CREATIVE PRODUCT - ENTREPRENEUR PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENSI MEMPERKUAT KARAKTER SISWA GENERASI MI - Guruinovatif.id

Diterbitkan 28 Jun 2022

CREATIVE PRODUCT - ENTREPRENEUR PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENSI MEMPERKUAT KARAKTER SISWA GENERASI MI

Pendidikan di Indonesia mempunyai permasalahan cukup serius dewasa ini. Hal ini perlu ditindaklanjuti dan segera ditangani oleh para pengampu dunia pendidikan dan jajaran pemerintahan yang menanganinya. Dibandingkan dengan Negara maju atau superpower, dunia pendidikan Indonesia masih dikatakan tertinggal. Meskipun demikian, bukan berarti Indonesia tidak memiliki harapan untuk menjadi negara yang “mapan” dalam dunia pendikan. Terlebih, Indonesia memiliki “moodboster” dari Ir Soekarno yang digadang-gadang sebagai Macan Asia yang disegani. Pesan beliau dalam dunia pendidikan diantaranya “Bermimpilah setinggi langit, jika terjatuh akan jatuh diantara bintang-bintang. Berikan aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, dan berikan aku 10 pemuda niscaya akan kugoncangkan dunia”. Lebih dari sebuah pesan jika hal ini dimaknai secara mendalam oleh generasi muda Indonesia yang saat ini sedang menekuni pendidikannya di jenjang dasar, menengah hingga perguruan tinggi. Masalah pendidikan di Indonesia memang kompleks. Dimana permasalahan yang muncul cukup mengganggu dalam rangka memaksimalkan dunia pendidikan. Salah satunya adalah minimnya bahan pembelajaran yang digadang-gadang sebagai misteri lemahnya pendidikan di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri masalah pendidikan di Indonesia terbentur pada keterbatasan bahan ajar Dari sudut perspektif lain, bisa jadi bukan karena masalah minimnya bahan pembelajaran, tetapi kurangnya kesadaran guru dalam mengeksplorasi dan inisiatif mencari solusi. Pada kenyataannya masalah keterbatasan menjadi alasan. Padahal, sebenarnya dapat dilakukan secara mandiri, tidak harus mengandalkan uluran bantuan dari pemerintah. Terlebih, saat ini pendidikan di Indonesia baru saja disodorkan kurikulum baru bertajuk Merdeka Belajar. Dalam kurikulum baru ini, pendidikan kedepannya difokuskan pada pembelajaran yang merdeka dan sederhana, lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru, menyenangkan, fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi siswa pada fasenya. Adapun Struktur Kurikulum Merdeka didesain dengan prinsip pendidikan yang berpusat pada murid, sehingga dalam pelaksanaannya harap diperhatikan bahwa masing-masing satuan pendidikan dapat menyesuaikan kurikulum sesuai dengan konteksnya. Harapan dari kurikulum merdeka ini, dapat menuntaskan permasalahanpermasalahan yang sering muncul dalam pendidikan. Para guru juga lebih fresh dalam mendampingi siswa belajar yang berkualitas dan berkarakter. Salah satu solusi belajar siswa yang berkualitas dan berkarakter adalah menerapkan Pendidikan Berbasis Kompetensi. Dimana pendidikan berbasis kompetensi kembali diterapkan untuk memulihkan praktik pembelajaran yang saat ini, menurut para pemilik kebijakan dan praktisi pendidikan dianggap cenderung kepada penguasaan materi mata pelajaran (pendidikan konvensional) tanpa menyentuh secara nyata penerapannya bagi kehidupan. Penguasaan materi yang hanya sampai pada level knowing membuat banyak siswa tidak dapat memaknai untuk apa dipelajari dan bagaimana penerapan materi tersebut dalam kehidupan nyata. Tak disangsikan lagi, jika merujuk pada urutan skor Programme for International Students Assessments (PISA) oleh Organization for Economic Cooperation & Development (OECD),yang menguji kemampuan literasi dasar membaca, numeric (mathematics literacy) dan Literasi Sains peserta didik berusia sekitar 15 tahunan (Julie dkk, 2019),siswa kita berada pada urutan yang rendah bahkan pada tahun 2012 menduduki urutan 64 dari 65 negara peserta tes. Sebagai rujukan PISA diyakini dapat dijadikan sebagai tolok ukur kesiapan siswa kita dalam menghadapi tantangan di abad 21 ini. Sebab, ketika siswa dianggap mampu mengerjakan soal di level PISA pada level yang diharapkan, maka kompetensinya sudah mendekati apa yang diharapkan untuk bisa survive. Skor PISA, memberikan gambaran sejauh mana siswa kita siap menghadapi kehidupan di abad 21, mengaplikasikan apa yang siswa pelajari di sekolah agar bisa bertahan hidup di abad 21. Beberapa pakar penilaian mengatakan bahwa PISA bukanlah segalanya, melainkan hanya salah satu tolok ukur. Kendati demikian, PISA tetap memiliki peran penting agar siswa bisa memahami bahwa matematika bukan hanya menghitung semata melainkan mudah didapati dalam kehidupan sehari-hari. Siswa banyak yang mampu menghafal rumus tapi digunakan untuk apa di kehidupan, itu yang belum banyak siswa memahami dan menguasai konsep tapi tidak tahu bagaimana menggunakannya. Banyaknya ketidaktahuan siswa menggunakan pengetahuannya saat ini dikategorikan dalam pembelajaran konvesional. Berdasarkan kondisi tersebut, dalam upaya merubah paradigma yang telah terlanjur berjalan, perlu penguatan kembali pembelajaran yang mengedepankan kompetensi yaitu Pendidikan Berbasis Kompetensi (Yahya, 2018). Salah satu pembelajaran yang dapat menguatkan karakter siswa generasi milenial adalah Produk Kreatif dan Kewirausahaan dengan penerapan Pendidikan Berbasis Kompetensi. Didalam pembelajaran ini para siswa di didik dan “dipaksa” untuk menjadi wirausaha dan kebebasan membuat atau menciptakan produk sesuai dengan “passion-nya”. Wirausaha adalah salah satu goal yang dituju oleh lulusan SMK selain bekerja di Industri atau melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi. Hal ini telah menjadi jargon secara nasional yaitu BMW (BekerjaMelanjutkan-Wirausaha). Lantas bagaimana SMK bisa mewujudkan goal dengan berwirausaha tersebut? 

Cerita Guru

Yuanita Ardyanti, S.Pi

Kunjungi Profile
593x
Bagikan

PENDAHULUAN 

Pendidikan di Indonesia mempunyai permasalahan cukup serius dewasa ini. Hal ini perlu ditindaklanjuti dan segera ditangani oleh para pengampu dunia pendidikan dan jajaran pemerintahan yang menanganinya. Dibandingkan dengan Negara maju atau superpower, dunia pendidikan Indonesia masih dikatakan tertinggal. Meskipun demikian, bukan berarti Indonesia tidak memiliki harapan untuk menjadi negara yang “mapan” dalam dunia pendikan. Terlebih, Indonesia memiliki “moodboster” dari Ir Soekarno yang digadang-gadang sebagai Macan Asia yang disegani. Pesan beliau dalam dunia pendidikan diantaranya “Bermimpilah setinggi langit, jika terjatuh akan jatuh diantara bintang-bintang. Berikan aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, dan berikan aku 10 pemuda niscaya akan kugoncangkan dunia”. Lebih dari sebuah pesan jika hal ini dimaknai secara mendalam oleh generasi muda Indonesia yang saat ini sedang menekuni pendidikannya di jenjang dasar, menengah hingga perguruan tinggi. Masalah pendidikan di Indonesia memang kompleks. Dimana permasalahan yang muncul cukup mengganggu dalam rangka memaksimalkan dunia pendidikan. Salah satunya adalah minimnya bahan pembelajaran yang digadang-gadang sebagai misteri lemahnya pendidikan di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri masalah pendidikan di Indonesia terbentur pada keterbatasan bahan ajar Dari sudut perspektif lain, bisa jadi bukan karena masalah minimnya bahan pembelajaran, tetapi kurangnya kesadaran guru dalam mengeksplorasi dan inisiatif mencari solusi. Pada kenyataannya masalah keterbatasan menjadi alasan. Padahal, sebenarnya dapat dilakukan secara mandiri, tidak harus mengandalkan uluran bantuan dari pemerintah. Terlebih, saat ini pendidikan di Indonesia baru saja disodorkan kurikulum baru bertajuk Merdeka Belajar. Dalam kurikulum baru ini, pendidikan kedepannya difokuskan pada pembelajaran yang merdeka dan sederhana, lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru, menyenangkan, fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi siswa pada fasenya. Adapun Struktur Kurikulum Merdeka didesain dengan prinsip pendidikan yang berpusat pada murid, sehingga dalam pelaksanaannya harap diperhatikan bahwa masing-masing satuan pendidikan dapat menyesuaikan kurikulum sesuai dengan konteksnya. Harapan dari kurikulum merdeka ini, dapat menuntaskan permasalahanpermasalahan yang sering muncul dalam pendidikan. Para guru juga lebih fresh dalam mendampingi siswa belajar yang berkualitas dan berkarakter. Salah satu solusi belajar siswa yang berkualitas dan berkarakter adalah menerapkan Pendidikan Berbasis Kompetensi. Dimana pendidikan berbasis kompetensi kembali diterapkan untuk memulihkan praktik pembelajaran yang saat ini, menurut para pemilik kebijakan dan praktisi pendidikan dianggap cenderung kepada penguasaan materi mata pelajaran (pendidikan konvensional) tanpa menyentuh secara nyata penerapannya bagi kehidupan. Penguasaan materi yang hanya sampai pada level knowing membuat banyak siswa tidak dapat memaknai untuk apa dipelajari dan bagaimana penerapan materi tersebut dalam kehidupan nyata. Tak disangsikan lagi, jika merujuk pada urutan skor Programme for International Students Assessments (PISA) oleh Organization for Economic Cooperation & Development (OECD),yang menguji kemampuan literasi dasar membaca, numeric (mathematics literacy) dan Literasi Sains peserta didik berusia sekitar 15 tahunan (Julie dkk, 2019),siswa kita berada pada urutan yang rendah bahkan pada tahun 2012 menduduki urutan 64 dari 65 negara peserta tes. Sebagai rujukan PISA diyakini dapat dijadikan sebagai tolok ukur kesiapan siswa kita dalam menghadapi tantangan di abad 21 ini. Sebab, ketika siswa dianggap mampu mengerjakan soal di level PISA pada level yang diharapkan, maka kompetensinya sudah mendekati apa yang diharapkan untuk bisa survive. Skor PISA, memberikan gambaran sejauh mana siswa kita siap menghadapi kehidupan di abad 21, mengaplikasikan apa yang siswa pelajari di sekolah agar bisa bertahan hidup di abad 21. Beberapa pakar penilaian mengatakan bahwa PISA bukanlah segalanya, melainkan hanya salah satu tolok ukur. Kendati demikian, PISA tetap memiliki peran penting agar siswa bisa memahami bahwa matematika bukan hanya menghitung semata melainkan mudah didapati dalam kehidupan sehari-hari. Siswa banyak yang mampu menghafal rumus tapi digunakan untuk apa di kehidupan, itu yang belum banyak siswa memahami dan menguasai konsep tapi tidak tahu bagaimana menggunakannya. Banyaknya ketidaktahuan siswa menggunakan pengetahuannya saat ini dikategorikan dalam pembelajaran konvesional. Berdasarkan kondisi tersebut, dalam upaya merubah paradigma yang telah terlanjur berjalan, perlu penguatan kembali pembelajaran yang mengedepankan kompetensi yaitu Pendidikan Berbasis Kompetensi (Yahya, 2018). Salah satu pembelajaran yang dapat menguatkan karakter siswa generasi milenial adalah Produk Kreatif dan Kewirausahaan dengan penerapan Pendidikan Berbasis Kompetensi. Didalam pembelajaran ini para siswa di didik dan “dipaksa” untuk menjadi wirausaha dan kebebasan membuat atau menciptakan produk sesuai dengan “passion-nya”. Wirausaha adalah salah satu goal yang dituju oleh lulusan SMK selain bekerja di Industri atau melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi. Hal ini telah menjadi jargon secara nasional yaitu BMW (BekerjaMelanjutkan-Wirausaha). Lantas bagaimana SMK bisa mewujudkan goal dengan berwirausaha tersebut? 

 

I S I 

Solisusi belajar siswa yang berkualitas dan berkarakter adalah menerapakn Pendidikan Berbasis Kompetensi yang pada dasarnya sudah lama dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta. Model-model pembelajaran yang banyak dipakai di lembaga pendidikan antara lain Project Based Learning dan Problem Based Learning. Dirjendikdasmen (2017) menyimpulkan PjBL banyak diterapkan diterapkan dalam pelaksanaan Teaching Factory sedangkan PBL banyak diterapkan dalam pembelajaran kewirausahaan khususnya dalam model pembelajaran Unit Produksi (UP). Kedua model pembelajaran tadi menitikberatkan pada ketuntasan belajar dan kebermaknaan penguasaan materi sebagai bekal siswa untuk bekerja ataupun berwirausaha. Bahkan survey dari beberapa perguruan tinggi berbasis politeknik dan 1-2 universitas, mahasiswa lulusan SMK lebih terampil dan cekatan dalam melaksanakan kegiatan praktikum laboratorium maupun lapangan, walaupun dari akademik lulusan SMK harus berjuang untuk mengejar karena tertinggal dengan kemampuan mahasiswa lulusan SMA (Purbowati, 2022). Kewirausahaan adalah istilah yang sering terdengar. Makna lugasnya, kewirausahaan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mendirikan, mengelola, mengembangkan perusahaan miliknya sendiri (Hidayat, dkk, 2021). Wirausahawan dimaknai sebagai seseorang yang mengelola usaha sendiri atau seseorang yang bisa menciptakan pekerjaan bagi orang lain. Pembelajaran Produk Kreatif dan Kewirausahaan telah dikeluarkan pada kurikulum K13 Revisi. Harapan pemerintah bermula dari dari keluh kesah guru kewirausahaan merasa kesulitan dalam menyampaikan maksud dan tujuan kurikulum lama K13 sebelumnya hanya bertajuk Kewirausahaan. Kompetensi dasar ketrampilan dan silabus didalamnya belum menyebutkan kompetensi yang harus dicapai siswa. Hingga tahun 2017 muncul kurikulum K13 Revisi berganti dengan Produk Kreatif dan Kewirausahaan. Produk Kreatif dan kewirausahaan atau biasa di sebut dengan PKWU merupakan salah satu mata pelajaran baru yang muncul untuk dapat dipelajari oleh siswa. Dengan harapan siswa dapat memproduksi dan mencipta lebih kreatif, inovatif meningkatkan nilai sensibilitas terhadap kemajuan jaman sekaligus mengapresiasi teknologi kearifan lokal yang telah mumpuni. Tujuan formal pendidikan Produk Kreatif dan Kewirausahaan antara lain memfasilitasi siswa mampu berekspresi kreatif melalui keterampilan teknik berkarya ergonomis, teknologi dan ekonomis, melatih keterampilan mencipta karya berbasis estetis, artistik, ekosistem dan teknologis; melatih memanfaatkan media dan bahan berkarya seni dan teknologi melalui prinsip ergonomis, hygienis, tepat-cekatcepat, ekosistemik dan metakognitif; menghasilkan karya jadi maupun apresiatif yang siap dimanfaatkan dalam kehidupan, maupun bersifat wawasan dan landasan pengembangan apropriatif terhadap teknologi terbarukan dan teknologi kearifan lokal.; menumbuhkembangkan jiwa wirausaha melalui melatih dan mengelola penciptaan karya (produksi),mengemas, dan usaha menjual berdasarkan prinsip ekonomis, ekosistemik dan ergonomis. Produk Kreatif dan Kewirausahaan terdiri dari 4 aspek yang siswa dapat pelajari yaitu Kerajinan, Budidaya, Rekayasa dan Pengolahan. Selain itu siswa diharapkan dapat berwirausaha setelah menghasilkan produk yang telah dibuat. Hal yang menarik dari pembelajaran ini adalah siswa dapat membuat produk sesuai dengan passion-nya. Misalnya, siswa dari jurusan Tata Boga ada yang lebih tertarik dengan pembuatan alat sensor anti maling. Siswa dari jurusan TKJ lebih tertarik dengan membuat olahan kue atau jajanan tradisional atau kerajinan tas dari anyaman sintetis atau melukis sesuai dengan kreatifitas dan dituangkan dalam kanvas untuk dipajang di dinding. Siswa jurusan TKR lebih tertarik bidang pertanian bahkan berhasil membuat formulasi probiotik untuk mempercepat panen ikan Nila skala rumah tangga. Lantas bagaimana peran guru di sini? Sebagai guru hanya bertugas sebagai mendampingi, memberikan arahan, pengetahuan, gambaran di lapangan sekaligus memberikan motivasi untuk terus berkarya dan berinovasi. Hal yang menarik disini adalah dengan belajar secara PBL yang bermula dari PjBL, siswa mampu mempertahankan basic-nya sebagai siswa yang berkompeten di bidang Produk Kreatif dan Kewirausahaan. Dengan tantangan membuat project akhirnya dengan berkarya mereka mampu membekali diri untuk lebih percaya diri dan pantang menyerah, serta dengan berinovasi mereka terlatih untuk bertanggungjawab dan disiplin. Keduanya harus menyatu, karena pada akhirnya akan menghasilkan sebuah produk yang layak jual dan dipasarkan. Produk yang dihasilkan mereka tentunya telah melewati proses uji yang cukup panjang. Bahkan ketika berhasil dalam proses penjualan, mereka juga terlatih untuk untuk menghadapi handling objection oleh konsumen. Jadi, PBL atau Problem Based Learning berperan di sini. Guru dapat memberikan arahan dan masukan supaya produk mereka tetap berkembang dan diterima di masyarakat luas. Hal ini menjadikan mereka lebih tertantang untuk memperbaiki produk yang telah mereka ciptakan. Hal inilah yang menjadikan Pendidikan Berbasis Kompetensi lebih mudah diterapkan pada siswa SMK, karena pembelajaran yang diterapkan lebih kontekstual, holistik, exploratif dan student center. Konstektual merupakan kegiatan pembelajaran pada pengalaman nyata yang dihadapi dalam keseharian. Holistik berarti memandang sesuatu secara utuh dan menyeluruh, tidak parsial atau terpisah-pisah. Exploratif yang artinya semangat untuk membuka ruang yang lebar bagi proses inkuiri dan pengembangan diri siswa. Dan, student center adalah pembelajaran yang mendorong siswa untuk menjadi subjek pembelajaran yang aktif mengelola proses belajarnya secara mandiri. Penguatan Pendidikan Berbasis Kompetensi diharapkan dapat mendongkrak kemampuan siswa menghadapi kondisi di abad ke 21 yang tidak hanya menuntut siswa sekedar tahu. Tapi semua pengetahuan itu mampu diterapkan dalam berbagai macam kondisi nyata yang ada dalam kehidupannya. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip yang ada di kurikulum merdeka, sehingga dengan penerapan ini guru SMK siap untuk menyongsong kurikulum merdeka yang lebih sederhana, mendalam, bermakna, tidak terburu-buru, menyenangkan, fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi siswa pada fasenya. 

 

PENUTUP 

Dalam kurikulum baru ini, pendidikan kedepannya difokuskan pada pembelajaran yang merdeka dan sederhana, lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru, menyenangkan, fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi siswa pada fasenya. Tujuan formal pendidikan Produk Kreatif dan Kewirausahaan antara lain memfasilitasi siswa mampu berekspresi kreatif melalui keterampilan teknik berkarya ergonomis, teknologi dan ekonomis, melatih keterampilan mencipta karya berbasis estetis, artistik, ekosistem dan teknologis; melatih memanfaatkan media dan bahan berkarya seni dan teknologi melalui prinsip ergonomis, hygienis, tepat-cekat-cepat, ekosistemik dan metakognitif; menghasilkan karya jadi maupun apresiatif yang siap dimanfaatkan dalam kehidupan, maupun bersifat wawasan dan landasan pengembangan apropriatif terhadap teknologi terbarukan dan teknologi kearifan lokal. Penguatan Pendidikan Berbasis Kompetensi diharapkan dapat mendongkrak kemampuan siswa menghadapi kondisi di abad ke 21, semua pengetahuan itu mampu diterapkan dalam berbagai macam kondisi nyata yang ada dalam kehidupannya. Pendidikan Berbasis Kompetensi lebih mudah diterapkan pada siswa SMK, karena pembelajaran yang diterapkan lebih kontekstual, holistik, exploratif dan student center. Kurikulum yang lebih merdeka dan sederhana, lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru, menyenangkan, fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi siswa pada fasenya. 

 

Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar & Menengah, 2017. Model-Model Pembelajaran. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar & Menengah, Kementerian Pendidikan & Kebudayaan RI. Jakarta Hidayat, 2021. Strategi Pendidikan Kewirausahaan Di Sekolah Dasar Alam Muhammadiyah Banjarbaru. Jurnal. Departemen Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran. J

ulie dkk, 2019. Programme for International Students Assesment (PISA). Pembahasan Proses Penyelesaian dan Contoh Penyelesaian Guru, Mahasiswa Pendidikan Matematika & Siswa. 

Purbowati, Dani. 2021. Lulusan SMK bisa memilih kuliah di kampus dan jurusan yang diinginkannya. www.deepublish.com (di akses 29/05/2022 pukul 22.38) 

Yahya, M. 2018. Era industry 4.0: Tantangan dan Peluang Perkembangan Pendidikan Kejuruan Indonesia (Sidang Terbuka Luar Biasa Senat UNM, Pidato Pengukuhan Jabatan Profesor dalam bidang ilmu Pendidikan Kejuruan, 14 Maret 2018). Fakultas Teknik Universitas Negeri Makasar. Makasar Sulawesi Selatan. 

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Guru Bimbingan dan Konseling, Skill Mendengarkan Bukan Sekedar Mendengar
3 min
Kisah Mutiara Terpendam di Ujung Negeri

Choerudin, S.Pd.

Apr 20, 2022
5 min
Kisah Saya Sebagai Seorang Guru Kelas
Seni Menikmati Profesi
4 min
Usaha Sang Guru Sawit Demi Sekolah Anak TKI di Kampung Sungai Balung - Malaysia
4 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar