[Yogyakarta, 17 Juli 2025] GuruInovatif.id kembali menyelenggarakan webinar nasional Guru Inovatif Class ke-139 yang inspiratif untuk diikuti oleh guru di seluruh penjuru Indonesia. Dalam webinar kali ini, GuruInovatif.id menghadirkan narasumber DhiaulhaqAumane Paningkava, A.P., S.Psi., C.CTr., dengan topik pembahasan mengenai “Meningkatkan Kecakapan Digital dan Emosional Guru untuk Pembelajaran Bermakna di Era AI.”
Di awal pemaparan, Dhiaulhaq mengajak peserta untuk merenungkan pertanyaan sederhana namun penting: “Apakah guru bisa digantikan oleh AI?” Pertanyaan ini memicu diskusi aktif dari para peserta yang sebagian besar meyakini bahwa peran guru tidak dapat digantikan.
Menurut Dhiaulhaq, bukan mata pelajaran yang menentukan apakah peran guru bisa digantikan, melainkan pendekatan dan karakter guru itu sendiri. “Guru yang hanya berfokus pada transfer pengetahuan tanpa membangun hubungan emosional dengan siswa adalah tipe yang berpotensi tergantikan oleh teknologi,” ujarnya.
Mengapa Kecakapan Digital dan Emosional Penting di Era AI?
Menurut Dhiaulhaq ada tiga alasan utama mengapa kecakapan digital dan emosional penting untuk dimiliki oleh guru di era AI;
1. Menjawab perkembangan teknologi yang dinamis
Teknologi bergerak cepat. Guru tak harus selalu menguasai semua tren terbaru, tapi penting untuk menguasai hal-hal yang relevan dalam pembelajaran. Kehadiran aktif di platform digital seperti Zoom adalah bentuk adaptasi dasar yang menunjukkan kesiapan menghadapi dunia belajar digital.
2. Peran guru sebagai fasilitator pembelajaran
Peran guru kini lebih dari sekadar penyampai materi. Di hadapan generasi Z dan Alpha yang akrab dengan teknologi, guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing, membuka ruang diskusi, dan menanamkan nilai-nilai etika serta tanggung jawab. Guru adalah pemantik kreativitas dan arah aspirasi siswa.
3. Membangun resiliensi dan literasi digital
Banjir informasi digital bisa membingungkan dan melelahkan. Guru perlu memiliki kemampuan memilah informasi, menjaga fokus, serta tetap stabil secara emosional. Ini penting agar guru bisa menjalankan perannya dengan bijak di tengah dinamika sosial dan kebijakan yang berubah cepat.
Ketiga aspek ini; adaptasi digital, peran fasilitator, dan resiliensi, menjadi pondasi penting agar guru tetap relevan, tangguh, dan bermakna di tengah laju teknologi yang semakin cepat.
Baca juga:
Pembelajaran Adaptif di Era Digital: Solusi Pendidikan Personal dan Berbasis Data
Tiga Aspek Penting dalam Digital Skills bagi Guru
Kemudian Dhiaulhaq mengungkapkan bahwa berdasarkan adaptasi dari kerangka UNESCO (2018), terdapat tiga aspek utama digital skills yang relevan untuk diterapkan dalam konteks pendidikan saat ini:
1. Keamanan dan etika digital
Di era digital, guru perlu sadar akan pentingnya menjaga data pribadi dan berperilaku etis. Saat membagikan konten atau momen pembelajaran, penting memahami batas privasi dan menghargai audiens.
Etika dalam berkomunikasi dengan siswa, orang tua, dan publik menjadi kunci agar interaksi tetap profesional. Kesalahan kecil di dunia digital bisa berdampak besar pada reputasi, jadi kehati-hatian sangat diperlukan.
2. Kolaborasi digital
Kolaborasi kini tak lagi terbatas pada pertemuan fisik. Guru dituntut mampu membangun kerja sama lewat platform digital dengan rekan pendidik maupun siswa. Kegiatan seperti webinar, diskusi daring, atau komunitas online jadi ruang bertukar ide dan pengalaman.
Etika komunikasi digital yang baik juga mendukung terciptanya hubungan kolaboratif yang sehat dan berkelanjutan.
3. Problem solving dan kreativitas
Lingkungan digital kerap menghadirkan tantangan, dari kendala teknis hingga hambatan komunikasi. Guru perlu sigap memecahkan masalah dan menemukan solusi kreatif, misalnya ketika siswa kesulitan mengikuti kelas daring. Pemanfaatan media alternatif seperti kolom komentar, forum diskusi, atau LMS bisa menjadi solusi. Keterampilan ini penting untuk menjaga efektivitas dan inklusivitas pembelajaran.
Ketiga aspek ini memperkuat peran guru di era digital yang bukan sekadar pengguna teknologi, tetapi pembimbing yang adaptif, bijak, dan inspiratif.

Lima Pilar Kecakapan Emosional Guru di Era Digital
Pada penjelasan berikutnya, Dhiaulhaq menjelaskan bahwa di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan AI dalam pendidikan, emotional intelligence menjadi kompetensi krusial yang harus dimiliki guru. Menurut Daniel Goleman (1995), terdapat lima pilar utama kecerdasan emosional yang relevan untuk menghadapi dinamika dunia pendidikan digital:
1. Self-awareness (kesadaran diri)
Guru perlu memahami emosi dan pikirannya sendiri agar dapat merespons situasi kelas dengan bijak. Kesadaran diri yang kuat membentuk pribadi yang stabil dan reflektif.
2. Self-regulation (pengendalian diri)
Tidak semua emosi harus diekspresikan. Guru yang mampu menahan reaksi impulsif, terutama dalam situasi sulit, akan menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif dan kondusif.
3. Motivation (motivasi diri)
Motivasi internal mendorong guru untuk terus belajar dan berkembang. Semangat ini menjadi bahan bakar penting dalam menghadapi tantangan pembelajaran, termasuk mengikuti pelatihan seperti Guru Inovatif Class.
4. Empathy (empati)
Memahami perasaan siswa, terutama dari generasi Z dan Alpha menjadi kunci dalam membangun hubungan yang sehat. Empati menumbuhkan pendekatan yang lebih manusiawi dibandingkan hanya mengandalkan kecakapan teknis.
5. Social skills (keterampilan sosial)
Guru perlu membangun komunikasi yang baik dengan siswa, rekan sejawat, orang tua, hingga komunitas. Di era digital yang menuntut kolaborasi lintas kanal, keterampilan ini menjadi kunci adaptasi.
“AI hanyalah alat. Tanpa kecakapan emosional, manusia bisa jadi alat dari alat itu sendiri.” ujar Dhiaulhaq
Emotional intelligence bukan sekadar pelengkap, tapi fondasi agar guru bisa memimpin pembelajaran digital dengan tetap membawa nilai-nilai kemanusiaan.
Baca juga:
Cara Cerdas Gunakan Data untuk Personalisasi Pembelajaran di Sekolah
Integrasi AI dalam Menciptakan Pembelajaran
Dhiaulhaq memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai integrasi antara kecerdasan buatan (AI) dan aspek emosional yang sangat penting untuk menciptakan pembelajaran yang humanis dan bermakna.
Pertama, perlu disadari bahwa guru dan murid tetap menjadi aktor utama dalam proses pembelajaran. AI hanyalah alat bantu. Kendali utama tetap berada di tangan guru dan peserta didik. Oleh karena itu, AI seharusnya digunakan secara kolaboratif bukan diam-diam untuk memastikan penggunaannya lebih bijak, khususnya bagi siswa.
Penggunaan bersama ini memungkinkan adanya pengawasan dan penetapan batasan yang jelas. Guru dapat membantu siswa memilah informasi yang benar-benar relevan dan bermanfaat untuk proses belajar mereka.
Selain itu, transparansi dan etika dalam penggunaan teknologi menjadi hal yang tak kalah penting. Guru sebagai teladan harus mampu mengomunikasikan cara penggunaan AI secara terbuka dan bertanggung jawab. Dengan begitu, siswa tidak hanya memahami teknologinya, tetapi juga nilai-nilai di balik penggunaannya.
Pendekatan ini diharapkan dapat menumbuhkan sikap bijak dalam berteknologi, serta mendorong kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif dalam diri peserta didik.
Dhiaulhaq memberikan beberapa contoh praktis untuk menciptakan pembelajaran yang efektif, humanis, dan bermakna dengan bantuan AI juga dalam webinar ini loh! Ingin tahu seperti apa tips-tipsnya? Yuk, simak tayangan ulang webinar Guru Inovatif Class ke-129 dalam tautan berikut ini.
Tertarik dengan materi-materi yang serupa? Yuk, bergabung menjadi membership GuruInovatif.id untuk mendapatkan berbagai akses materi pengembangan kompetensi guru lainnya.

Akses materi GuruInovatif.id disini!
Penulis: Faqih | Penyunting: Putra