Para Anak TKI sedang menumpang belajar di salah satu sudut sekolah non anak TKI di Sungai Balung Tahun 2013 adalah tahun pertama seseorang bernama Muhammad Rukhan Asrori menjadi seorang Guru Indonesia. Mengapa demikian ? mungkin terdengar aneh tetapi inilah awal perjalanan karir guru seorang Rukhan dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak bangsa. Awal menjadi Guru bagi seorang Rukhan adalah di Ladang dan Hutan Kelapa Sawit. Betapa tidak, dia langsung ditugaskan oleh Pemerintah Indonesia melalui Program Mengajar Anak TKI yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
Pak Rukhan mengawali karir menjadi seorang guru saat diterjunkan di tengah hutan sawit di negeri Sabah yakni negeri di perbatasan dua negara, Malaysia dan Indonesia. Tahun 2013 lalu Pak Rukhan langsung bertemu dengan para anak TKI tersebut dengan mata yang berkaca-kaca. Mengapa ? karena ini adalah momen pertama menjadi guru dan melihat kondisi mereka (anak TKI) dengan memakai baju ala kadarnya. Hal ini sangat memantik dia untuk segera mengentaskan pendidikan ideal yang tak pernah diperoleh mereka sejak lahir di negeri tersebut. Pak Rukhan mengajar di sekolah bertaraf SMP yang dinamakan CLC (Community Learning Center) oleh pihak-pihak yang mengawasi maupun bernaung tersebut di sebuah ladang yang padat dengan penduduk para pekerja TKI di kampung Sungai Balung.
CLC Sungai Balung namanya, tempat pengabdian Pak Rukhan dalam mengerahkan semua kemampuan mengajarnya untuk para anak TKI yang saat itu masih minim akan pengetahuan tentang Indonesia bahkan dunia. Sebagai Duta Pendidikan Nasional, Pak Rukhan mengenalkan bahasa negara, lagu negara bahkan pengetahuan tentang sejarah negara Indonesia. Tepat pada 01 Juni 2013, adalah awal pengajaran dari Pak Rukhan sebagai Guru Sawit di sekolah itu. Awalnya, Pak Rukhan mengajar anak-anak TKI tidak berada di sekolah, melainkan panggung terbuka di tengah lapangan rumput dan biasa menjadi tempat tidurnya beberapa ekor anjing liar setiap malamnya. Menyedihkan! satu kata ini selalu teringat dalam kenangan Pak Rukhan selama menjadi Guru Indonesia dari tahun 2013 - 2018 lalu. Hal ini yang menggugah Pak Rukhan untuk segera mencarikan solusi tempat yang layak bagi belajar para anak TKI pada masa berikutnya.
Menjabat sebagai pengelola atau biasa disebut guru koordinator di CLC Sungai Balung, Pak Rukhan langsung memikirkan bagaimana caranya agar anak-anak TKI di Sungai Balung tersebut mendapatkan tempat yang layak untuk sekolah. Akhirnya, ada sebuah kompetisi sejenis Olimpiade Matematika dan Sains di Kota Tawau, Sabah - Malaysia. Pak Rukhan menyelenggarakan seleksi seluruh anak TKI di Sungai Balung untuk ikut serta dan memilih siapa yang akan mewakili untuk ikut olimpiade tersebut. Akhirnya melalui seleksi selama dua hari ditemukan dua anak perempuan yang mewakili olimpiade Matematika dan Sains. Pak Rukhan selaku pembina berangkat bersama dua anak perempuan itu dengan penuh bangga. Akhir kompetisi, Alhamdulillah anak binaan Pak Rukhan meraih juara satu di olimpiade Matematika dan dan juara dua di kategori Sains. Piala kecil itu tak berhenti disitu saja, Pak Rukhan mengiktusertakan seluruh anak TKI nya dalam ajang Jambore Pramuka Anak Indonesia di Kunak City. Selama satu bulan penuh dengan hujan dan panas, Pak Rukhan melatihnya sendiri dalam lomba PBB (Peraturan Baris Berbaris) yang akan dilombakan dalam jambore tersebut. Akhirnya membuahkan hasil, salah satu tim PBB binaan Pak Rukhan menjadi juara dua di kategori PBB dalam ajang jambore.
Tiga piala ini menjadi modal awal Pak Rukhan memberanikan diri untuk diajukan ke pihak ladang kelapa sawit untuk memohon tempat belajar yang layak bagi anak TKI di kawasan kampung Sungai Balung. Alhamdulillah, hal ini membuahkan hasil setelah melalui proses selama hampir setahun lebih berjuang. Anak-anak TKI tersebut akhirnya mendapatkan sebuah sudut ruang yang menjadi tempat belajar mereka selanjutnya. Pak Rukhan dalam hati berkata, âpaling tidak mereka terhindar dari panas dan kehujanan saat belajar". Perjuangan Pak Rukhan tak berhenti di situ saja, beliau melanjutkan perjuangannya dengan berusaha meresmikan sekolah CLC Sungai Balung mendapatkan pengakuan resmi dari JPNS (sebutan untuk Dinas Pendidikan di suatu daerah) di Kota Tawau. Pak Rukhan selaku guru koordinator mengajukan persyaratan pengakuan sekolah tersebut dengan mengajukan surat permohonan dukungan dari pihak perusahaan ladang kelapa sawit kampung Sungai Balung. Setelah itu, Pak Rukhan mengumpulkan berkas lainnya yang berhubungan dengan jumlah anak TKI yang sekolah di CLC Sungai Balung tersebut. Barulah, Pak Rukhan meminta surat pengantar dan dukungan juga dari pihak Konsulat Republik Indonesia Tawau. Perjuangannya berbuah manis setelah setahun lamanya. Tepat pada tahun 2015, CLC Sungai Balung telah mendapatkan pengakuan resmi dari pihak JPNS (Jabatan Pendidikan Negeri Sabah) Tawau dengan memberikan nomer perakuan berinisial XYS3003 sebagai kode resmi sekolah Indonesia CLC Sungai Balung telah terdaftar.
Indah dan sangat terkenang manis oleh para anak TKI tentang perjuangan seorang Pak Rukhan untuk meresmikan pengakuan CLC Sungai Balung tersebut. Tentunya tak mudah diwujudkan sekali saja, akan tetapi membutuhkan satu tahun lebih untuk mewujudkannya sambil mencarikan tempat sementara bagi anak-anak TKI untuk keberlangsungan belajar mereka. Hingga sekarang, CLC Sungai Balung masih ada dan dilanjutkan oleh para pendidik tahap baru untuk meneruskan dan mempertahankan CLC Sungai Balung sampai seluruh anak TKI bisa bersekolah dan kembali ke Indonesia nantinya.
Di akhir purna tugasnya pada bulan Mei 2018 lalu, Pak Rukhan mendapatkan sambutan yang meriah, haru dan air mata dari para orang tua anak TKI dan anak-anak TKI di sebuah gedung serba guna milik perusahaan ladang kelapa sawit di kampung Sungai Balung atas suskesnya mengantarkan para anak didik TKI nya sukses menembus beasiswa repatriasi anak TKI di sekolah-sekolah terbaik bahkan ada yang sudah menjadi mahasiswa di universitas-universitas terkenal di Indonesia.