GURU PEREMPUAN STW (SETENGAH TUA) , SEHATKAH?
Oleh : Ninuk Dyah Ekowati, M.Pd.
Kejadian yang berkaitan dengan pendidikan akhir-akhir membuat bulu kuduk bergidik. Bulu kuduk bergidik karena esensi pendidikan yang memanusiakan manusia menjadi sebuah gambaran mengerikan. Gambaran mengerikan yang ditunjukkan berupa kejadian-kejadian sebagai berikut: guru menyakiti peserta didik, yaitu di Nusa Tenggara Timur (NTT), terjadi kasus tewasnya MM (13), siswa SMP Negeri Padang Panjang, Kecamatan Alor Timur, Kabupaten Alor yang diduga dianiaya gurunya. Kejadian sebaliknya peserta didik dan orang tua menganiaya guru yaitu seorang guru yang matanya menjadi buta karena diketapel oleh orang tua peserta didik. Kejadian-kejadian ini hanya sebagian dari banyak kejadian. Kejadian tersebut menunjukkan daya kontrol emosi rendah.
Daya kontrol emosi yang rendah ditunjukkan dengan gejala kemarahan. Data tentang kemarahan dari https://www.bbc.com menunjukkan bahwa jenis kelamin yang sering mengalami kemarahan adalah para perempuan. Kemarahan dari para perempuan disebabkan karena tanggung jawab yang diambil oleh para perempuan lebih banyak. Sebuah jajak pendapat yang diadakan oleh Institute for Fiscal Studies pada 2020 menyurvei nyaris 5.000 orang tua dalam hubungan heteroseksual di Inggris, menemukan bahwa para ibu mengambil lebih banyak tanggung jawab.
Faktanya sebagian besar profesi guru didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Menurut https://databoks.katadata.co.id/ menyatakan bahwa pada tahun 2022 proporsi guru sebagai berikut dari total populasi guru nasional, sebanyak 2,36 juta orang atau 70,84% adalah guru perempuan. dan jumlah guru laki-laki sebanyak 972,05 ribu orang atau 29,16%. Berdasarkan hasil penelitian dari para siswa nilai modus menyatakan bahwa guru kadang-kadang marah. Guru yang sering marah adalah guru dengan jenis kelamin perempuan. Prosentase guru perempuan sebesar 56% dan guru laki-laki sebesar 44%.
Sementara berdasarkan usia prosentase guru yang marah adalah usia dibawah 35 tahun sebanyak 27%, usia 35-45 tahun sebanyak 43%, dan diatas 45 tahun sebanyak 7%. Usia guru terbesar yang sering marah adalah usia 35-45 tahun, Kemarahan ini disebabkan seringkali kelas ramai. Beberapa penyebab kelas ramai adalah gangguan pada kelas yang disebabkan oleh perilaku siswa. Usaha guru untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai terhambat karena keramaian siswa, bahkan rasa marah sering muncul bagi guru yang sedang bersemangat untuk memberikan pengajaran yang terbaik bagi siswa-siswanya, namun tidak mendapatkan respon yang baik dari siswanya, atau bahkan sebaliknya siswa ramai karena siswa dalam pembelajaran tersebut tidak mendapatkan dampak dari pembelajaran sesuai dengan kebutuhan para siswa.
Ketika guru marah, yang dilakukan oleh guru 36% mogok untuk mengajar, 54% memarahi siswa, 10% membentak siswa. Kebanyakan guru menyalurkan rasa marah dengan gejala awal yaitu memarahi siswa. Dalam https://akupintar.id/ teknik mendisiplinkan siswa dengan cara memarahi atau membentak dapat memengaruhi perkembangan otak anak. Sebuah studi membuktikan terdapat perbandingan hasil pemindaian MRI otak orang-orang yang tidak mengalami riwayat pelecehan verbal dengan orang-orang memiliki riwayat pelecehan verbal di masa kanak-kanak. Pemindaian pada orang yang tidak pernah mengalami tindakan memarahi dan membentak menunjukkan bahwa ada perbedaan fisik yang mencolok di bagian otak yang berperan untuk memproses suara dan bahasa. Selain pengaruh fisik di bagian otak, tindakan ini memengaruhi kondisi mental siswa, dan hubungan antara siswa dan guru.
