Menginspirasi Berliterasi dan Berprestasi - Guruinovatif.id

Diterbitkan 07 Jun 2023

Menginspirasi Berliterasi dan Berprestasi

Seorang teman kuliah tiba-tiba melontarkan pertanyaan menggelitik ketika kami tengah asyik berdiskusi: "Menurutmu apa makna guru inspiratif?"Seketika kami semua termangu. Kami tak bisa langsung menjawabnya. Kemudian kami mencoba menyampaikan argumen masing-masing untuk menjawab pertanyaan itu.

Cerita Guru

SYAIFUDIN, S.Pd.

Kunjungi Profile
814x
Bagikan

Prolog Cerita

Di sela-sela jam perkuliahan yang kosong, saya dan teman-teman kuliah satu kelas biasanya menghabiskan waktu di Pendopo Fakultas. Di sana, kami biasanya mengerjakan tugas kuliah atau sekadar berdiskusi ringan mengenai berbagai hal. 

Suatu hari ketika kami kumpul di pendopo itu, Hanif, seorang teman kuliah berjiwa sosial tinggi, tiba-tiba mengajukan pertanyaan menggelitik hati kami, “Menurut kalian, apa makna guru inspiratif?”

Seketika itu, kami semua termangu. Kami tidak bisa langsung menjawabnya. Butuh beberapa menit untuk berpikir dan merenungkannya.

Sebagai mahasiswa di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, pertanyaan yang dilontarkan Hanif menjadi topik diskusi yang sangat menarik. Kami sadar betul bahwa kami adalah calon guru Bahasa Indonesia. Kami adalah guru yang berada di “Garda Terdepan” dalam mengembangkan literasi siswa di sekolah tempat kami mengajar kelak.

Selesai merenung, kami pun mengutarakan argumen masing-masing mengenai makna guru inspiratif. Dari semua argumen yang kami sampaikan, ternyata istilah “guru inspiratif” punya beragam makna sesuai sudut pandang kami masing-masing. Kami pun menerima semua pendapat tersebut.

Kami sadar bahwa makna sesungguhnya dari “guru inspiratif” akan kami temukan setelah kami menjadi guru di sekolah nantinya. Tentu saja makna dariguru inspiratif” akan beraneka ragam sesuai pengalaman yang kami rasakan selama mengajar di sekolah.

Kisah berikut ini merupakan pengalaman nyata yang saya alami selama menjadi guru Bahasa Indonesia. Dari kisah ini nantinya saya akan mengutarakan makna menjadi guru inspiratif menurut perspektif saya pribadi.

Bakat Awal di Ilmu Eksak

Sejak SMP hingga SMA, saya adalah tipikal murid yang lebih menyukai ilmu-ilmu eksak, seperti Matematika, Fisika, dan Kimia. Tak hanya suka, tapi juga cukup mahir. Saat ulangan harian, ulangan semester, bahkan hingga ujian nasional, nilaiku selalu membanggakan sekolah dan orang tua. Lomba OSN (Olimpiade Sains Nasional) mapel Fisika tingkat kabupaten juga pernah saya ikuti untuk mewakili sekolah dan bisa juara. Dari situ, tak sedikit guru-guru menggadang-gadang diri saya akan menjadi guru Matematika atau Fisika di kemudian hari.

Bagaimana dengan pelajaran bahasa? Jujur saja hal itu berbanding terbalik jika saya belajar pelajaran bahasa. Nilaiku biasanya tergolong cukup saja. Tidak menonjol sama sekali. Bahkan, saya kadang mengalami kesulitan saat mengerjakan tugas pelajaran bahasa.

Namun, takdirku berkata lain. Tuhan menakdirkan saya masuk di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Bisa dikatakan itu adalah jurusan yang karakteristiknya 1800 atau bertolak belakang dengan bakat yang menonjol saat di bangku SMA. Ibaratnya, saya banting stir dengan angan-angan semula. Meski begitu, saya tetap menekuni kuliah di jurusan tersebut dengan penuh semangat.

Menerapkan Filosofi Jawa

Sejak di bangku SMP, saya diajari untuk menerapkan filosofi Jawa saat makan. Filosofinya yaitu “Nek kowe mangan sega, aja nganti nyisa senajan saupa.” Artinya: “Jika kamu makan nasi, jangan sampai menyisakan apapun meski hanya 1 bulir nasi”. Selain karena mubazir, menyisakan nasi di piring bisa membuat kita kehilangan keberkahan. Sebenarnya kita tidak tahu bulir nasi mana yang membuat kita kenyang sehingga sebaiknya kita harus menghabiskan semua bulir nasi yang ada di piring.

Filosofi itu saya terapkan dalam hal mencari ilmu. Ilmu-ilmu yang sedang saya pelajari di sekolah (Matematika, Fisika, Kimia, Seni Budaya, Sejarah, Bahasa Indonesia, dan lain-lain) diibaratkan seperti bulir-bulir nasi yang saya makan di piring. Artinya, semua ilmu itu penting dan bermanfaat. Kita tidak boleh pilih-pilih pelajaran. Jangan sampai kita mengatakan, “Saya suka pelajaran A, maka saya akan bersemangat mengerjakan tugasnya. Saya tidak suka pelajaran B, maka saya malas mengerjakan tugasnya.”

Tidak ada ilmu yang sia-sia. Sebaiknya kita “makan” semua ilmu-ilmu yang kita pelajari. Kita sukai semua pelajaran di sekolah. Jangan pilih-pilih. Kita hormati dan muliakan semua guru kita. Kita tidak pernah tahu “bulir nasi” mana yang membuat kita kenyang. Kita juga tidak tahu guru siapa dan pelajaran apa yang akan menjadi profesi kita di masa depan. Kita juga tidak pernah tahu ilmu pelajaran mana yang akan banyak membantu kita menuju masa depan.

Misal, seandainya dulu saya hanya menyukai Matematika saja. Kalau ada PR Matematika, selalu bersemangat. Sebaliknya,  saya membenci pelajaran Bahasa dan kalau ada PR, saya selalu mengabaikannya. Eh, ternyata di masa depan saya bekerja di bidang bahasa, pasti saya akan menderita dan kesulitan dengan pekerjaan saya karena dulunya selalu mengabaikan ilmu bahasa. Untungnya saya tidak seperti itu.

Begitulah saya menghayati filosofi Jawa tersebut. Meskipun semula ingin kuliah di bidang ilmu eksak (Matematika), tapi malah berubah haluan kuliah di bidang ilmu sosial (Bahasa Indonesia). Dan Alhamdulillah, ternyata saya bisa menjalaninya. Dinamika kehidupan memang serba tak tentu. Yang penting kita harus siap jika menghadapi "kejutan-kejutan" saat melangkah ke depan.

Menikmati Pahitnya Mencari Ilmu

Ada semboyan hidup yang cocok untuk kita terapkan: “Lebih baik saya menikmati pahitnya mencari ilmu di hari ini, daripada saya menderita kebodohan di masa depan.” 

Belajar di masa muda itu memang berat. Pahit. Kayak minum jamu. Tapi nikmatilah pahitnya. Kelak, di masa depan kamu akan merasakan manisnya. Kamu tinggal menikmati buah kesuksesan.

Sejak saya memutuskan untuk mengambil kuliah di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, saya memantapkan niat terlebih dulu. Niat itu diibaratkan sebagai pondasi bangunan. Kalau ingin bangunannya kokoh, maka pondasinya harus kuat. Saat itulah saya berniat kuliah di jurusan Bahasa Indonesia untuk mencari ilmu semata-mata karena Allah.

Selanjutnya, saya mencoba memantapkan diri menjadi pribadi yang berpendirian kuat. Saya berusaha untuk selalu mengerjakan sesuatu dengan sepenuh hati. Tidak boleh setengah-setengah. Saya harus kuliah jurusan Bahasa Indonesia dengan sepenuh hati. Saya harus mempelajari materi-materi kuliah dengan hati gembira. 

Sejak semester pertama, saya menyadari satu hal penting yang fundamental. Keterampilan yang wajib dikuasai oleh mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia adalah keterampilan menulis. Jika tidak mampu, maka bisa dikatakan ia gagal.  Nah, syarat mutlak agar saya bisa menguasai keterampilan menulis adalah gemar membaca. Saya harus banyak membaca buku. Kalau ingin membaca buku gratis, saya harus ke perpustakaan kampus. Itulah yang saya jalani selama kuliah. 

Saya mencoba pasang target. Rata-rata buku yang saya pinjam dari perpus adalah empat buku tiap bulan. Berbagai buku saya pelajari. Mulai dari buku sastra, bahasa, pendidikan, hingga agama. Selesai membaca buku, saya selalu meresumenya. Tentu saja waktu itu caranya masih serba manual. Me-resume-nya dengan cara menulis tangan (manuskrip). Saya tulis poin-poin pentingnya di buku catatan dengan bolpoin. Saya menikmati proses tersebut. Saya nikmati lelahnya membaca buku.

