Media komunikasi seperti HP tentunya sudah menjadi kebutuhan. Siapa yang tidak mempunyai HP, maka komunikasi jelas akan sedikit kesulitan. Mau menghubungi teman, misalnya, jelas akan kesusahan manakala tidak mempunyai HP. Mau menggunakan warung telkom (wartel) tentu sudah bukan zamannya lagi.
Akan tetapi, HP zaman sekarang jelas sangat berbeda dengan zaman dahulu. Kalau zaman dahulu adalah HP jadul, sekarang sudah tidak musimnya. Zaman sekarang yang namanya HP sudah berbasis android. Hanya sebagian kecil saja yang masih menggunakan HP jadul, seperti para orang tua yang kurang begitu senang dengan yang ribet.
Penggunaan HP android yang tidak digunakan sebagaimana mestinya tentu akan berakibat fatal terhadap penggunanya. Sistem perjudian, togel dan lain sejenisnya sudah banyak yang melalui HP. Siapa yang tidak mampu mengelola dirinya sendiri dengan baik, maka akan terjerumus ke dalam "jurang". Pulsa ataupun uang di dalam ATM bisa saja menjadi ludes.
Sekitar setengah tahun yang lalu, saya mendapatkan cerita dari seorang tetangga mengenai nilai anaknya yang anjlok. Sejak SMP anaknya dititipkan kepada neneknya di daerah Indramayu, Jawa Barat. Ia bersekolah di sana sambil menemani neneknya yang hanya hidup sebatang kara.
Oleh orang tuanya, ia setiap bulan dikirimi uang untuk sekolah. Maksud orang tuanya sebenarnya sangat bagus yakni menemani neneknya sekaligus menimba ilmu di luar kota. Ia pun dibelikan HP oleh orang tuanya guna sebagai alat komunikasi.
Saat sekolah, ia pun sekolah seperti peserta didik pada umumnya. Ketika ditanya oleh orang tuanya, ia menjawabnya dengan santai bahwa nilainya akan bagus. Ia mengatakan kepada orang tuanya agar jangan merasa khawatir terhadap pendidikan di sekolahnya.
"Tenang saja buk. Ibuk tidak usah khawatir dengan nilai saya. Saya juga mengikuti les online melalui ruang guru," ungkapnya kepada orang tuanya.
Mendengar jawaban tersebut, orang tuanya akhirnya merasa lega. Kedua orang tuanya tidak berpikiran yang aneh. Mereka berpikiran positif terhadap anaknya bahwa nilainya pasti akan bagus, mendapat rangking dan lulus tepat waktu.
Saat ujian nasional datang, orang tuanya pun percaya diri. Mereka kemudian menanyakan kepada anaknya mengenai kapan jadwal ujian nasional itu dilakukan. Ia pun menjawabnya dengan tegas, bahwa ujian nasional akan diadakan sebentar lagi. Ia juga memberi ketegasan agar orang tuanya tidak merasa cemas.
Tibalah saatnya pengumuman hasil ujian nasional. Orang tuanya pun menyempatkan diri pergi ke Indramayu guna mengambil rapot milik anaknya. Setelah menjenguk simbah yang sudah cukup tua, mereka kemudian mengambil hasil nilai ujian nasional yang sudah dibungkus amplop oleh sekolah.
"Selamat, putri anda lolos," kata guru di sekolah tersebut. Mereka berdua akhirnya merasa bangga bahwa anaknya sudah lulus dari SMP. Akan tetapi ketika sampai di rumah neneknya lagi, ternyata mereka berdua menangis karena melihat nilai anaknya yang kurang bagus. Nilainya, maaf, empat semua.
Meskipun lulus, namun kalau nilainya segitu tentu orang tuanya akan merasa kebingungan. Sekolah mana yang mau menerima peserta didik yang nilainya empat? Dengan penuh terpaksa, akhirnya ia disekolahkan di sekolah swasta yang siap menampungnya.
Setelah kejadian itu, mereka berdua akhirnya bertanya pada nenek, apa yang sering dilakukan anaknya ketika berada di Indramayu. Neneknya pun menjawabnya bahwa cucunya tersebut terlalu sering bermain HP. Menurut nenek, cucunya selesai pulang sekolah berada di dalam kamar sambil bermain HP.
Kini, mereka berdua akhirnya menyesal. Dibelikan HP harapannya agar pintar, namun ternyata malah sebaliknya. Otak menjadi semakin tumpul karena jarang membaca. Pekerjaan rumah juga jarang disentuh karena terlalu sibuk memegang HP.
Kisah tersebut hanya sebagian kecil saja yang ada di negeri ini. Di luar sana mungkin masih banyak kasus atau kisah yang hampir serupa. HP jelas mempunyai manfaat, namun juga memiliki sisi negatif. Jika dicermati secara mendalam, dampak negatifnya jauh lebih besar. Untuk itu, pada dasarnya kita harus berhati-hati. Semoga bermanfaat.