Be a Great Teacher - Guruinovatif.id

Diterbitkan 11 Apr 2022

Be a Great Teacher

Guru biasa-biasa saja hanya bisa menceritakan. Guru yang baik mampu menjelaskan. Guru yang unggul mampu menunjukkan. Sementara guru yang hebat bisa memberikan inspirasi – WILLIAM ARTHUR WARD

Cerita Guru

Putri Nini Yuliana, S. Pd., Gr.

Kunjungi Profile
1017x
Bagikan

Guru biasa-biasa saja hanya bisa menceritakan. Guru yang baik mampu menjelaskan. Guru yang unggul mampu menunjukkan. Sementara guru yang hebat bisa memberikan inspirasi – WILLIAM ARTHUR WARD

Tak terasa, sudah 7 tahun saya menjalani profesi ini. Profesi yang tak pernah saya impikan sebelumnya. Ya .. menjadi seorang guru bukanlah impian saya. Bagaimana mungkin, orang pemalu seperti saya bisa menjadi seorang guru? Guru kan harus percaya diri berbicara di depan umum. Itulah yang ada di benak saya saat itu. Maklum saja, saya memang pribadi yang pemalu, tidak percaya diri, dan bisa dibilang hampir tidak punya teman. 

Teringat kenangan 11 tahun yang lalu, saat saya harus memilih jurusan di perguruan tinggi. Sebenarnya cita-cita saya sejak kecil adalah menjadi seorang arsitek. Senang rasanya membayangkan jika bisa mendesain rumah sendiri. Cita-cita saya semakin kuat karena saya sangat senang menggambar desain rumah dan bangunan dengan imajinasi saya. Namun, cita-cita saya dipatahkan oleh ayah saya sendiri. Menurut beliau, seorang perempuan pemalu seperti saya tidak cocok menjadi arsitek. Karena arsitek haruslah orang yang percaya diri dan mempunyai relasi yang luas. Sedangkan hal itu sangat bertolak belakang dengan sifat saya.

Ayah saya sangat ingin anaknya menjadi seorang guru. Kata beliau, profesi guru amatlah mulia, karena bisa bermanfaat untuk orang lain dengan cara mengajarkan adab dan ilmu. Karena saya anak terakhir, dan ketiga kakak saya tidak ada yang menjadi guru, maka untuk memenuhi harapan dan keinginan orang tua saya, saya memilih jurusan pendidikan Fisika saat kuliah. Jujur, berat rasanya ketika menjalani kuliah kependidikan. Karena saya orang yang pemalu, tomboy, dan kurang mampu berkomunikasi di depan umum. Sedangkan saat kuliah, saya dituntut untuk sering praktik didepan kelas menjadi seorang guru. Tak terasa, dengan terseok-seok akhirnya saya lulus juga di perguruan tinggi kependidikan dan berhasil mendapat gelar sarjana pendidikan. 

Begitu saya mendapatkan surat keterangan lulus dari perguruan tinggi, saya mencoba melamar di beberapa sekolah Islam di daerah dekat rumah saya. Waktu itu, saya juga mendapat informasi dari tetangga saya yang juga seorang guru yang mengatakan bahwa di tempat Beliau mengajar, membuka sekolah baru yaitu SMA Al Muslim. Beliau menyarankan agar saya melamar di sana. Akhirnya saya mengirim surat lamaran melalui email. Selang beberapa hari, saya mendapat panggilan untuk wawancara di SMA Al Muslim. Dari hasil wawancara dan praktik mengajar, akhirnya saya diterima untuk menjadi guru Fisika di sana. Meskipun menjadi seorang guru bukanlah cita-cita saya, tapi saat saya diterima menjadi guru rasanya sangat bahagia tak terhingga. Terlebih lagi kedua orang tua saya, Beliau sangat senang sekali akhirnya anaknya ada yang menjadi seorang guru, impian Beliau sejak lama akhirnya terwujud juga. 

Hari pertama saya mengajar cukup membuat saya deg-degan, karena usia saya dan para siswa tidak terpaut jauh. Saya saat itu masih berusia 22 tahun, sedangkan siswa SMA berusia antara 15-18 tahun. Ditambah lagi dengan badan mereka yang tinggi dan besar, seperti tidak ada bedanya dengan saya. Hari pertama itu dapat saya lalui dengan baik, siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan antusias. Huffh … lega rasanya.

Pada saat hari kedua saya mengajar, ada kejadian yang tak terduga dan masih saya ingat betul sampai sekarang. Saat itu saya mengajar di kelas XI MIPA. Siswa saya bagi menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan suatu permasalahan yang nantinya akan mereka presentasikan di depan kelas. Pada saat kegiatan diskusi berlangsung, ada salah satu siswa laki-laki berbadan tinggi dan besar yang tidak duduk bersama anggota kelompoknya. Siswa itu duduk di kelompok lain sambil bernyanyi dan bermain gitar. Melihat hal tersebut, sebagai guru tentunya saya mengingatkan siswa tersebut agar berkumpul dengan anggota kelompoknya untuk melakukan diskusi. Namun siswa tersebut tidak menghiraukan. Sampai beberapa kali saya ingatkan, akhirnya siswa tersebut marah dengan mengucapkan kata-kata kasar yang melukai hati saya. Dia berkata, “Guru baru aja sok-sok an ngatur-ngatur!” sembari melempar meja dan kursi yang dia duduki saat itu dan melontarkan kata-kata kasar yang membuat saya takut. 

Mendapat perlakuan seperti itu tentu membuat saya kaget dan tidak percaya. Kenapa bisa ada siswa yang berani dan tidak sopan kepada guru. Lalu saya sampaikan kepadanya bahwa meskipun saya guru baru, saya harus tetap menegakkan kedisiplinan, dan sopan santun itu penting. Saya mengatakan hal tersebut sambil bergetar karena menahan tangis karena syok. Tapi saya tidak mungkin menangis di depan para siswa. Mendengar jawaban saya, siswa tersebut akhirnya diam dan duduk. Selama pembelajaran hari itu, dia diam dan tidak berkata apapun. 

Setelah pembelajaran berakhir, saya langsung ke kamar mandi. Tak terasa air mata saya jatuh begitu saja. Ternyata seperti ini ya menjadi seorang guru. Susah juga ya mendidik generasi muda penerus bangsa. Pengalaman yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Dulu, saya mengira bahwa menjadi guru itu mudah, hanya mengajar dan memberikan PR saja kepada siswa. Namun, setelah saya mengalami sendiri, tidaklah mudah menjalani profesi ini. Karena bagi saya, menjadi seorang guru tidaklah cukup dengan memberikan materi pelajaran saja, tapi juga harus bisa mendidik, menginspirasi, dan memberikan contoh yang baik untuk siswa. Oleh karena itu, jika ada perilaku siswa yang kurang baik, maka sudah sepatutnya saya untuk mengingatkan, tidak membiarkan begitu saja. 

Sesampainya di rumah, ayah saya menanyakan bagaimana pengalaman saya mengajar hari ini? Saya jawab, baik dan menyenangkan. Karena tidak mungkin saya menceritakan apa yang baru saja saya alami di sekolah, karena hal itu pasti akan membuat ayah saya bersedih. Saya memang anak yang suka menceritakan keseharian saya kepada ayah saya, karena saya anak terakhir yang sangat dekat dengan sosok ayah. Jadi bukanlah sesuatu yang aneh jika ayah saya menanyakan bagaimana pengalaman mengajar saya di sekolah. 

Semenjak kejadian tersebut, siswa tersebut menjadi pribadi yang pendiam setiap kali saya mengajar di kelasnya. Saya pun juga tidak pernah membahas hal tersebut di depan kelas. Saya mengajar seperti biasa. Sampai pada akhirnya mereka naik ke kelas XII. Semakin hari, saya amati sikapnya semakin baik. Dari yang dulunya dia tidak memperhatikan pembelajaran saya dan cenderung diam, saat kelas XII dia menjadi lebih responsif dan antusias saat pembelajaran Fisika. Tentunya hal ini membuat saya sangat senang. Apalagi dia menjadi semakin baik dan sopan. Bahkan dia selalu menyapa dan tersenyum saat bertemu dengan saya. 

Sampai pada akhirnya, waktu kegiatan doa bersama menjelang ujian siswa kelas XII, seluruh siswa meminta doa restu kepada guru agar dilancarkan melaksanakan ujian. Siswa tersebut datang menemui saya, lalu dia bersimpuh di kaki saya sambil menangis sesenggukan dan meminta maaf kepada saya. “Ustadzah, maafin aku ya, dulu waktu kelas XI aku udah ga sopan sama ustadzah. Aku nyesel us, maafin aku. Aku salah”. Dia mengucapkan kata-kata itu sambil terbata-bata dan menangis. Mendengar ucapannya, reflek sayapun ikut menangis, kami menangis bersama. Tentunya tak ada dendam sedikitpun dari saya kepadanya. Dan saya sangat terharu dan tidak menyangka dia masih mengingat kejadian tersebut. Padahal sudah berlangsung lama. 

Dari kejadian tersebut, saya mengetahui bahwa ternyata waktu itu dia melakukan hal tersebut untuk mengetes bagaimana sikap saya. Apakah saya termasuk guru yang dapat disetir oleh siswa atau tidak. Setelah dia melihat respon saya waktu itu, dia menyadari bahwa ternyata perbuatannya itu tidaklah baik dan tidak seharusnya dilakukan oleh siswa terhadap guru, sekalipun itu guru baru. Hari demi hari ia jalani dengan perasaan penuh bersalah. Ingin meminta maaf tapi malu dan gengsi. Satu-satunya cara yang dia lakukan adalah dengan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu, setiap bertemu saya dia selalu menyapa, mengucapkan salam, dan tersenyum. Saat pembelajaranpun dia berusaha mengikuti dengan baik dan responsif. Sampai pada akhirnya ada momen yang membuat dia berani untuk mengucapkan kata maaf. 

Mendengar semua pengakuannya, membuat saya terenyuh. Sungguh, sebenarnya tidak ada siswa yang tidak baik. Hanya saja mungkin siswa tersebut tidak mampu menyampaikan isi hatinya sehingga bersikap tidak baik. Kebaikannya tidak berhenti sampai situ saja. Bahkan ketika saya melahirkan, dia datang ke rumah saya untuk menengok anak saya. Padahal saat itu dia sudah menjadi alumni. Sikapnya begitu baik dan manis. Siapa sangka, siswa yang pertama kali membuat saya patah hati menjadi guru, berubah menjadi siswa yang membuat saya jatuh hati untuk menjadi guru. Benar kata ayah saya, guru adalah profesi yang mulia. Dan saya mengakuinya sekarang. Sejak saat itu, saya berjanji dalam hati untuk berusaha “be a great teacher”. Semoga bisa …

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Guruku Inspirasi Kesehatan Mentalku
LITERASI DIGITAL MENINGKATKAN MUTU & KUALITAS PENDIDIKAN
5 min
Sekolah dan Keterlibatan Orang Tua dalam Mendukung Pembelajaran Siswa Sekolah Dasar

Hafecs HRP

Nov 15, 2021
3 min
TCL vs SCL, Bentuk Merdeka Belajar?
2 min
Penguatan Literasi Digital bagi Siswa dan Guru melalui Google Sites "Tarno Motor" di SMKN 1 Nganjuk: Mata Pelajaran Bahasa Inggris Kelas X Materi Procedure Text

Santi Kusuma Dewi

Sep 04, 2023
2 min
Menjadi Guru Inovatif, Dimulai dengan Menjadi Guru yang Inisiatif Terlebih Dahulu

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar