Guru BURN OUT? Memang boleh? - Guruinovatif.id: Platform Online Learning Bersertifikat untuk Guru

Diterbitkan 30 Nov 2023

Guru BURN OUT? Memang boleh?

Artikel mengupas tentang burnout pada guru ditinjau dari penyebabnya, efeknya, dan cara mengatasinya. Harapannya dengan adanya artikel ini para guru tidak perlu khawatir jika memang membutuhkan bantuan dan mengenali dirinya sendiir

Seputar Guru

Tania Nurmalita

Kunjungi Profile
621x
Bagikan

Siapa sih guru? Bagaimana ya Masyarakat di luar sana memandang guru? Mengapa ya guru menjadi sosok yang penting namun kadang terlupakan di Masyarakat? Menurut KBBI, guru adalah orang yang pekerjaannya/ profesinya adalah mengajar. Sedangkan menurut UU RI nomor 14 tahun 2005, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada Pendidikan anak usia dini jalur Pendidikan formal, Pendidikan dasar, dan Pendidikan menengah. Karena dianggap sebagai profesi yang penting, maka pemerintah pun menggalakkan Program Pelatihan Guru (PPG) dengan harapan guru semakin terampil dan standard. Namun sayangnya, perspektif Masyarakat dalam memandang guru masih sebelah mata dan nampak tidak menjadikan profesi guru sebagai pekerjaan utama yang diidam-idamkan oleh orang tua terhadap putra putrinya.

Meskipun dianggap sebagai profesi yang teramat penting, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk menunjang pekerjaan guru ini. Mulai dari fasilitas, honor guru, hingga kemudahan akses menuju sekolah yang masih menjadi tugas besar di dunia Pendidikan. Selain itu,  harapan begitu besar yang dibebankan kepada guru dari orang tua maupun instansi tempat guru bekerja mengakibatkan guru merasakan beban yang besar. Beban administratif, beban psikologis, dan juga tuntutan dari berbagai pihak terkadang membuat guru merasa Lelah atau bahkan memasuki fase burnout. Apa sih burnout?

Burnout 

Burnout adalah kondisi stres kronis dimana seseorang merasakan kelelahan yang teramat sangat secara mental, fisik, dan emosional karena hal yang dihadapi sehari-hari. Menurut Maslach et al, 2001, burnout adalah sebuah sindrom kelelahan secara emosional, depersonalisasi, dan menurunnya prestasi kerja yang dapat muncul pada individu yang bekerja dengan orang lain dengan kapasitas tertentu. Dari ketiga aspek penyebab burnout, kelelahan yang teramat sangat disebutkan sebagai faktor dominan penyebab seseorang mengalami burnout. Sedangkan penurunan prestasi dalam bekerja ternyata merupakan efek dari kelelahan yang teramat sangat dan mengakibatkan kehilangan focus dan semangat dalam bekerja. 

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa profesi guru menuntun pada burnout karena peran dan tanggung jawabnya dalam objek relasi antarindividu. Data survei menunjukkan bahwa guru yang mengalami burnout di negara-negara Asia mencapai 50% – 70% (Maslach, Schaufeli, & Leiter, 2001). Mondy (2010) menyampaikan bahwa, orang-orang yang memiliki profesi yang bersifat menolong seperti guru dan penasihat, terlihat sangat rentan mengalami burnout karena pekerjaannya. Kejenuhan sering dihubungkan dengan orang-orang yang pekerjaannya mengharuskan mereka bekerja secara dekat dengan orang lain dalam kondisi yang penuh stres dan konflik. Pendapat ini sejalan dengan hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh Purba, et al (2007). Hasil dari pengumpulan data adalah sebanyak 30,27% guru mengalami stres kerja yang serius (tinggi dan sangat tinggi), 48,11% mengalami stres kerja sedang, dan 21,62% guru mengalami stres kerja ringan. 

Indonesia memiliki guru sebanyak 3,37 juta orang (dataindonesia.id) di tahun 2023, sementara jumlah anak di usia sekolah sebesar 44,19 juta murid di tahun 2023 (Saat, 2017). Meskipun dari jumlah ini jika dihitung secara kasar maka terlihat seperti 1 guru hanya mengajar 13 siswa, padahal karena tidak meratanya sebaran guru mengakibatkan di beberapa daerah atau sekolah dapat kita lihat 1 orang guru mengajar lebih dari 30 siswa. 

Lalu apa sebenar-benarnya penyebab burnout pada guru? Sebetulnya ada banyak sekali penelitian yang mencoba mengungkap penyebab burnout yang dialami oleh para guru, berikut adalah beberapa hasil dari penelitian tentang burnout pada guru. Menurut Davis (1996), ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan guru mengalami burnout dan faktor tersebut dibagi menjadi faktor eksternal dan internal. Untuk faktor eksternal penyebab guru burnout adalah sistem intensif dan promosi yang belum sesuai harapan, perubahan kurikulum yang terlalu sering dan dapat menjadi sumber stres bagi para guru, kurang harmonisnya hubungan dengan sesama guru, kepala sekolah, ataupun instansi terkait. Tidak lupa juga dengan tuntutan orang tua yang semakin tinggi terhadap guru agar mampu mendidik anak-anak mereka dengan sangat baik juga menjadi kontributor munculnya fase burnout pada guru. Sedangkan menurut Sullivan (1989), faktor internal penyebab guru mengalami burnout adalah kondisi keluarga, jenis kelamin yang menyebabkan adanya tanggung jawab lebih pada jenis kelamin tertentu, konsep diri, dan motivasi internal. Kombinasi berbagai faktor tadi, jika tidak segera diatasi sangat mungkin menimbulkan fase burnout pada guru. 

Kemudian, jika ada yang menanyakan “lalu? Kenapa?” atau “Memangnya apa yang saya alami jika guru saya mengalami burnout?” maupun “Mau burnout atau tidak, guru wajibnya ya harus mengajar. Profesional donk, memangnya efeknya apa kalau itu dibiarkan?” Nah, ini sungguh perlu mendapat jawaban yang data based dan terbukti agar bisa menangkap efek berbahaya dari dibiarkannya fase burnout ini dialami oleh guru dalam waktu yang lama.

Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan, ditemukan bahwa manifestasi burnout tidak hanya dirasakan oleh guru (sebagai individu yang mengalami burnout) itu sendiri, melainkan murid dan situasi sekolahnya juga akan terkenda dampak dari burnout yang dialami oleh guru ini (Schaufeli & Buunk, 2003). Jika pada level individu, efek burnout akan tampak pada menurunnya motivasi intrinsic guru, menurunnya antusiasme saat bekerja, dan menurunnya idealisme para guru. Namun pada level interpersonal, guru yang mengalami burnout akan menularkan krisis motivasi yang terlihat pada keputusasaan dan pengabaian terhadap pekerjaann yang diemban (Schaufeli & Enzmann, 1998). 

Lalu, apa yang akan terjadi pada para siswa? Apakah ada pengaruhnya? Jelas, karena guru bekerja untuk mengajar dan mencerdaskan siswa. Jika guru mengalami pengabaian dan keputusasaan dalam pekerjaannya, berarti ada kemungkinan murid yang diajar akan terabaikan tanpa sadar. Maslach dan Leiter (1999) menyatakan untuk mengetahui seorang guru ini sedang mengalami burnout atau tidak dapat dilihat dari kondisi siswanya. Siswa yang sedang diajar oleh guru yang sedang mengalami burnout, terlihat kurang tertarik dengan segala persiapan kelas, keterlibatan siswa dalam aktivitas kelas pun menurun dan tidak terlihat bersemangat. Selain itu, efikasi diri siswa juga terlihat menurun karena tidak dapat menyerap semangat dari gurunya. Efek burnout yang dirasakan guru, ternyata menular juga ke murid yang diajar. Guru yang mengalami burnout memiliki gejala berkurangnya motivasi internal, ternyata hal ini juga dirasakan oleh siswa-siswi yang diajar oleh guru yang sedang berada dalam fase burnout. Kurangnya motivasi internal dapat menyebabkan siswa sulit melalui proses belajar dan kurang terlibat dalam kelas.

Sayangnya efek burnout ini masih dipandang sebelah mata oleh Masyarakat. Masyarakat banyak yang berpendapat bahwa guru itu pekerjaan yang menyenangkan karena setiap hari bertemu anak-anak dan bisa pulang lebih awal. Hal lain yang dilihat oleh Masyarakat tentang enaknya menjadi seorang guru adalah karena guru dapat libur ketika siswa libur. Tetapi banyak pihak belum memahami kondisi lapangan yang begitu berat dirasakan guru, karena hasil kerja guru tidak dapat dilihat secara instan melainkan berproses dan perlahan. Hal ini jelas bertentangan dengan mayoritas harapan orang tua yang ingin merasakan hasil pengajaran guru terhadap anaknya secara cepat.

Lalu? Apakah wajar jika ada guru yang mengalami burnout? Jawabannya sangatlah wajar. Hal ini dikarenakan tekanan dan kondisi eksternal yang terkadang diluar kendali dari guru dapat memicu terjadinya stres berkelanjutan yang mengarah pada fase burnout. Namun apakah burnout ini bisa diatasi? Tentu saja bisa, ada beberapa cara yang dapat diterapkan guru untuk mengurangi burnout yang dialami oleh guru. 

Burnout akan sulit dihindari jika kita bekerja dengan situasi yang sama setiap hari dalam jangka waktu yang lama. Menurut Maslach (2017), hal yang bisa dilakukan Ketika mengalami burnout adalah cara mengatasinya. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi burnout ini:

  • Menjaga Kesehatan dan berolahraga. Mengapa berolahraga? Karena olahraga dapat meningkatkan hormon endorphin yang dapat membuat kita menjadi semakin Bahagia dan semangat. Selain itu aktivitas yang berbeda dari rutinitas biasanya bisa membuat pikiran Kembali segar dan bisa memulai aktivitas dengan lebih bersemangat
  • Strategi relaksasi. Relaksasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, dapat dilakukan Ketika berdoa, atau saat sedang yoga, atau saat sedang menikmati sore dan menunggu matahari tenggelam
  • Self-understanding (memahami diri). Maksud dari memahami diri ini adalah individu atau guru memahami dirinya sendiri dari segi kekuatan, kelemahan, kebutuhan, dan motivasi melakukan pekerjaan yang sedang dijalani sekarang. Cara memahami diri sendiri dapat dilakukan dengan jurnaling atau menulis diary, berbicara dengan rekan atau teman dekat untuk dapat menyampaikan kesan-kesannya terhadap kita, atau dengan bantuan konselor untuk membantu kita menemukan hal yang sebetulnya menjadi motif kita dalam melakukan sesuatu
  • Merubah pola pekerjaan. Pola pekerjaan yang sama dan rutin setiap hari, terkadang dapat membuat kita merasa bosan. Perubahan-perubahan kecil dalam bekerja dapat membuat situasi menjadi lebih fresh dan menyenangkan. Misalnya merubah rute jalan menuju sekolah, atau memberikan permainan-permainan seru saat pembelajaran berlangsung. Ketika melihat siswa siswi bersemangat dan terlibat banyak dalam pembelajaran, guru menjadi lebih bersemangat dan merasa bahwa usaha yang dilakukan ternyata tidak sia-sia. Selain itu perubahan di meja kerja dengan memasang beberapa sticker, mengganti beberapa foto, atau merubah aksesoris laptop sangat dapat membantu merubah suasana hati

Memiliki support system sosial yang baik. Dukungan dari luar bagaimanapun tetap dibutuhkan oleh setiap individu, meskipun Teknik meditasi dan Teknik coping lainnya sudah dikuasai. Memiliki support system yang baik sangat membantu guru untuk mengatasi rasa jenuh atau burnoutnya. Support system ini dapat datang dari berbagai pihak, misalnya rekan kerja, keluarga, rekan dari hobi yang kita jalani, atau bahkan murid-murid kita. Kita dapat menjadikan murid-murid tempat belajar dengan membiarkan mereka menceritakan masalah, keluh kesah, dan rahasia-rahasia mereka. Kita juga bisa menyampaikan apa yang kita rasakan kepada mereka tanpa mereka perlu tahu detail masalahnya. Support ringan seperti “semangat ya bu/ pak”, atau “ibu/ bapak sudah hebat, selalu hebat, dan akan terus hebat” bisa mencerahkan hari-hari guru yang sedang muram atau jenuh.

Lalu? Apakah wajar jika ada guru yang mengalami burnout? Jawabannya sangatlah wajar. Hal ini dikarenakan tekanan dan kondisi eksternal yang terkadang diluar kendali dari guru dapat memicu terjadinya stres berkelanjutan yang mengarah pada fase burnout. Namun apakah burnout ini bisa diatasi? Tentu saja bisa, ada beberapa cara yang dapat diterapkan guru untuk mengurangi burnout yang dialami oleh guru. 

Burnout akan sulit dihindari jika kita bekerja dengan situasi yang sama setiap hari dalam jangka waktu yang lama. Menurut Maslach (2017), hal yang bisa dilakukan Ketika mengalami burnout adalah cara mengatasinya. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi burnout ini:

  • Menjaga Kesehatan dan berolahraga. Mengapa berolahraga? Karena olahraga dapat meningkatkan hormon endorphin yang dapat membuat kita menjadi semakin Bahagia dan semangat. Selain itu aktivitas yang berbeda dari rutinitas biasanya bisa membuat pikiran Kembali segar dan bisa memulai aktivitas dengan lebih bersemangat
  • Strategi relaksasi. Relaksasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, dapat dilakukan Ketika berdoa, atau saat sedang yoga, atau saat sedang menikmati sore dan menunggu matahari tenggelam
  • Self-understanding (memahami diri). Maksud dari memahami diri ini adalah individu atau guru memahami dirinya sendiri dari segi kekuatan, kelemahan, kebutuhan, dan motivasi melakukan pekerjaan yang sedang dijalani sekarang. Cara memahami diri sendiri dapat dilakukan dengan jurnaling atau menulis diary, berbicara dengan rekan atau teman dekat untuk dapat menyampaikan kesan-kesannya terhadap kita, atau dengan bantuan konselor untuk membantu kita menemukan hal yang sebetulnya menjadi motif kita dalam melakukan sesuatu
  • Merubah pola pekerjaan. Pola pekerjaan yang sama dan rutin setiap hari, terkadang dapat membuat kita merasa bosan. Perubahan-perubahan kecil dalam bekerja dapat membuat situasi menjadi lebih fresh dan menyenangkan. Misalnya merubah rute jalan menuju sekolah, atau memberikan permainan-permainan seru saat pembelajaran berlangsung. Ketika melihat siswa siswi bersemangat dan terlibat banyak dalam pembelajaran, guru menjadi lebih bersemangat dan merasa bahwa usaha yang dilakukan ternyata tidak sia-sia. Selain itu perubahan di meja kerja dengan memasang beberapa sticker, mengganti beberapa foto, atau merubah aksesoris laptop sangat dapat membantu merubah suasana hati
  • Memiliki support system sosial yang baik. Dukungan dari luar bagaimanapun tetap dibutuhkan oleh setiap individu, meskipun Teknik meditasi dan Teknik coping lainnya sudah dikuasai. Memiliki support system yang baik sangat membantu guru untuk mengatasi rasa jenuh atau burnoutnya. Support system ini dapat datang dari berbagai pihak, misalnya rekan kerja, keluarga, rekan dari hobi yang kita jalani, atau bahkan murid-murid kita. Kita dapat menjadikan murid-murid tempat belajar dengan membiarkan mereka menceritakan masalah, keluh kesah, dan rahasia-rahasia mereka. Kita juga bisa menyampaikan apa yang kita rasakan kepada mereka tanpa mereka perlu tahu detail masalahnya. Support ringan seperti “semangat ya bu/ pak”, atau “ibu/ bapak sudah hebat, selalu hebat, dan akan terus hebat” bisa mencerahkan hari-hari guru yang sedang muram atau jenuh.

Mencoba selalu menghindari burnout tentu tidak mudah, mengingat profesi guru ini sangat berkaitan dengan tuntutan yang tinggi, melibatkan emosi yang intens, dan juga butuh kecepatan dalam pengambilan keputusan di setiap konflik yang melibatkan siswa di sekolah. Burnout sangat wajar dialami oleh guru dan memang hamper semua guru mengalami hal tersebut. Hal yang dapat dilakukan adalah mengakui jika kita mengalami burnout, mencari akar permasalahannya, dan kemudian mencoba untuk mengatasinya dengan cara-cara yang aman dan membahagiakan. Guru yang Bahagia dan semangat akan menghasilkan murid-murid yang Bahagia dan semangat pula. Semangat para guru hebat, tanpamu dunia akan terasa gelap dan tak berwarna.. 😊

Faik,   N. (2015). Pandangan Masyarakat petani nira terhadap peran guru Pendidikan agama Islam (Studi kasus pada Masyarakat petani di Desa Kalipoh, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen). Jurnal Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Maslach, C. (2017). Finding solutions to the problem of burnout. Consulting Psychology Journal: Practice and Research, Vol.69, No.2, 143-152. doi:10.1146/annurev.psych.52.1.397
Maslach, C., & Leiter, M. P. (1999). Teacher burnout: A research agenda. In R. Vandenberghe & A. M. Huberman (Eds.), Teacher burnout: A sourcebook of international research and practice (pp. 295–304). Cambridge, UK: Cambridge University Press.
Maslach, C., Schaufeli, W. B., & Leiter, M. P. (2001). Job burnout. Annual Review of Psychology, 52, 397–422. doi:10.1146/annurev.psych.52.1.397
Saat, S. (2014). Guru: Status dan kedudukannya di sekolah dan dalam Masyarakat. AULADUNA, VOL. 1 NO. 1, 102-113
Schaufeli, W. B., & Buunk, B. P. (2003). Burnout: An overview of 25 years of research and theorizing. In M. J. Schabracq, J. A. M. Vinnubst & C. L. Cooper (Eds.), The handbook of work and Health Psychology (pp. 383–428). West Sussex, UK: John Wiley.
Schaufeli, W. B., & Enzmann, D. (1998). The burnout companion to study and practice: A critical analysis. London, UK: Taylor & Francis.


Penyunting: Putra

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Jadilah Guru yang Kreatif dan Inovatif

Rita Rofiana S.Pd

Jul 28, 2022
1 min
Menurunkan Ekspektasi: Menyehatkan Mental dari Diri Sendiri

Lulu Fauziah

Dec 04, 2023
2 min
“Work-Life Balance ” untuk Kesehatan Mental Guru
1 min
Kesejahteraan Mental Guru: Peran Kunci dalam Membentuk Masa Depan Generasi

Auliya Hasanatin

Dec 05, 2023
1 min
Tips Memilih Aplikasi untuk Guru di Tahun 2024 Agar Tidak Salah Memilih!
4 min
Penyebab Gangguan Kesehatan Mental Bagi Guru

Nurlina, S.Pd

Nov 28, 2023
4 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar