvita Dela Carolina, S.Pd. (SMAN 2 Wates, Yogyakarta)
Penyunting: Putra