Kisah Saya Menjadi Guru Bahasa Jawa - Guruinovatif.id

Diterbitkan 11 Apr 2022

Kisah Saya Menjadi Guru Bahasa Jawa

Saya terlahir anak ke 4 dari 7 bersaudara Ayah Karto Suharjo ( Pensiunan Kakancam Sambi ) dan Ibu Sumarmi ( IRT ) di kampung  Mojo, Nglembu, Sambi, Boyolali. Lahir di kampung, waktu itu bercita-cita menjadi orang yang berguna. Waktu SD, SMP masih ikut Orang Tua, setelah SMA dan PT belajar untuk mandiri alias kos. 

Cerita Guru

Dra. Sri Suprapti

Kunjungi Profile
1234x
Bagikan

Saya terlahir anak ke 4 dari 7 bersaudara Ayah Karto Suharjo ( Pensiunan Kakancam Sambi ) dan Ibu Sumarmi ( IRT ) di kampung  Mojo, Nglembu, Sambi, Boyolali. Lahir di kampung, waktu itu bercita-cita menjadi orang yang berguna. Waktu SD, SMP masih ikut Orang Tua, setelah SMA dan PT belajar untuk mandiri alias kos. 

Tujuan saya mengikuti lomba ini untuk melupakan masa lalu, dengan menulis. Kebetulan saat ini saya menjadi Guru di SMP Negeri 8 Surakarta, Jawa tengah. Kisah perjalananku sebagai seorang Guru dimulai waktu lulus kuliah dari Fakultas Sastra dan Filsafat jurusan Bahasa Jawa di UNS. Setelah kuliah untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit, sehingga saya beralih untuk menjadi Guru dengan kuliah lahi 1 tahun mengambil Akta IV di FKIP UNS. Lulus tidak langsung mendapatkan pekerjaan, beberapa kali pindah2 mulai dari bekerja ikut orang, asuransi, sampai pabrik tekstil.

Tidak nyaman dengan pekerjaan itu, akhirnya menjadi honorer di  SD Nusukan 44 Surakarta. Awal menjadi Guru, rumah tanggaku hancur ( tidak curhat, masa lalu he he he ). Kemuadian untuk melupakan masa lalu, pindah bekerja menjadi karyawan honorer TU SMK Negeri 4 Surakarta. Di tempat inilah masa laluku yang kurang beruntung berubah menjadi  keberuntungan yang pertama saya alami. Saat itu saya diterima menjadi Guru Bantu. Sangat bersyukur sekali kepada Allah atas karunia yang diberikan kepada saya.

Untuk penempatan menjadi Guru Bantu, saya ditempatkan di SMP Negeri 24 Surakarta. Saya sangat bersyukur, karena sekolah baru saya bisa terjangkau apabila saya naik bis kota dan hanya sekali saja sudah bisa sampai. Jujur, saya tidak berani naik sepeda motor. Pengalaman saya menjadi Guru Bantu, yang paling mengesankan di sini adalah adanya Peserta Didik perempuan yang setiap hari menunggu kedatanganku hanya untuk bersalaman saja, karena setelah itu menuju ke ruang kelasnya. Yang saya sesalkan sampai sekarang adalah tidak sata tanyakan, alasan menunggu kedatanganku waktu itu. 

Di tempat ini, terjadi banyak masalah yang saya alami. Lagi-lagi dengan laki-laki. Saya waktu itu mempunyai rekan sesama Guru Bahasa Jawa yang usianya lebih jauh dari saya. Orangnya halus sekali bicaranya, sehalus rel Kereta Api. Yang membuat saya menrima piangannya menjadi isterinya. Untuk yang ke dua kalinya aku menjadi istri seorang Guru. Suami yang pertaman mendapatkan 2 ( dua ) anak laki-laki ( saat ini sudah berkeluarga semuanya ). Untuk yang ke dua kalinya, hancur lagi dalam waktu 21 hari. Sebetulnya kalau saya mau jujur, siang nikah, malam sudah diusir dari rumah. Tapi saya tetap bertahan, setiap hari masih bersama-sama berangkat dan pulang mengajar berduaan. 

Karena banyaknya masalah yang saya rasakan di situ membuat Pengawas Sekolah waktu itu merasa kasihan dengan saya. Beliau merasakan apa yang saya rasakan, setelah mendapat cerita dari Kepala Sekolah. Kebetulan Kepala Sekolah tidak berpihak kepada saya. Menurut saya sampai kapanpun tidak mungkinlah, karena KS itu Paklik dari mantan suami saya yang pertama ( mustahil kan he he he ? ). Selanjutnya saya waktu itu menjadi terkenal dengan kisah saya. Dan akhirnya saya dibebaskan untuk pindah ke sekolah lain untuk melonggarkan hati dan pikiran biar tidak buntu dan tidak kesulitan dalam mengajar.

Mendapatkan sekolah baru yang sampai sekarang masih bertahan yaitu di SMP Negeri 8 Surakarta. Lagi-lagi saya harus bisa melupakan masa laluku, di sekolah ini saya awalnya tidak langsung mengajar karena masih ada Guru yang mau pensiun. Sambil menunggu beliau pensiun saya ditempatkan di Perpustakaan. Di tempat inilah saya mulai suka membaca. Di saat Guru yang lama pensiun, saya langsung mengajar. Menjadi Guru harus berani megambil resiko. Contohnya saya sendiri, sudah dua kali gagal namun masih saja menerima pinangan dari seorang laki-laki yang awalnya terlihat agamis. Wajarlah kalau saya memilih yang agamis, karena tidak pernah ada di suami sebelumnya ( maaf ya para mantan )

Untuk yang ke 3 ( tiga ) kalinya saya berani melangkah maju. Perlu diketahui bahwa saya mengajar ini kalau mau jujur saya yang paling disiplin dari semua Guru. Bisa dibuktikan dari tetangga, saya kalau berangkat dijadikan jam bagi mereka, tepat jam 06.00 WIB ( kata mereka ). Mengajar di saat PTM dan PJJ sudah saya alami semuanya, dan Alhamdulillah tidak ada kendala dari diri saya, namun saat PJJ awal yang ada justru dari Peserta Didik merasa kesulitan dengan penggunaan HP. Setelah lama bahwa Peserta Didik “wajib” menggunakan HP, lama-kelamaan lancar juga.

Sepuluh tahun saya menjadi istri seorang laki-laki yang “agamis”, akhirnya gagal lagi. Namun untuk kegagalan yang terakhir justru suatu keberuntungan yang sangat saya harapkan. Kalau dibilang sakit hati, jelas sakit seribu kali bukan hanya sekali lho. Namun karena memang ini sangat tidak baik untuk dunia akherat, maka aku lepaskan dengan perasaan lega ( dalam bahasa Jawa “kaya jaran ucul saka kandang” ). Untuk melupakan masa lalu,saya menjadi Guru sekaligus menjadi Sie Publikasi SMP Negeri 8 Surakarta. Pernah juga menjadi Waka Sarana Prasarana dan Waka Humas, namun saya mengundurkan diri dengan alasan sudah tua alias hampir pensiun. Beruntung Kepala SMP Negeri 8 Surakarta, Triad Suparman, M.Pd. mau melepaskan saya dengan ikhlas lahir batin. 

Saya tetap melanjutkan menulis. menulis, dan menulis. Setiap ada kegiatan sekolah selalu saya membuat tulisan / rilis dan langsung saya kirimkan ke beberapa majalah online / cetak. Dan banyak yang sudah tayang. Hasil tulisan rilis, dicetak dan dijadikan buku/ dijilid oleh pihak sekolah. Selain rilis,saya juga menulis artikel, jurnal, juga buku. Sebentar lagi saya pensiun jadi Guru dan sampai saat ini saya selalu teringat akan kata-kata yang diucapkan oleh Ibu waktu itu.

 “Dadi Guru Bahasa Jawa iku bisaa dadi conto kanggo murid yo kanggo wong liya” yang artinya menjadi Guru Bahasa Jawa itu harus bisa menjadi contoh untuk Siswa dan untuk orang lain. 

Semoga bermanfaat, dan jangan meniru kegagalanku berumah tangga, namun tirulah kedisiplinan yang saya lakukan sampai sekarang.   

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

kisahku menjadi Guru Madrasah
10 min
Menjadi Guru, sebuah Pilihan atau Kewajiban?
4 min
Kelas Horor
Menjadi Guru Inovatif Dengan Rumus 5C

Supadilah, M.Pd.

Jul 02, 2022
4 min
Belajar Bersama HAFECS
Fermentasi Sampah Sehari-hari Menjadi Cairan Anti Bakteri

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar