Guru sebagai pilar dalam Kehidupan bernegara mempunyai peran penting dalam penerapan nilai-nilai kebangsaan kepada generasi penerus bangsa. Selain menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran, guru merupakan sosok yang multitalenta. Di depan peserta didiknya, seorang guru bisa menjadi seorang aktor, motivator, maupun presenter. Dalam menghadapi peserta didik yang mempunyai karakter yang beragam, seorang guru harus pandai mengelola emosinya. Menurut DR. Tina Boogren guru lebih banyak mengambil keputusan menit demi menit dibandingkan dengan dokter bedah otak. Itulah mengapa guru adalah profesi yang paling melelahkan. Tak jarang kita melihat guru merasa kelelahan setiap pulang sekolah. Masalah tingkat stress dapat menimbulkan risiko kesehatan mental bagi guru. Oleh karena itu, guru harus berupaya menjaga kesehatan mentalnya agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Cerminan perilaku mental yang sehat adalah kemampuan berpikir baik dan mengendalikan emosi. Inilah alasan mengapa guru harus menjaga kesehatan mentalnya.
Saat ini, Indonesia telah menerapkan kurikulum merdeka dengan konsep merdeka belajar dari Ki Hajar Dewantara. Konsep pemikiran dari Ki Hajar Dewantara memiliki relevansi dengan pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa. Poin penting dari pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah keimanan dan ketaqwaan, pembentukan karakter atau akhlak, dan pembentukan jiwa mandiri atau merdeka. Tapi pada kenyataannya yang dihadapi seorang guru pada saat ini adalah degradasi moral para peserta didik. Dapat kita jumpai di berbagai media berita tentang kekerasan dan ancaman yang dialami para guru. Hal ini mempengaruhi kondisi mental seorang guru dalam proses pembelajaran dan mendidik. Guru menghukum peserta didik karena tidak mau sholat, dilaporkan polisi. Guru menegur peserta didik karena merokok, di ketapel. Guru menegur peserta didik yang tidak sholat, didenda 50 juta. Guru menegur peserta didik yang tidak memakai sepatu, dibacok. Perbedaan antara siswa zaman dulu dan siswa sekarang sangat berbeda sekali. Orang tua zaman dulu juga berbeda dengan orang tua zaman sekarang. Orang tua zaman sekarang juga sudah kehilangan rasa hormat terhadap guru. Ketika peserta didik mengadu tentang kejadian yang dialami saat di sekolah kepada orang tuanya, mereka merasa tidak terima dan membalas perlakuan guru terhadap anaknya tanpa melakukan tabayyun terlebih dahulu.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, yang mana berbunyi : “perlindungan merupakan upaya melindungi pendidik dan tenaga kependidikan yang menghadapi permasalahan terkait pelaksanaan tugas” dan pasal 3 yang berbunyi : “perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup perlindungan terhadap: a. Tindak kekerasan; b. Ancaman; c. Perlakuan diskriminatif; d. Intimidasi; dan/atau e. Perlakuan tidak adil, dari pihak peserta didik, orangtua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/ atau pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas sebagai Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Dari peraturan tersebut kita mengetahui bahwa guru mendapatkan perlindungan hukum dari kriminalisasi yang ada di Indonesia. Kriminalisasi guru di Indonesia disebabkan oleh perbedaan persepsi orang tua dan sekolah, khususnya guru sebagai pendidik. Hukuman yang memiliki efek jera, seperti mencubit, dan tindakan disipliner lainnya, dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia oleh orang tua berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak. Sementara itu, guru masih menganggap sanksi tersebut sebagai bagian dari kategori pedagogisnya. Kriminalisasi terhadap guru menyebabkan kurangnya kepercayaan terhadap guru sehingga mengakibatkan guru hanya menjalankan tugasnya sebagai guru dan bukan sebagai pendidik.
Guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi murid-muridnya. Dialah yang memelihara dan membenarkan pendidikan akhlak jiwa dengan ilmu. Guru mempunyai peranan penting dalam meningkatkan motivasi belajar siswa melalui berbagai kegiatan pembelajaran. Jika kesehatan mental pendidik terganggu, maka siswa akan merasa tidak aman dan tidak nyaman selama proses pembelajaran. Guru merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan. Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh tingkat persiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Namun posisi strategis guru dalam meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional mengajar dan tingkat kesejahteraannya. Oleh karena itu, jika kesehatan mental pendidik tidak baik maka hasil pembelajaran tidak akan efektif. jika kesehatan mental pendidik baik maka hasil pembelajaran akan efektif.
Referensi :
Nawawi, Jumriani. Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Guru Dari Kriminalisasi Di Indonesia. Prodi Htn Institut Agama Islam Negeri (Iain) Bone. Tanggal Akses 5 Desember. 2023
Wardhani, Rr. Dina Kusuma. 2017. Peran Kesehatan Mental Bagi Guru Dalam Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Pg-Paud, Fkip, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Tanggal Akses 5 Desember. 2023
Penyunting: Putra