Sementara itu, data dalam penelitian menunjukkan bahwa 61% para siswa menginginkan agar guru memberikan motivasi kepada para siswa. Selain motivasi, siswa membutuhkan keteladan. Keteladanan yang diinginkan oleh siswa adalah cara bertingkah laku sebesar 34%, 25% masing-masing kesabaran dan tata cara berbahasa, 16% adalah pengetahuan. Keteladanan dalam bertingkah laku, kesabaran dan bertutur kata, dan terakhir adalah pengetahuan merupakan urutan teladan yang diingin oleh para siswa. Siswa mengharapkan guru untuk mendidik dengan hati, ramah, responsif, dan selanjutnya teladan pengetahuan. Teladan pengetahuan menduduki prosentase yang terakhir karena para siswa bisa mendapatkan pengetahuan dari berbagai sumber belajar. Oleh sebab itu dibutuhkan kharakter pribadi guru yang kuat.
Berdasarkan permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua titik simpul permasalahan ditinjau dari subyek permasalahannya. Permasalahan tersebut adalah :
- Dari pihak guru: guru marah karena kelas ramai. Kelas ramai disebabkan karena guru yang sedang bersemangat untuk memberikan pengajaran yang terbaik bagi siswa-siswanya, namun tidak mendapatkan respon yang baik dari siswanya.
- Dari pihak siswa: siswa ramai karena siswa dalam pembelajaran tersebut tidak mendapatkan dampak dari pembelajaran sesuai dengan kebutuhan para siswa
Dalam memecahkan permasalahan maka terdapat beberapa strategi dalam membuka titik simpul tersebut. Tekanan pada simpul tersebut sebenarnya ada pada soft ware. Guru ingin menyampaikan dan menanamkan soft ware bagi siswa, siswa ingin mendapatkan software yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan dalam menghadapi dunia yang dinamik.
Dasar dalam menanamkan software yang dibutuhkan oleh guru dan siswa maka pertama dan utama guru harus membangun kharakter yang kuat. Dalam membangun kharakter guru yang kuat maka guru harus menginternalisasikan filosofi pendidikan. Filosofi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha: sebagai guru atau pendidik harus bisa menjadi teladan untuk semua peserta didik. Ing Madya Mangun Karsa: pendidik mampu menciptakan ide bagi peserta didik. Tut Wuri Handayani: pendidik harus mampu memberikan motivasi dan arahan untuk peserta didik. Berdasarkan penghayatan filosofi tersebut, diharapkan guru dapat menjadi teladan dalam tingkah laku seperti yang diharapkan oleh siswa.
Sementara itu, perwujudan guru menjadi teladan di dunia sekarang jika guru mampu membangun pengetahuan sesuai dengan kebutuhan siswa dengan jalan pembelajaran yang merdeka. Bobbi Deporter, dkk, 2007 menyatakan bahwa untuk mempersiapkan siswa menghadapi dunia, guru dapat memberikan alat-alat yang dibutuhkan agar siswa dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab, menjadi warga yang lebih baik, berperan penting dalam komunitas. Alat-alat yang diberikan berguna untuk memberikan pedoman saat siswa berada di luar kelas yaitu di masyarakat lingkungan sekitar. Melalui lingkungan sekitar siswa dapat dituntun perilakunya, dibina akhlaknya, dan diajarkan nilai-nilai yang melekat seumur hidup untuk menghadapi dunia.
Dave Meier, 2003 menyatakan bahwa tugas pendidikan pada dunia sekarang adalah menyiapkan orang untuk hidup di dunia yang pasang surut, yaitu dunia tempat setiap orang harus mengerahkan seluruh kekuatan pikiran dan hati sepenuhnya dan bertindak berdasarkan kreativitas dunia yang penuh kesadaran, dunia yang bukan mudah diramalkan dan tidak membutuhkan pikiran. Pendidikan di abad keduapuluh satu adalah pendidikan yang dapat menghasilkan tokoh “orisinal” . Tokoh orisinal adalah tokoh yang sepenuhnya mempunyai potensi dan membebaskan kecerdasan setiap orang yang unik, agar siswa dapat menjadi innovator.
DAFTAR PUSTAKA
https://akupintar.id/
https://databoks.katadata.co.id/
https://www.bbc.com
https://www.liputan6.com/
https://regional.kompas.com/
DePorter, Bobbi, Quantum Teaching, Bandung: Penertbit Kaifa, 2007
Meier, Dave, The Accelerated Learning Handbook, Bandung:Penerbit Kaifa, 2003
Penyunting: Putra