Ada satu fenomena yang sering terjadi di dunia pendidikan kita. Peserta didik datang ke sekolah setiap hari, mengikuti jam pelajaran, mengerjakan tugas, bahkan lulus dengan nilai yang terlihat baik. Namun di balik semua itu ada kenyataan yang jauh lebih sunyi. Mereka mungkin hadir secara fisik, tetapi tidak benar-benar belajar. Inilah fenomena yang banyak dikenal sebagai schooling without learning. Sebuah kondisi ketika proses sekolah berjalan, tetapi proses belajar tidak sungguh terjadi.
Fenomena ini bukan masalah kecil. Ia seperti ruang kelas yang terang tetapi isinya gelap. Peserta didik duduk mendengarkan tetapi tidak memahami. Mereka menghafal tetapi tidak mengerti. Mereka menjalani rutinitas sekolah tanpa benar-benar tumbuh sebagai pembelajar. Fenomena ini terjadi begitu halus hingga sering tidak kita sadari. Kita melihat kesibukan, tetapi lupa mengecek apakah ada makna di dalamnya.
Pada titik ini, kita perlu bertanya ulang: apakah sekolah kita sudah memberi ruang bagi proses belajar yang sesungguhnya? Bukan sekadar hadir dalam daftar absensi, tetapi hadir dalam hati dan pikiran. Pertanyaan sederhana ini menjadi awal untuk meninjau kembali arah pendidikan yang kita jalani.
Apa yang Dimaksud dengan Schooling Without Learning
Schooling without learning menggambarkan kondisi ketika sekolah berjalan sebagaimana mestinya, tetapi tujuan utamanya belajar tetapi tidak benar-benar terjadi. Peserta didik datang, mengikuti aturan sekolah, mendengarkan guru, mengerjakan tugas. Namun pemahaman tidak tumbuh, keterampilan tidak berkembang, dan pengalaman belajar tidak meninggalkan jejak jangka panjang.
Fenomena ini muncul ketika proses belajar diperlakukan hanya sebagai urusan administrasi. Penilaian dianggap selesai ketika nilai sudah masuk dan tugas dikumpulkan. Padahal belajar membutuhkan rasa ingin tahu, eksplorasi, dan kesempatan untuk mencoba. Tanpa itu semua, sekolah hanya menjadi tempat singgah, bukan tempat bertumbuh.
Kita juga sering menyamakan nilai tinggi dengan pemahaman. Selama angkanya bagus, kita menganggap peserta didik sudah menguasai materi. Padahal keterampilan menganalisis, bertanya, menyimpulkan, dan menghubungkan konsep justru sering terlewat. Di sinilah schooling without learning tumbuh dengan cepat.
Baca juga:
Pentingnya Teacher Well-being dalam Kehidupan Sekolah
Fenomena ini semakin terlihat jelas ketika siswa kesulitan mengaitkan apa yang mereka pelajari di kelas dengan kehidupan sehari-hari. Materi terasa terpisah dari dunia nyata. Padahal belajar sejatinya adalah proses menemukan relevansi. Ketika siswa tidak melihat manfaat dari apa yang dipelajari, maka pembelajaran hanya menjadi rutinitas saja.
Apa Penyebab Terjadinya Schooling Without Learning?
Ada berbagai faktor yang membuat fenomena ini terus berulang. Salah satunya adalah budaya belajar yang masih berpusat pada guru. Kelas menjadi tempat guru berbicara dan peserta didik hanya mendengarkan. Peserta didik tidak punya banyak ruang untuk bertanya, berpendapat, atau memahami materi dengan cara mereka sendiri.
Sistem penilaian yang lebih menekankan hasil akhirnya juga memperkuat fenomena ini. peserta didik belajar bukan untuk memahami, tetapi untuk mendapatkan nilai aman. Tugas dikerjakan seadanya, konsep tidak digali lebih dalam, dan setelah ulangan selesai, materi itu hilang begitu saja.
Ilustrasi peserta didik yang tampak ragu, menggambarkan proses belajar yang belum sepenuhnya dipahami. (Sumber: Canva/Panadesign).Kurikulum yang padat pun menambah tantangan. Guru sering merasa dikejar waktu sehingga pembelajaran berjalan cepat, bukan mendalam. Peserta didik didorong terus maju ke bab berikutnya meski bab sebelumnya belum mereka pahami sepenuhnya.
Selain itu, lingkungan belajar yang tidak memberi rasa aman semakin memperburuk situasi. Peserta didik yang takut salah akan sulit berpikir kritis dan yang merasa tidak diterima akan sulit berkonsentrasi. Tanpa kenyamanan emosional, proses belajar akan selalu goyah.
Solusi untuk Menghindari Schooling Without Learning
Salah satu langkah penting untuk keluar dari fenomena ini adalah menghadirkan pembelajaran yang lebih bermakna. Guru dapat memberi ruang bagi peserta didik untuk bertanya, berdiskusi, dan memecahkan masalah. Kelas yang hidup secara alami mendorong pemahaman yang lebih dalam.
Penilaian juga perlu melihat proses, bukan hanya hasil akhir. Refleksi, proyek, diskusi, dan penugasan berbasis situasi nyata dapat membantu peserta didik memahami konsep secara utuh. Ketika penilaian mengapresiasi proses, peserta didik akan belajar dengan niat untuk berkembang, bukan sekadar mengejar angka.
Lingkungan belajar yang aman dan menghargai juga memainkan peran besar. Peserta didik yang merasa diterima akan lebih berani mencoba, berpikir, dan mengambil risiko. Rasa aman adalah fondasi belajar yang sering luput kita perhatikan.
Baca juga:
Membangun Behavioral Leadership melalui CSR Pendidikan di Era Disrupsi Nilai
Selain itu, guru juga perlu mendapat kesempatan untuk terus berkembang. Ketika guru memahami praktik Pembelajaran Mendalam, energi baru akan terbawa ke ruang kelas. Guru yang bertumbuh akan melahirkan pembelajaran yang lebih manusiawi dan relevan.
Mengembalikan Makna Belajar di Sekolah
Schooling without learning mengingatkan kita bahwa pendidikan bukan sekadar rutinitas. Ia adalah proses menumbuhkan cara pandang, kemampuan berpikir, dan kepekaan peserta didik terhadap dunia. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang menyalakan rasa ingin tahu, bukan memadamkannya.
Jika kita ingin membangun generasi yang mampu berpikir mandiri dan memberi kontribusi nyata, maka proses belajar harus kembali ke esensinya. Peserta didik perlu mengalami pembelajaran yang mendalam, bukan sekadar menjalani kegiatan yang terlihat sibuk di permukaan. Pendidikan yang memanusiakan tidak akan lahir dari rutinitas yang kosong.
Mari bersama mengembalikan makna belajar di sekolah kita. Buka ruang bagi peserta didik untuk bertanya, mencoba, dan menemukan hal baru. Kelas yang hidup akan menumbuhkan keberanian, kemandirian, dan rasa ingin tahu. Dari sanalah masa depan pendidikan yang lebih manusiawi dapat tumbuh.
Untuk memperkuat perjalanan ini, guru juga membutuhkan ruang belajar yang terus berkembang. Anda bisa memperdalam praktik pembelajaran bermakna melalui membership GuruInovatif.id yang menyediakan pelatihan, sertifikat resmi, dan pendampingan berkelanjutan. Dengan begitu, praktik mengajar dapat menjadi lebih reflektif, humanis, dan relevan dengan kebutuhan peserta didik masa kini.

Klik untuk bergabung membership GuruInovatif.id!
Referensi:
Menyelesaikan Schooling Without Learning dengan Pembelajaran Mendalam
Pembelajaran Mendalam :” Schooling Without Learning”
Schooling Without Learning
Penulis: Ridwan | Penyunting: Putra