EFEKTIFITAS PENGENALAN VARIASI WARNA PADA MAINAN SEBAGAI RUJUKAN AWAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI UNTUK MENUMBUHKAN PEMAHAMAN TENTANG SIKAP TOLERANSI DALAM MENGHARGAI PERBEDAAN - Guruinovatif.id: Platform Online Learning Bersertifikat untuk Guru

Diterbitkan 15 Jun 2023

EFEKTIFITAS PENGENALAN VARIASI WARNA PADA MAINAN SEBAGAI RUJUKAN AWAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI UNTUK MENUMBUHKAN PEMAHAMAN TENTANG SIKAP TOLERANSI DALAM MENGHARGAI PERBEDAAN

Memperkenalkan variasi dan berbagai macam warna pada anak sedini mungkin mampu mendeteksi kompetensi anak pada ranah psikomotor dan afeksi terutama untuk pengembangan psikologi dan nalar anak dalam meghargai perbedaan

Dunia Pendidikan

ERWIN JOKO SUSANTO

Kunjungi Profile
442x
Bagikan

EFEKTIFITAS PENGENALAN VARIASI WARNA PADA MAINAN 

SEBAGAI RUJUKAN AWAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

UNTUK MENUMBUHKAN PEMAHAMAN TENTANG SIKAP TOLERANSI

DALAM MENGHARGAI PERBEDAAN

Oleh: ERWIN JOKO SUSANTO

 

LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN

Indonesia adalah negara besar dan beragam, tanpa adanya toleransi tentu negara ini tidak akan berdiri berdaulat sampai saat ini. Filosofi apakah yang mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang toleran? Jawabannya tak lain adalah karena kita telah memiliki semboyan hidup yang merupakan warisan leluhur kita yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

Walaupun begitu, masih banyak didengar, dilihat dan dirasakan oleh indera kita baik secara langsung maupun tak langsung melalui media massa dan elektronik dimana beraneka kasus, kejadian dan manifestasi dari bentuk intoleransi seperti ujaran kebencian, rasisme, anarkisme berupa pengrusakan tempat ibadah, radikalisme, bulliying, perundungan, tawuran remaja dan terorisme serta masih banyak lagi yang belum disebutkan telah mewarnai perjalanan manusia Indonesia dalam memaknai Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri.

Sebuah survey pada 2010 hingga 2011 lalu oleh Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) terhadap 100 sekolah baik negeri maupun swasta, menghasilkan sebanyak 25 persen siswa dan 21 persen guru menyatakan Pancasila hampir tidak menjadi rujukan dalam menjalani kehidupan. Selain itu, dari survey itu sebanyak 48,9 persen siswa bersedia terlibat aksi kekerasan yang terkait agama dan moral. Tentu hal ini menjadi keprihatinan kita semua lebih-lebih di era Industri 4.0 seperti saat ini dimana pengaruh dan paradigma arus suksesi IPTEK juga mengiringi tumbuhkembangnya siswa dan anak. Pertanyaan yang muncul dan mungkin hanya beberapa orang yang telah memikirkan solusinya adalah bagaimana peran keluarga (ayah, Ibu, kakek, nenek, anak-anaknya) sebagai ruang fondasi awal terhadap pendidikan dan penanaman karakter bangsa pada anak-anak? Bagaimana cara memaknai dan  mengamalkan nilai–nilai luhur PANCASILA serta Bhinneka Tunggal Ika terutama nilai luhur TOLERANSI?

PEMBAHASAN

UNDANG-UNDANG SISTEM Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Pendidikan dasar formal berjenjang SD, SMP dan SMA sederajat sudah seharusnya diselenggarakan secara berkeadilan, demokratis, dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila termasuk kemajemukan bangsa. Berkumpulnya anak-anak dalam lingkungan sekolah yang homogen secara prestasi dan kelas ekonomi pun harus mulai dihindarkan. Dalam hal ini, peran guru sangat penting untuk menciptakan suasana pembelajaran di sekolah yang menyenangkan bagi siswa. Selain sebagai pengajar, guru juga harus mampu menjadi fasilitator dan penjaga gawang agar siswa dapat mencapai target pembelajaran dan terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif termasuk hal-hal yang merusak kemajemukan bangsa. Para guru harus memberikan pencerahan tentang sikap saling  menghargai dalam keberagaman di ruang kelas dengan mengedepankan nilai-nilai Keindonesiaan. Sekolah yang mengedepankan kemajemukan bangsa merupakan tunas peradaban bagi lingkungan sekitarnya. Jangan berikan ruang intoleransi di sekolah-sekolah dan di masyarakat. Jika kita mendapati gejala tersebut, maka kita harus segera mengambil langkah yang mendidik dan mencerahkan. Para siswa juga bisa diajak terlibat dengan masyarakat untuk melihat dan memecahkan masalah-masalah nyata di lingkungan sekitar sekolah terutama perihal kemajemukan masyarakat dan penumbuhan sikap kebinekaan baik secara langsung maupun tak langsung melalui KBM.

Akan tetapi hal itu perlu disiapkan sejak dini bahkan sebelum seorang balita dilahirkan dari kandungan atau rahim seorang Ibu, oleh karena itu pendidikan keluarga adalah menu awal yang utama dari yang paling utama yang ketika terjadi salah penafsiran dan berakibat salah asuh, salah didik, maka yang terjadi dan satu-satunya korban salah asuh itu sendiri adalah anak atau balita. Dengan kata lain, lingkungan keluarga yang merupakan pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak juga memiliki peranan sangat penting dalam menumbuhkan nilai-nilai Pancasila pada anak. Peran strategis itu mempengaruhi watak, mental, dan karakater sang anak dalam memberikan pemahaman pada mereka bahwa Indonesia kaya akan keberagamannya. Oleh karena itu orangtua dan masyarakat juga perlu berperan aktif dalam menyiapkan fisik dan mental anak untuk menghadapi perbedaan dan menyikapi makna kemajemukan bangsa,

Salah satunya yang mampu mendukung penumbuhan karakter anak terutama sikap TOLERANSI adalah peran orangtua dalam keluarga yang harus bisa menjadi sumber belajar melalui beberapa aktifitas seperti bermain, makan, minum, menangis, tertawa bahkan ketika dia mengantuk sebelum tidur perlu ada suntikan atau simulasi kegiatan yang mampu menumbuhkan karakter TOLERANSI.

SOLUSI

Pentingnya menumbuhkan karakter anak pada usia dini karena karakter anak lebih mudah dibentuk dan akan berpengaruh pada pembentukan karakter mereka di usia selanjutnya. Melalui pendidikan di keluarganya, anak akan mulai belajar bersosialisasi, mengaktualisasikan diri, berpendapat, bahkan pengakuan bahwa perbedaan adalah keniscayaan dari Tuhan sehingga perilaku menyimpang yang intoleran mampu dihindarkan sejak masih kecil. Oleh karenanya, peran orangtua sangatlah penting dalam membentuk karakter anak sejak usia dini.

Dalam bersosialisasi, anak akan menemukan banyak  keragaman dan perbedaan. Keluarga menjadi tempat pertama dan utama bagi anak untuk mendapatkan pemahaman mengenai perlunya toleransi dalam menghadapi perbedaan tersebut. Keragaman agama, suku, budaya, ras, dan bahasa di Indonesia perlu  dikenalkan kepada anak sebagai suatu kekayaan dan keindahan bangsa Indonesia serta kekuatan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pendampingan orangtua saat tumbuh kembang anak juga sangat diperlukan terlebih lagi peran orangtua sebagai teladan baik bagi anak-anaknya. Banyak hal yang bisa dilakukan orangtua untuk mengenalkan kemajemukan bangsa Indonesia pada anak, misalnya di rumah, orangtua dapat melakukan kegiatan bersama anak seperti bercerita atau membacakan buku-buku tentang keragaman agama, suku, adat, ras, seni, bahasa, dan budaya yang beraneka ragam yang dimiliki bangsa Indonesia.

Selain itu, orangtua harus membiasakan diri untuk berbicara sopan dan santun kepada anak, seperti menggunakan kata-kata permisi, silakan, tolong, maaf, dan lainnya, sehingga anak akan meniru hal baik tersebut. Sikap sederhana lainnya yang dapat diajarkan kepada anak adalah menghargai privasi orang lain, misalnya anak diajarkan untuk mengetuk pintu sebelum masuk kamar anggota keluarga lain, meminta izin sebelum meminjam barang serta bertanggung jawab mengembalikannya, dan lainnya.

Hal sederhana lain yang tidak kalah penting untuk dilakukan orangtua pada anaknya  adalah menghargai dirinya sendiri agar dapat menghargai orang lain. Misalnya dengan mendengarkan orang lain berbicara tanpa memotong pembicaraannya, tidak membicarakan kejelekan orang lain, dan lainnya. Selain itu, ketika orangtua mendampingi anak menonton televisi, mengakses internet atau gim daring (game online), dan lainnya maka di sana orangtua dapat menunjukkan tokoh dan situasi yang menarik untuk mengajarkan persamaan dan perbedaan akan karakter dari tokoh-tokohnya.

Di lingkungan masyarakat, orangtua juga harus menjadi contoh dalam mengajarkan anak untuk terbiasa menghormati orang lain tanpa efek samping berupa menyakiti hati orang lain, dan lain-lain. Secara umum dan khusus pemecahan masalah di atas kami bagi menjadi dua, yaitu yang pertama adalah bagaimana kita menumbuhkan karakter TOLERANSI pada anak usia dini secara umum dan yang kedua kepada BALITA secara khusus.

PERAN ORANG TUA (SENIOR) PADA ANAK USIA DINI SECARA UMUM

1. Tumbuhkan Karakter Bersahabat dan Bersaudara

Sebagai orangtua tentu ingin anak- anaknya  mampu bersahabat dan bersaudara dengan orang lain lebih-lebih dengan anggota keuarga sendiri sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan sesamanya. Karakter bersahabat pada anak perlu  ditumbuhkan orangtua agar mereka mudah menyesuaikan diri dalam segala situasi, menghargai perbedaan, peka terhadap masalah sosial, dan disukai orang lain serta mengurangi perilaku negatif seperi perundungan dan lainnya.

Karakter bersahabat ini akan terbentuk seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Namun, langkah apa saja yang harus dilakukan orangtua untuk menumbuhkan karakter bersahabat tersebut pada anak? Pertama, orangtua harus mengajarkan anak menjadi pendengar yang baik ketika mendengarkan pendapat orang lain dan tidak memotong pembicaraan orang lain hingga selesai.

2. Tumbuhkan karakter komunikatif

Orangtua harus mengajarkan anaknya berkomunikasi dengan baik dan santun kepada siapa pun. Hal itu dapat meliputi pengucapan salam sambil tersenyum ketika bertemu anggota keluarga lain dan ketika berpapasan dengan orang lain.

PERAN ORANG TUA (SENIOR) PADA PADA BALITA

Pemberian contoh dari orangtua kepada anak sejak balita sangatlah penting sebagai suritauladan seperti yang telah ditulis oleh sahabat keluarga lain di link https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=5010. Oleh karena itu, deteksi dini potensi balita tetangga melalui pengenalan variasi warna pada mainan adalah suatu pengalaman penulis sendiri dan perlu kita bahas secara spesifik atau tersendiri, karena balita memiliki spesifikasi fisik dan perilaku sangat terbatas dan tidak sama dengan AUD (Anak Usia Dini) di atasnya, sehingga cara menanamkan nilai-nilai luhur dan karakter toleransi adalah dengan cara yang sesuai pula.


Perbedaan sangat identik dengan variasi dan keaneragaman. Yang selalu hadir dalam keseharian seorang balita adalah benda-benda dan orang-orang di lingkungan kecil sekitarnya seperti dunia mini yang bisa jadi terbatas oleh ruang dan waktu, seperti box kasurnya, kamar tidur yang kecil dengan beberapa mainan yang menggantung di atasnya atau terbatas dengan bak mandi yang seukuran dia dengan benda atau mainan-mainannya.

Dengan tidak mengurangi esensi kegiatan bermain, mandi, makan dan tidur dan tidak menyempitkan hakekat fungsi dari mainan-mainan tersebut, alangkah baiknya kita sebagai orang tua atau senior perlu mencari strategi,model atau pendekatan yang lebih visual dan mampu menstimulasi otak kiri dan kanan sehingga ketika kita mempresentasikan bentuk permainan itu kepadanya, maka diharapkan dengan hadirnya warna-warni lingkungannya akan ada reaksi yang menggerakkan organ tangan, indera dan lainnya secara psikomotor untuk meresponnya ke arah positif.

Warna merah, jingga, kuning, hitam, biru, nila dan ungu ditambah putih dan warna gabungan lainnya seperti pink dan lainnya akan dipastikan memberi rangsangan kepada balita untuk melakukan sesuatu, seperti menyentuh, mengucapkan kata-kata, mencium dan lainnya jika kita secara kreatif membawa warna tersebut menjadi warna-warna wajib yang melekat pada segala jenis permainan dan alat bermain yang ada dan bersesuaian, seperti boneka, warna kasur, warna meja makan, sendok, piring, bak mandi, dan lain-lain.

Tidak perlu adanya refleksi dan penyimpulan dari berbagai aktifitas permainan kepada balita, karena kalau semua kegiatan itu sering kita lakukan seiring pertumbuhannya menjadi anak yang dewasa (TK/SD) maka secara otomatis akan terbangun pula proses pendewasaan dan akan ada waktu yang tepat untuk mengatakan dan menyimpulkan semuanya, istilahnya indah pada waktunya.

Walaupun demikian kita sebagai orang tua atau senior diperbolehkan menjawab, menanggapi dan merespon segala pernyataan, pertanyaan atau tindakan balita jika memeang dibutuhkan untuk diuraikan, seperti memberitahu jenis dan nama warna-warna tersebut walau dengan hasil yang tidak terlalu maksimal seperti kata “BIRU” mungkin akan terdengar “BILU” dan lain-lain.

KESIMPULAN

Belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila tidak terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil. Termasuk adanya perubahan sikap dalam menjalani kehidupan. Karena dalam kehidupan ada pembelajaran termasuk bagaimana belajar hidup toleran atau bertoleransi di dalam kemajemukan hidup. Bolehlah menurut pendapat kita sesuatu yang kita yakini benar adalah yang terbaik buat kita, tetapi belum tentu baik bagi orang lain dan di sisi lainnya kita harus menghargai berbagai pendapat. Termasuk perbedaan dalam memaknai segala hal, berbagai diksi dan yang terpenting dalam pemaknaan itu adalah pemaknaan yang tidak melanggar HAM.

Kemajemukan, keaneragaman warna serta perbedaan bentuk secara konkret (bisa dilihat) dan abstrak (bisa dirasakan) adalah Sunnatullah atau sebuah keniscayaan yang harus dihadapi secara dewasa oleh setiap insan termasuk seorang balita yang akan beranjak menjadi anak dan orang dewasa. Ketika mereka tidak siap dengan perbedaan yang terjadi dilingkungannya maka akan terjadi hal-hal yang bertolak belakang dengan hati dan pikirannya karena proses pembiasaan yang kurang dalam menghadapi dan melakukan kegiatan yang melibatkan banyak orang, banyak pilihan dan banyaknya jalan. Oleh karena itu peran orang tua dirasa penting sekali dalam proses pendewasaan dalam berbagai pembelajaran kepada anak dan balita.

Dengan tidak mengurangi esensi kegiatan bermain, mandi, makan dan tidur dan tidak menyempitkan hakekat fungsi dari mainan-mainan tersebut, alangkah baiknya kita sebagai orang tua atau senior perlu mencari strategi, model atau pendekatan yang lebih visual dan mampu menstimulasi otak kiri dan kanan sehingga ketika kita mempresentasikan bentuk permainan itu kepadanya, maka diharapkan dengan hadirnya warna-warni lingkungannya akan ada reaksi yang menggerakkan organ tangan, indera dan lainnya secara psikomotor untuk meresponnya ke arah positif. Oleh karena itu deteksi dini potensi balita tetangga melalui pengenalan variasi warna pada mainan sangatlah penting sebagai rujukan awal pendidikan anak usia dini untuk menumbuhkan pemahaman tentang sikap toleransi dalam menghargai perbedaan. #SahabatKeluarga dan LiterasiKeluarga 


Penyunting: Putra

1

0

Komentar (1)

RENY APRILIA NATASYA_SMPN 1 SOOKO

Jun 15, 2023

Artikel yang menarik 👍👍
Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Literasi Digital Mengasyikkan dengan Learning on the Clouds
4 min
Bahagiakan Jiwamu, Wahai Guru!

Ummu Madinah

Nov 29, 2023
2 min
Transformasi Pendidikan di Indonesia: Inovasi dan Sinergi Warga Sekolah dalam Memenuhi Kebutuhan Belajar Peserta Didik
Guru Bukan Pecundang
Inilah Alasan AI Tidak Akan Dapat Menggantikan Peran Guru!
4 min
KETIKA BELAJAR TIDAK LAGI MENJADI BEBAN, KURIKULUM MERDEKA SIAP MEWUJUDKAN GENERASI EMAS 2045
2 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar