Situasi pandemi COVID-19 telah merubah tatanan kehidupan masyarakat secara umum, begitu juga dengan proses pembelajaran di seluruh lini. Dari mulai pendidikan non formal hingga formal, dari mulai pendidikan untuk anak usia dini hingga pendidikan tinggi terkena imbas situasi pandemi ini. Kegiatan pembelajaran yang pada umumnya dilakukan secara tatap muka saat ini dilakukan secara daring. Berbagai kendala di temui dari mulai jaringan hingga strategi pembelajaran yang belum optimal terkhususnya mata pelajaran matematika. Begitu pula dampak yang ditimbulkan akibat adanya wabah Covid-19 ini. Hal ini tentunya menjadi tantangan sekaligus permasalahan tersendiri bagi penyelenggara program pendidikan beserta siswa/mahasiswa.
Di masa pandemi ini guru dituntut untuk bisa memaksimalkan pembelajaran luring maupun daring. Dimana banyaknya kesulitan-kesulitan maupun keterbatasan-keterbatasan dalam mengajar. Keterbatasan dan kesulitan pembelajaran pada masa pandemi ini yang mengakibatkan siswa kurang memahami masalah-masalah matematika. pemahaman matematis merupakan hal utama yang harus dikuasai siswa sebelum mencapai tujuan pembelajaran matematika karena pemahaman adalah aspek kunci dari pembelajaran matematika. Para guru berharap selain pembelajaran luring dan daring yang diberikan, siswa dapat memiliki motivasi untuk dapat belajar secara mandiri dan beradaptasi dengan kondisi pandemi sekarang ini.
Belajar sebelum diajarkan dapat meningkatkan pemahaman terhadap materi yang akan dipelajari, karena siswa dapat bertanya pada guru ketika menjelaskan materi tersebut, sehingga tingkat pemahaman siswa terhadap materi akan menjadi lebih baik (Putra, 2018). Pendapat tersebut menyatakan bahwa inisiatif untuk belajar tanpa dorongan dari orang lain, dapat menjadi faktor penting yang mempengaruhi tingkat pemahaman siswa. Perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain merupakan indikasi dari kemandirian belajar. Indikasi kemandirian belajar tersebut tentunya tidak muncul dengan sendirinya, melainkan butuh sebuah kerja keras dari siswa itu sendiri.
Menurut Bandura terkait kemandirian belajar (self-regulated learning) yang dinyatakan bahwa kemandirian belajar yaitu kemampuan memantau perilaku sendiri dan merupakan kerja keras personaliti manusia (Sumarmo, 2002). Kegiatan memantau perilaku tersebut tentunya dilakukan dengan sistematis, sehingga siswa menyadari kekurangan dalam aktivitas belajarnya dan mampu mengubahnya menjadi lebih baik. Perubahan aktivitas belajar tersebut tentunya memerlukan kerja keras dari diri sendiri.
Berdasarkan indikasi-indikasi tersebut, dapat dinyatakan bahwa apabila siswa memiliki self-regulated learning yang cukup baik, maka besar kemungkinannya siswa dapat lebih mudah memiliki pemahaman matematis dengan baik. Alasannya karena siswa tidak lagi hanya bergantung pada guru saja, melainkan mengembangkan pengetahuannya secara mandiri.
Dengan perubahan tatanan kehidupan pada zaman ini, anak didik juga dituntut untuk dapat memiliki kemampuan dalam kondisi emosi, ini juga berkaitan dengan kecerdasana emosional. Kecerdasan emosional merupakan salah satu kecerdasan yang dimiliki oleh setiap orang. Mengingat pentingnya kecerdasan emosional dalam perkembangan jaman ini, maka dalam dunia pendidikan seorang guru juga harus mampu mengelola kecerdasan emosional yang dimiliki oleh peserta didiknya. Ada kalanya pengetahuan tentang kecerdasan emosional ini diaplikasi dalam kegiatan belajar mengajar. Meskipun matematika merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan kecerdasan intelektual, namun akan sangat menarik jika guru juga dapat mengetahui kaitan antara matematika dengan kecerdasan emosional ini. Efendi (2009: 183),menyatakan bahwa kecerdasan emosional diperlukan untuk prestasi dan bahwa emosi yang cerdas akan mempengaruhi tindakan anak dalam dalam mengatasi masalah, mengendalikan diri, semangat, tekun serta mampu memotivasi diri sendiri yang terwujud dalam beberapa hal, yaitu motivasi belajar, pandai, memiliki minat, kosentrasi, dan mampu membaur dengan lingkungan. Kemampuan siswa dalam memahami kelemahan dan kelebihan yang ada pada dirinya berpengaruh terhadap pemahaman matematis. Siswa yang memahami kelemahannya dengan baik akan akan berusaha untuk memecahkan masalahnya secara mandiri atau bantuan orang lain. Siswa dengan kecerdasan emosional tinggi mampu memanfaatkan waktu yang ada untuk menyelesaikan serangkaian tugas belajar dengan sebaik-baiknya.