Guru : Cerita & Percikan - Guruinovatif.id

Diterbitkan 09 Mei 2022

Guru : Cerita & Percikan

GURU : CERITA & PERCIKAN

Cerita Guru

Nur Ukhti Salamah, S.Pd

Kunjungi Profile
521x
Bagikan

GURU : CERITA & PERCIKAN

Tiba-tiba teringat 21 tahun lalu kala pertama ditanya oleh seorang Guru saat masih duduk dibangku TK, “Apa cita-citamu Nur ketika sudah besar?” sontak langsung saya menjawab ingin menjadi Guru. Ya, ternyata jawaban itulah yang menjadi do’a dan harapan keluarga selama 20 tahun lebih. Ayah dan ibu sangat senang ketika cita-cita tersebut telah “resmi” tercapai mulai tahun 2018. 

Tahun 2018 awal mula penulis memulai kisah sebagai seseorang manusia yang dipandang tanpa cela dan salah. Layaknya seorang pemula pada umumnya, tentu rasa tegang dan tidak percaya diri muncul ketika harus bisa mengikuti guru-guru senior yang telah banyak merasakan bumbu-bumbu dalam dunia mengajar. Sempat saya berpikir diawal bahwa pekerjaan guru amatlah mudah. Guru hanya bermodal ilmu pedagogi dan pandai menjawab ketika ditanya oleh siswa, ternyata dugaan penulis salah 100%. Ya, memang ilmu pedagogi penting dimiliki dan menjadi modal guru dalam menjalankan tugasnya. Namun, faktanya di lapangan saya seolah belajar kembali dan tidak tahu apa-apa kala mengalami “percikan-percikan dalam mengajar.

Percikan Awal

Percikan pertama itu adalah sewaktu ditunjuk sebagai Pembina upacara, kala itu belum genap setahun saya menjalankan profesi sebagai seorang guru, namun harus sudah mampu menyampaikan amanat atau pesan kepada siswa/siswi yang belum saya hafal semua nama-nama mereka. Karena rekan kerja melihat saya nampak gugup ketika diberi tugas tersebut, mereka menyemangati bahwa saya mampu untuk melakukannya. Padahal hal ini juga bukan pertama kali saya lakukan. Sudah sering saya merasakan berbagai macam panggung sewaktu mengikuti lomba sejak kecil. Tapi, “panggung” ini terasa berbeda, anda dituntut tidak boleh salah bicara dan terlihat “bijaksana” sewaktu menyampaikan. Betapa berat sekali skill/kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru. Ternyata kemampuan komunikasi yang baik amat diperlukan di semua lini profesiBerbicara sebetulnya tidaklah susah, sejak kecil kita sudah dilatih berbicara oleh orang tua kita. Namun berbicara di depan umum dengan semua mata audience menatap diri kita lekat-lekat itu tidak semudah mendengarkan cerita dongeng anak-anak. Berbicara di depan umum akan menjadi mudah apabila kita sudah memiliki jam terbang tinggi sehingga menguasai berbagai “panggung”. Nah, bagi penulis karena ini “panggung” pertama sangat sulit dan bingung sekali harus menyampaikan seperti apa, agar siswa bisa mengerti sekaligus merasa termotivasi. 

Tahun pertama bisa penulis lewati dengan cukup baik, dengan adanya ‘percikan-percikan” diawal, penulis anggap sebagai cambuk dan bentuk motivasi untuk terus belajar dan belajar terus. Tahun kedua dan seterusnya banyak amanah yang harus penulis selesaikan. Definisi bekerja sebagai guru adalah pekerjaan yang mudah, amat jauh sekali penulis rasakan. Bagaimana tidak? Maret 2019 gelombang pandemi covid-19 menghantam seluruh lini kehidupan manusia, tak terkecuali bidang Pendidikan yang amat terasa dampak yang ditimbulkan oleh pandemi ini. Berawal dari sistem sekolah yang harus berubah menjadi e-learning, dimana untuk Kabupaten Tangerang sendiri tempat penulis mengajar masih jarang sekolah yang sudah menggunakan e-learning sebagai metode pengajaran di sekolah.

Percikan Berikutnya

Namun, tentunya segala sesuatu yang terjadi akan ada hikmah yang bisa dipetik dari sebuah peristiwa.  Seluruh sekolah di Indonesia khususnya mau tidak mau, suka-tidak suka berbenah diri menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Yang semula mayoritas guru di Indonesia jarang menggunakan media pembelajaran sebagai sarana dalam mengajar, saat ini lihatlah mulai dari aplikasi google meeting, Zoom, Quiziz, Google Form, Whatsapp group, dan segudang aplikasi sejenis lainnya yang substansinya membantu guru dalam mengajar online pasti akan digunakan dan dipelajari. Dengan adanya pandemi, manusia sibuk berbenah diri, begitu juga dengan profesi guru. Mereka yang sedang berhadapan dengan sistem Pendidikan di Indonesia yang tertinggal 128 tahun dengan negara maju di luar sana harus memaksa dan memutar otak ditengah hantaman pandemi guna mempercepat perbaikan sistem Pendidikan di Indonesia. Hal ini tentu saja secara tidak langsung menyaring manusia-manusia dalam hal ini guru untuk terus berinovasi atau mati perlahan dimakan perubahan zaman. Seperti yang pernah didengar oleh penulis dalam sebuah seminar Pendidikan bahwa menjadi seorang guru ya harus mau belajar, “guru yang malas belajar sebaiknya berhenti mengajar” seperti itulah kurang lebih bunyi kalimatnya.  

Kalimat tersebut yang kini dirasakan oleh saya dan mungkin jutaan guru di luar sana, menjadi guru berarti akan terus berguru di sepanjang hidupnya demi menjaga eksistensi guru itu sendiri. Awalnya tentu sulit beradaptasi dengan berbagai macam perubahan di situasi yang tidak pasti seperti ini, namun perlahan-lahan tanpa disadari kemampuan kita yang semula hanya berkutat pada lembaran kertas demi “memuaskan” persyaratan administrasi seorang guru, kini sudah sering kali mendengar seorang guru bisa ini dan itu. Sebagai contohnya di sekolah saya SMPIT Latansa Cendekia, yang semula guru tidak memahami aplikasi Zoom atau google meet sebagai apikasi yang membantu dalam mengajar, kini kami bahkan bisa dikatakan ‘di luar kepala’ dalam mengoperasikan perangkat tersebut. Karena sudah sering kali menyapa anak-anak (wali kelas) setiap pagi pada pembukaan kelas kemudian dilanjutkan dengam proses pembelajaran oleh guru mapel. Bahkan dengan sistem belajar online, guru mulai mengenal berbagai perangkat atau aplikasi tambahan untuk membantu dalam menjalankan tugasnya seperti tablet & pen tablet untuk mengajar khususnya mapel Eksak dimana siswa merasa kesulitan  apabila tidak diterangkan terlebih dahulu oleh gurunya. Tablet ini berfungsi sebagai pengganti papan tulis untuk guru, guru bisa mencoret dan menulis dengan lancar bahkan bisa dipadukan dengan berbagai macam gambar untuk menarik perhatian siswa. Tentunya semua perangkat ini belum akan dikenal oleh kami apabila pandemi tidak ada di Indonesia. Pandemi membawa perubahan yang signifikan bukan hanya pada pola hidup manusia tetapi juga pola pikir manusia dituntut untuk lebih bijaksana dan fleksibel dalam menerima segala perubahan yang terus berlangsung di setiap harinya, apalagi sebagai seorang guru dihadapkan dengan berbagai macam karakter manusia. Dimana karakter manusia itu bersifat dinamis dan berubah setiap harinya. Itulah yang menyebabkan bahwa ilmu pedagogi yang didapat sewaktu kuliah tidak akan lengkap dan bermakna apabila tidak berhadapan langsung dengan objek yang akan dirubah.

 

Percikan berikutnya dan berikutnya …

Setelah keadaan perlahan membaik, sekolah-sekolah sudah mulai dibuka dan siswa belajar seperti biasa di sekolah meskipun harus dibagi sesi demi menjaga protokol kesehatan, ada percikan lainnya yang tidak kalah hebat dan menambah beban seorang guru. Tentunya karena hampir 2 tahun siswa tidak “bertemu” dengan guru, sudah banyak perkembangan siswa yang terlewatkan oleh mayoritas guru. Karakter menjadi bagian penting dalam hidup manusia. Apalagi sekolah kami adalah sekolah islam yang notabene memprioritaskan akhlak atau adab manusia dalam berinteraksi kepada sesama, selama 2 tahun itulah banyak karakter islami dari anak-anak yang mulai tergerus dan menjadi tugas seorang guru untuk memperbaikinya. Karena guru yang baik bukan hanya menjalankan tugasnya dalam mengajar murid-muridnya, tetapi juga mendidik dan menjadi teladan bagi siswa-siswinya. Karena masalah karakter menjadi perhatian sekolah kami, maka budaya sekolah seperti 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan & Santun) mulai diterapkan setiap hari di sekolah, selain itu budaya bertanya dan prosedur sekolah mulai disosialisasikan lagi kepada siswa. Hal ini sebagai bentuk atau cara memperbaiki karakter-karakter siswa yang terdistraksi oleh gadget yang mereka miliki. 

Meskipun baru 4 tahun penulis jalani profesi sebagai seorang guru, banyak hal yang penulis syukuri dan menjadi pembelajaran hidup untuk diri sendiri. Sungguh apabila tidak menjadi seorang guru, tidak akan dirasakan cerita dan percikan seperti ini apabila menggeluti profesi lain. 

 

 

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Melatih Siswa Dalam Berpikir Kritis
4 min
Tingkatkan Kompetensi Guru di Era Digital Melalui Lomba Menulis Artikel Guru Inovatif

Riky Aprilianto

Apr 01, 2022
3 min
Menghadapi Berbagai Karakter Murid
1 min
Notifikasi WhatsApp

Ridar Kurnia

Apr 20, 2022
6 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar