Berbicara tentang bimbingan dan konseling di sekolah, mungkin akan masih banyak paradigma yang bermunculan tentang lebel sebagai“polisi sekolah”. Tempat siswa bermasalah, tempat yang menakutkan bagi para siswa, dan anggapan-anggapan negatif lainnya. Mungkin yang sering terpikirkan dikalangan para siswa salah satunya adalah jika ada siswa yang terlambat atau melanggar tatib akan dimasukkan ke ruang bimbingan dan konseling. Bahkan ketika ada siswa yang masuk ke ruang bimbingan dan konseling akan mendapatkan label “nakal”. Hal ini bisa terus berlanjut jika masih saja ada oknum guru bimbingan dan konseling yang tidak bekerja sebagaimana dengan kebidangannya.
Selain itu, masih banyak yang belum mengenal peran bimbingan dan konseling di sekolah. sebagaiman diketahui salah satu tujuan adanya bimbingan dan konseling di sekolah adalah untuk memfasilitasi siswa mencapai tugas-tugas perkembangan. Tugas perkembangan siswa ini sendiri dimaknai sebagai serangkaian tugas yang dimiliki siswa yang sumbernya bisa berasal dari kematang fisik, kematangan psikis, dan bisa berasal dari tuntutan masyarakat. Jika tugas perkembangan ini bisa tercapai muaranya adalah kebahagiaan. Berbeda dengan mata pelajaran yang pengukurannya berupa nilai, ketercapaian dalam tugas perkembangan ini hanya -bisa dirasakan oleh masing-masing siswa.
Bimbingan dan konseling bergerak dalam 4 bidang kebutuhan siswa. Pertama, ada bidang pribadi yang berkaitan dengan hubungan intrapersonal siswa. kedua, ada bidang sosial yang berkaitan dengan hubungan interpersonal siswa dengan orang lain. Ketiga, ada bidang belajar yang berkaitan dengan problema akademik dan non akademik. Keempat, ada bidang karir yang berkaitan dengan rancangan masa depan bisa berupa studi lanjut dan pekerjaan. Kemudian dari bidang-bidang tersebutlah nantinya akan menjadi garapan seorang guru bimbingan dan konseling di sekolah dan perlu difasilitasi secara maksimal.
Guru bimbingan dan konseling perlu sekali memposisikan dirinya menjadi sahabat siswa. Memang pada prinsipnya ada peran yang dibawa antara guru bimbingan dan kosenlig dengan seorang murid, namun jangan sampai memunculkan jarak yang terlalu jauh karena peran tersebut. Padahal perlu diketahui bahwasannya jika seorang guru bimbingan dan kosenling bisa memposisikan dirinya sebagai seorang sahabat maka siswa akan nyaman menyampaikan keluh kesahnya. Tidak ada lagi yang ditutup-tutupi siswa ketika sedang bercerita kepada guru bimbingan dan konseling. Sehingga fasilitasi kepada siswa yang sering berupa hubungan face to face relationship menjadi maksimal. Proses penggalian data bisa dilakukan dengan sangat mudah dan data yang didapat bisa komperhensif.
Lalu bagaiman seorang guru bimbingan dan konseling bisa menjadi sahabat siswa?. Pertanyaan yang ringan, namun memerlukan jawaban yang sangat kompleks. Mungkin salah satu langkah awalnya adalah dengan banyak mendengarkan dan tidak dengan mudahnya memberikan label kepada siswa. Karena pada dasarnya tidak ada yang namanya siswa itu “nakal”. Sebeneranya yang ada adalah mereka (siswa) mempunyai sifat dan perilaku yang unik. Jika seorang guru bimbingan dan konseling mampu menjadi pendengar yang baik maka pemberian advice bisa sesuai dengan keluhan siswa.
Lalu bagaimana menumbuhkan skill mendengarkan?. Mendengarkan itu berarti jika ada siswa yang datang dengan sendiri atau mungkin dikirim ke ruang bimbingan dan konseling, guru menerima secara unconditional positive regard. Siswa diterima dengan utuh tanpa adanya pengecualian atau persepsi negatif. Kemudian, mendengarkan juga berarti menerima keseluruhan keluh kesah siswa tanpa ada pengecualian, meskpiun ada label yang diberikan lingkungan kepada siswa tersebut. Tidak seolah “sok tahu” meskipun sudah mempunya data tentang siswa tersebut. Mendengarkan juga berarrti memposisikan diri siap, fokus dan tidak memikirkan hal lain selain pembahasan dengan siswa. Lalu apakah sulit? pastinya sangat sulit. Namun bukan berarti tidak bisa dilakukan.
Merubah paradigma yang ada akan sangat berat dan pasti membutuhkan waktu yang lama. Mari bersama-sama memulai hari ini bagi semua guru bimbingan dan konseling untuk menerapkan kemampuan mendengarkan ini sebagai salah satu usaha mengikis paradigma yang selama ini terus berjalan. Juga tidak membeda-bedakan satu siswa denga siswa yang lain. Semua siswa mempunyai kedudukan yang sama. Ingatlah, akan ada rasa kepuasan yang tiada tara jika seorang guru bimbingan dan konseling bisa memfasilitasi siswa hingga terentaskan dari permasalahannya. Rasa lega, senang dan haru akan selalu terngiang. Memang tidak bisa hanya mengandalkan kemaampuan mendengarkan saja, namun perlu ditunjang dengan banyak hal sehingga opini bahwa guru bimbingan dan konseling