Apa enaknya banyak membaca buku? Ada perasaan “aneh” setelah kita cukup banyak membaca buku. Ternyata banyak membaca buku memiliki “efek samping” pada otak. Eitsss, jangan salah paham dulu! “Efek samping” yang dimaksud di sini bersifat positif. Kita akan lebih peka terhadap keadaan di sekitar kita. Kita akan terbiasa menghubungkan masalah yang terjadi di kehidupan nyata dengan isi buku yang kita baca. Kemudian otak kita akan mencoba merenungkan bagaimana solusi mengatasi masalah tersebut. 

Bertemu Dosen Inspiratif dan Mengikuti Pelatihan Guru

Mata kuliah yang paling berkesan bagi saya saat kuliah adalah Menulis Faktual. Di kuliah ini saya bertemu dosen yang sangat inspiratif. Namanya Bu Arik Kusmiatun. Saya dan teman-teman kuliah yang lain merasakan ada “sesuatu yang istimewa” saat beliau mengajar. Metode mengajarnya sangat menyenangkan dibandingkan dosen-dosen yang lain. Saya selalu bersemangat saat jam kuliah beliau. Bagi saya, beliau selalu tampil enerjik dan mengajar dengan sepenuh hati. Sesuatu yang berasal dari ketulusan hati dosen memang akan mudah diterima di dalam hati mahasiswa.

Metode mengajarnya selalu bervariasi sehingga tidak membosankan. Kita tentu tahu jika pada umumnya dosen-dosen lain sangat monoton dalam mengajar. Itulah yang menyebabkan kami selalu bersemangat untuk mengerjakan tugas kuliah yang diberikan. Dari beliaulah saya belajar keterampilan menulis untuk pertama kalinya secara mendalam.

Semester selanjutnya ada mata kuliah baru, yaitu Menulis Karya ilmiah. Di sini Bu Arik Kusmiatun berpartner dengan Bu Ary Kristiani. Mereka saya kenal dengan istilah Duo Ari. Dengan bimbingan beliau berdua, saya lebih mendalami lagi keterampilan menulis. Kedua dosen tersebut adalah role model atau sosok guru yang ideal dan inspiratif bagi saya.

Keterampilan menulis adalah kemampuan yang harus diasah oleh semua mahasiswa, terutama mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sangat malu jadinya jika calon guru Bahasa Indonesia tidak bisa menulis dengan baik. Selain diasah melalui perkuliahan, keterampilan menulis perlu diasah melalui pelatihan guru atau workshop penulisan untuk guru. Dengan mengikuti pelatihan guru, kemampuan menulis kita akan semakin terasah dengan baik karena dibimbing oleh mentor yang profesional. 

Betapa beruntungnya kita hidup di zaman kemajuan teknologi yang pesat. Pelatihan guru banyak ditawarkan secara daring dan gratis. Pelatihan guru yang demikian bisa dikatakan sebagai in house training. Pelatihan yang bisa dikerjakan di rumah kita sendiri. Maka, tidak ada alasan “tidak punya waktu” atau 'sibuk" jika kita serius ingin mengembangkan diri.

Jika kita serius mengikutinya, kita akan menjadi guru Bahasa Indonesia yang lebih baik karena bisa memberi keteladanan (mahir menulis) kepada murid-murid kita. Kita tahu tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah menulis berbagai jenis teks. Jika gurunya sendiri mahir menulis teks, murid-murid kita tentunya akan terinspirasi. Kalau ingin murid-murid pintar menulis, gurunya juga harus pintar menulis.

Prestasi yang Tak Terduga

Saat semester empat, kampus mengadakan lomba menulis esai (ilmiah populer). Saya ikuti lomba itu. Saya merasa perlu mengasah keterampilan menulis yang sudah saya pelajari. Tak kusangka, saya bisa menjadi juara 1 di ajang lomba tersebut. Bagi saya, bisa juara kali ini hanyalah karena hoki saja. Istilah Jawanya lagi Bejo

Beberapa minggu kemudian, ada lomba menulis esai tingkat Provinsi DIY. Saya ikut lomba tersebut. Dan ternyata saya bisa juara 1 lagi. Lomba kali ini terasa lebih greget karena bisa mengalahkan peserta dari kampus lain, seperti UGM, UII, UIN SuKa, dan lain-lain. 

Beberapa bulan kemudian, ada lomba yang sama di tingkat yang sama pula (tingkat Provinsi DIY). Dan tak kusangka lagi, saya kembali menjadi juara 1

Hingga lulus kuliah, saya berhasil juara 1 sebanyak enam kali. Sebuah pencapaian yang tak pernah saya bayangkan.

1. Karya Ilmiah Tingkat Nasional

Pengalaman yang sangat berharga saat kuliah saya terapkan saat mengajar di sekolah. Pertama kali saya mengajar adalah di SMPN 8 Yogyakarta (sekolah eks-RSBI). Itu adalah salah satu SMP terbaik di Jogja. Setelah menjalani PPL (praktik mengajar) di sana, saya diminta untuk mengajar ekstrakurikuler Menulis Karya Ilmiah Remaja (KIR) bersama teman dari UGM, Mas Ridlwan. 

Pada tahun 2012 ada event lomba menulis karya ilmiah tingkat nasional untuk jenjang SMP dan SMA oleh Kementerian Perhubungan. Lomba ini unik karena mempertandingkan siswa SMP dan SMA. Lomba itu diikuti tidak kurang dari 1.000 peserta di seluruh Indonesia. 10 finalis lomba akan diundang ke Jakarta untuk mempresentasikan makalahnya. 

Uniknya, saat itu 8 finalis lomba berasal dari SMA, sedangkan 2 finalis berasal dari SMP dan kedua finalis itu berasal dari SMPN 8 Jogja. Bagi saya, bisa masuk 10 besar saja sudah menjadi kebanggaan luar biasa. Dua finalis dari sekolah kami berangkat ke Jakarta untuk mempresentasikan makalahnya. Dan hasil luar biasa! Murid kami yang bernama Setianing Wikanthi berhasil menjadi juara 1 lomba tersebut. Sungguh ini adalah pencapaian luar biasa!

2. Artikel Tingkat Nasional SMA/MA

Sekolah kedua tempat saya mengajar adalah di MA Safinatul Huda Jepara. Di tempat yang baru ini, saya mencoba untuk menunjukkan eksistensiku. Tahun 2014 ada event lomba menulis artikel tingkat nasional untuk jenjang SMA/MA oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 10 finalis akan diundang ke Jakarta untuk presentasi. Satu dari 10 finalis tersebut adalah dari murid kami bernama Ani Triana. Ani memang belum bisa juara. Tapi, prestasi ini sudah sangat membanggakan karena sekolah (madrasah) kami menjadi satu-satunya perwakilan madrasah yang masuk 10 besar. Pihak yayasan juga sangat mengapresiasi pencapaian ini. 

Beberapa bulan kemudian, murid bimbingan saya yang bernama Agung Budi juga masuk 10 besar finalis lomba menulis esai tingkat nasional yang diselenggarakan oleh lembaga antikorupsi di Jakarta. Hasilnya sama seperti sebelumnya. Meskipun tidak masuk juara 3 besar, tapi ini tetaplah prestasi yang membanggakan (finalis lomba tingkat nasional).

Prestasi lainnya terjadi pada tahun 2017. Siswa kelas XII IPS dari madrasah kami juga berhasil meraih Peringkat 1 rata-rata nilai UN Bahasa Indonesia tingkat Provinsi Jawa Tengah.

3. Resensi Buku Biografi dan Prestasi Lainnya

Kisah berlanjut di sekolah yang ketiga, yaitu di SMPN 1 Pecangaan Jepara. Saya mulai mengajar di sana sejak 1 Maret 2022.

Pada pertengahan Maret, ada lomba menulis resensi buku biografi Bupati Jepara. Saya ikuti lomba tersebut, dan alhamdulillah bisa Juara 3. Bagi saya, prestasi itu menjadi penting karena mengawali karier di sekolah yang baru.

Selanjutnya di bulan Juni 2022, ada perlombaan Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) jenjang SMP yang diselenggarakan Disdikpora Jepara. Saya mendaftarkan 1 kelompok yang terdiri atas 3 murid untuk ikut lomba tersebut. Mereka adalah Uyun, Wafa, dan Alam. Kami mulai perlombaan ini dengan mengadakan workshop penulisan karya ilmiah. Kemudian kami menyusun proposal makalah, dilanjutkan melakukan penelitian, dan menyelesaikan penulisan makalah. Dan alhamdulillah sekolah kami berhasil menjadi Juara 2.

Kisah berlanjut di kompetisi Cipta Puisi dan Story Telling. Saya membimbing lomba Cipta Puisi, sedangkan Story Telling dibimbing oleh guru Bahasa Inggris. Lomba kali ini saya seleksi calon pesertanya dulu. Saya undang beberapa siswa dari berbagai kelas. Dari seleksi terpilihlah Qorry kelas IX-A. Selanjutnya saya bimbing dia beberapa hari. Tantangan lomba kali ini adalah tema puisi baru ditentukan saat pelaksanaan lomba dan diberi waktu mencipta puisi selama 3 jam. Alhamdulillah puji syukur Qorry berhasil Juara 3 lomba Cipta Puisi. Untuk cabang lomba Story Telling, sekolah kami juga Juara 3 atas nama Deandra.

Kisah selanjutnya adalah lomba Baca Puisi. Lomba ini diwakili oleh Uyun kelas IX-B. Lomba kali ini cukup mendadak informasinya. Ditambah saya jatuh sakit beberapa hari sehingga proses bimbingan terhambat. Tapi alhamdulillah saya dibantu oleh guru-guru lain. Atas kerja sama yang baik, kami bisa membuat video baca puisi tepat waktu. Saya tidak punya ekspektasi yang tinggi dengan hasilnya. Akan tetapi, kejutan akhirnya terjadi. Uyun berhasil Juara 1 lomba baca puisi. 

Memasuki tahun 2023, saya sendiri mengikuti lomba bercerita tokoh pahlawan Jepara yang diadakan oleh Kodim Jepara. Puji Tuhan saya berhasil menjadi Juara 2.

Selanjutnya pada bulan Maret 2023, saya membimbing murid-murid atas nama Ulya dan Celine untuk mengikuti lomba Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI). Dan Alhamdulillah kami berhasil Juara 2. Sekolah kami berhasil mempertahankan gelar juara tahun lalu.

Memaknai Kata “Guru Inspiratif”

Itulah kisah nyata perjuangan saya dalam peningkatan literasi sekolah. Saya merasa perjuangan ini seperti seorang pelari estafet. Saya adalah pelari estafet pertama, sedangkan murid-muridku adalah pelari estafet kedua, ketiga, dan seterusnya.

Sebagai guru, saya bertugas menanamkan budaya literasi kepada murid-murid. Saya perlu mengasah keterampilan menulis mereka. Mereka perlu menikmati proses kreatif menulis sambil mengikuti berbagai lomba menulis. Ibaratnya, saya harus bisa menyerahkan tongkat estafet (budaya literasi) kepada murid-murid. Itulah tantangan untuk saya ke depannya.

Dari semua pengalaman itulah, bagi saya, guru inspiratif itu guru yang mendidik dan mengajar dengan sepenuh hati dan jiwa sehingga mampu menggerakkan hati murid-murid untuk tekun belajar. Guru yang berhasil mewariskan ilmu yang kita miliki kepada generasi muda. Guru yang memberi teladan atau contoh yang baik kepada murid-muridnya. Adapun nasib mujur bisa sering juara lomba bagi saya hanyalah sebuah bonus dan anugerah dari Allah. 

Yang masih menjadi tantangan tersendiri untuk menjadi guru inspiratif adalah mengajar dengan metode yang menyenangkan dan bervariasi. Saya sudah punya role model dari dua sosok dosenku. Kini sudah semestinya bagi saya untuk berinovasi dalam mengajar.

Selain istilah “Guru Inspiratif”, seorang guru juga perlu mempunyai gelar “Guru Profesional”. Saat ini, standar guru profesional adalah guru yang sudah lulus mengikuti program sertifikasi guru atau disebut dengan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Jadi, untuk menjadi guru ideal masa kini, seorang guru harus menjadi sosok yang inspiratif dan juga profesional. 

Tabik, 

Syaifudin, S.Pd.


Penyunting: Putra

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

LITERASI DIGITAL MENINGKATKAN MUTU & KUALITAS PENDIDIKAN
5 min
Berkah Sertifikasi
Berlaku Etis dalam Mengajar Privat Daring
2 min
Guru Bahasa Jawa Pembentuk Karakter Siswa

Dra. Sri Suprapti

May 13, 2022
4 min
Pendidikan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia di Era Digital
7 min
STRATEGI SIARIL GADIS JAWA DAN WAYANG DAMEN MELALUI DIGITAL LEARNING DALAM PENGUATAN PROFILE PELAJAR PANCASILA BERBASIS PROJECT
4 min

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar