Perjalanan Sang Guru - Guruinovatif.id

Diterbitkan 23 Apr 2022

Perjalanan Sang Guru

 

Cerita Guru

Nyoman Sudiana, S.Pd., M.Pd.

Kunjungi Profile
1219x
Bagikan

 

 

PERJALANAN SANG GURU

Nama saya Nyoman Sudiana, lahir di kabupaten Buleleng provinsi Bali pada tanggal 23 Nopember 1968, merupakan anak ketujuh dari pasangan seorang buruh bangunan yang bernama  Nyoman Toya dengan seorang buruh tani yang bernama Ni Nyoman Merta, kedua orang tua saya sudah meninggal, ayah tahun 1987 dan ibu 2014. 

Saya menamatkan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1981 di SD Negeri 1 Banjar Tegal Singaraja, kecamatan Buleleng, kabupaten Buleleng propinsi Bali. Tamat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Singaraja pada tahun 1984, sedangkan tamat SMA di SMA Negeri 1 Seririt pada tahun 1987. Selanjutnya “terpaksa” melanjutkan keperguruan tinggi di Fakultas  Keguruan  dan Ilmu Pendidikan  Universitas Udayana (FKIP UNUD) program D2 (Diploma Dua) pada tahun 1987 Program Studi MIPA jurusan Matematika, tamat pada tahun 1990 karena pernah mengambil cuti kuliah satu tahun dan menggeluti pekerjaan sebagai teknisi elektronika setelah mengikuti kursus elektronika di Malang dan Denpasar. Sempat juga mengikuti pendidikan Penyetaraan Diploma 3 Matematika Universitas Terbuka di Timor-Timur. Sedangkan pendidikan pada jenjang Strata Satu (S1) diperoleh tahun 2004 di IKIP Saraswati Tabanan, Program Studi MIPA, Jurusan Pendidikan Matematika, menyelesaikan S2 Administrasi Pendidikan Program Pasca Sarjana Undiksha tahun 2016, dan pada tahun 2020 mengikuti pendidikan S3 Ilmu Pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja .

Menikah pada tanggal 30 Januari 1992 dengan Ni Nyoman Supartini di Singaraja Bali. Dikaruniai dua orang putra dan satu orang putri,   anak pertama laki-laki bernama Gede Angga Ardiana, lahir di Buleleng- Bali pada anggal 17 Nopember 1992 , alumni D3 tahun 2013 dan D4 Akuntasi STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) Jakarta 2018, saat ini menjadi pegawai  di Kementerian Keuangan RI, anak kedua perempuan bernama Made Dwi Easty Fridayani lahir di Viqueque, Timor Leste pada tanggal 7 April 1995 , yang juga alumni  Diploma 3 Akuntansi di STAN Jakarta sejak tahun 2016, bekerja di Dirjen Pajak Kementerian Keuangan RI, dan anak ketiga laki-laki bernama Komang Lovi Try Ariana  lahir di Lospalos, Timor Leste pada tanggal 13 April 1998, saat ini bekerja sebagai pegawai BUMN (PLN).

Berikut ini merupakan jejak-jejak perjalanan saya sebagai guru di 2 provinsi, 3 kabupaten, 5 kecamatan, 7 sekolah dan lebih dari 28 tahun sejak tahun 1992.

Tidak Pernah Bercita-Cita Jadi guru Akhirnya Menjadi Guru

Sebenarnya menjadi guru bukanlah cita-cita saya, apalagi saat sekolah  sampai kuliah saya mempunyai kekurangan, yaitu tidak lancar berbicara (gagap) yang menyebabkan saya menjadi  tidak percaya diri dan penyendiri.  Untuk mengisi waktu kesendirian saya manfaatkan dengan membaca buku , hampir semua buku diperpustakaan sekolah, perpustakaan daerah saya baca baik buku fiksi maupun non fiksi, dan ini menyebabkan saya menjadi salah satu  siswa yang berprestasi di sekolah. Saya kuliah di FKIP UNUD karena kebetulan kampus dekat rumah dan memilih program studi matematika karean nilai matematika saat SMA selalu “merah” (karena pernah melawan guru matematika). Dan dengan kemauan yang kuat dan latihan yang rutin akhirnya saya bisa mengatasi kekurangan saya sehingga lulus D2  Matematika di FKIP UNUD Singaraja pada tahun 1990. 

Riwayat pekerjaan mulai sebagai teknisi pada bengkel elektronika milik sendiri sejak tahun 1997 sambil mengikuti kuliah pada Program D2 Matematika FKIP UNUD (Universitas Udayana) karena kampus terletak dekat rumah. Diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tertanggal 2 Februari 1992 dengan tugas sebagai guru di provinsi Timor Timur. Pada awal menerima SK CPNS saat itu saya ragu-ragu untuk berangkat ke tempat tugas karena selain jauh dari Bali gaji pokok yang diterima saat itu sekitar Rp. 58.000 perbulan, sedangkan penghasilan yang saya peroleh di bengkel service elektronika rata-rata Rp. 500.000 perbulan dan saya tidak bercita-cita jadi guru. Namun atas dorongan ibu kandung akhirnya saya berangkat juga menuju tempat  tugas pertama saya sebagai guru mengajar mata pelajaran Matematika di daerah terpencil yaitu pada SMP Negeri Uatolari kecamatan Uatolari,  kabupaten Viqueque provinsi Timor Timur, berjarak sekitar 225 kilometer dari Dili, ibu kota propinsi Timor Timur (Timtim sekarang Timor Leste/Timles). 

Jejak Perjalanan Sang Guru di Timor Timur

Ternyata Kabupaten Viquegue apalagi Kecamatan Uatolari saat itu dikatagorikan ‘daerah merah’, yaitu daerah di Timor Timur yang rawan konflik senjata antara TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan GPK (Gerakan Pengacau Keamanan),lokasinya melalui kawasan hutan yang lebat dengan jalan yang rusak. Meski jarak dari kabupaten ke kecamatan sekitar 45 km pada saat musim hujan jarak tempuh bisa mencapai mencapai lebih dari 8 jam dengan angkutan truk atau mobil sejenis Suzuki Carry, sedangkan angkutan sejenis bus hanya melayani rute kota Dili sampai dikabupaten Viqueque. Lamanya jarak tempuh dari kabupaten Viqueque ke kecamatan Uatolari disebabkan karena saat itu kondisi jalan masih berupa tanah dan berlumpur saat melalui 12 sungai tanpa jembatan. Masih terbayang jelas jika mobil angkutan yang membawa kita saat melewati sungai semua penumpang harus turun dan bersama-sama menarik mobil itu agar bisa melewati sungai dan naik kembali ke mobil  sudah mobil sudah berada di jalan yang datar untuk melanjutkan perjalanan. Apalagi saat sungai banjir kita harus menunggu air sungai surut sekitar 3 jam agar bisa dilewati. Ada kisah mendebarkan yang tidak akan terlupa, dalam perjalanan itu satu sungai ada jembatannya namun hanyamenggunakan dua batang kayu yang besar melintang di atas sungai yang sempit tapi dalam,  ban mobil melintas di atas dua kayu besar tersebut dengan beberapa penumpang termasuk saya masih tetap di dalam mobil unuk melewati sungai itu, kondisi ini persis seperti iklan  rokok merk tertentu di televisi. 

Ketika tiba di SMP Negeri Uatolari ada kejadian yang menarik yang juga tidak akan terlupakan, selain sambutan teman-teman guru yang hangat (mungkin karena merasa senasib karena guru-guru ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia) keesokan harinya saya sempat kaget karena saya dicari bapak-bapak Tripika (Camat, Danramil dam Kapolsek),saat itu saya sempat kaget dan cemas mengira ada hal yang salah, namun ternyata mereka meminta bantuan kepada saya untuk memperbaiki satu-satunya antena parabola dan pemancar televisi yang rusak yang ada di kecamatan, mereka sudah mendengar khabar bahwa selain guru saya juga seorang teknisi elektronika. Konon katanya peralatan ini sudah setahun lebih rusak tidak ada yang bisa memperbaiki sehingga masyarakat disana tidak bisa menonton siaran TV. 

Keesokan harinya saya berusaha memperbaiki antena parabola dan pemancar televisi yang terletak di pojok pinggir lapangan kecamatan disaksikan banyak orang, mereka duduk berkerumun memperhatikan saya yang sedang berusaha mencari penyebab peralatan itu tidak berfungsi, setelah beberapa jam akhirnya pemancar TV itu bisa diperbaiki dan berfungsi dengan normal. Saat ada gambar muncul di televisi mereka bersorak kegirangan dan berteriak “Hidup pak guru....Hidup pak guru....Horeee...”. Dan hal itu membuat saya berbesar hati karena sudah memberikan kesan yang baik dihati mereka. Pak Camat juga senang sekali dan mengingatkan kepala sekolah agar jangan sampai saya dimutasi.

Selama lima tahun bertugas di SMP Negeri Uatolari, saya berusaha menjadi guru yang baik. Selain mengajar pelajaran Matematika saya juga mengajar keterampilan pertanian dan ekstra kurikuler dasar-dasar elektronika. Saya juga memberikan les Matematika secara gratis pada sore hari untuk kelas 9. Pada hari Minggu saya mengisi kegiatan dengan membuka bengkel service barang-barang elektronika sekaligus tempat siswa praktek dan untuk tambahan penghasilan.

Pada tahun 1997 saya dipindahkan sebagai guru ke SMP Negeri 1 Lospalos, Kabupaten Lospalos di ujung timur provinsi Timor Timur yang berjarak sekitar 225 kilometer dari Dili. Namun saat itu beberapa siswa, mereka ke Dili berbekal beras , pisang dan uang seadanya hasil sumbangan siswa yang lain mengajukan protes ke Kanwil Dikbud provinsi Timor Timor atas kepindahan saya dan meminta agar SK Mutasi dibatalkan, saat itu situasi di Timtim sudah mulai memanas, mereka mengancam membakar sekolah, namun saya menjelaskan kepada mereka bahwa ini perintah atasan harus dipatuhi. Saya dan kepala sekolah juga dipanggil untuk menjelaskan kejadian sebenarnya.  Akhirnya mereka mengikhlaskan dengan catatan beberapa guru termasuk kepala sekolah juga harus di mutasi karena tidak disenangi. Saat itu saya sedih juga karena kesalahfahaman akhirnya 5 orang guru termasuk kepala sekolah pindah dalam waktu yang bersamaan, meskipun sebenarnya tempat tugas baru aksesnya lebih mudah dijangkau dari kota Dili. Ketika bertugas di Timor-Timur sebenarnya kami lebih khawatir ketika diperjalanan naik angkutan, baik karena medan jalan yang ekstrim maupun keamanan. Saya sendiri pernah mengalami beberapa gangguan diperjalanan, 2 kali di rampok di dalam bus dan 1 kali perjalanan yang menegangkan karena ancaman penghadangan. 

Gambar 1 : Ilustrasi kondisi diperjalanan saat pertama kali datang di Timor Timur

                                                                 

 

Jejak Perjalanan Sang Guru di Bali

Dua tahun bertugas di SMP Negeri 1 Lospalos dengan situasi keamanan makin tidak menentu pada saat jajak pendapat yang berakibat lepasnya Propinsi Timor Timur dari wilayah Republik Indonesia tahun 1999 akhirnya saya  dipindahkan ke daerah asal  mengajar ke SMP Negeri 2 Gerokgak Kecamatan Gerokgak yang terletak di ujung barat Kabupaten Buleleng Propinsi Bali  namun jaraknya sekitar 67 km jaraknya dari tempat tinggal, pulang pergi naik bus, berangkat ke sekolah pukul 05:00 sampai di rumah pukul 05.00 sore.

Setelah tiga tahun di SMPN 2 Gerokgak kemudian pindah tugas ke SMP Negeri 6 Singaraja pada tahun 2002, dipindahkan lagi ke SMP Negeri 4 Sukasada Kabupaten Buleleng pada tahun 2006 sebagai guru. Setelah tujuh tahun bertugas di sekolah ini pada tahun 2013 setelah memperoleh sertifikat diklat piloting calon kepala sekolah nasional yang diselenggarakan oleh LP2KS Solo, saya ditugaskan menjadi kepala sekolah di SMP Negeri 2 Sukasada di desa Pancasari yang terletak perbatasan bagian selatan kabupaten Buleleng dekat wilayah Bedugul-Bali dengan jarak sekitar 23 km dari tempat tinggal. Karena berhasil memperoleh berbagai prestasi di sekolah itu, pada bulan September 2018 saya dipindahkan menjadi kepala sekolah di SMP Negeri 6 Singaraja.

Jejak Motivasi, Inovasi dan Prestasi Sang Guru 

Meskipun sebelumnya saya tidak pernah bercita-cita sebagai guru, ada beberapa hal yang memotivasi saya untuk berusaha menjadi guru yang baik, berinovasi dan berprestasi diantaranya;

  1. Hukum “Karma Phala”
  2. Kerjakan tugas sebagi bukti bakti kepada Tuhan (Bakti Marga)
  3. Berusaha tidak meniru prilaku guru-guru yang kita benci dulu saat mengajar, misalnya; guru yang selalu duduk di kursi meja guru selama mengajar, guru yang selalu membacakan materi pelajarannya saat mengajar, guru yang membosankan, dll.
  4. Memberi pelajaran tambahan di luar jam pelajaran dengan gratis.

Sedangkan beberapa inovasi yang dilaksanakan sebagai guru adalah menyampaikan materi pembelajaran Matematika dengan berbagai cara menyesuaikan kondisi masing-masing siswa (berdiferensial),menemukan konsep-konsep matematika dengan hal-hal-yang nyata baik dengan alat peraga maupun benda nyata, serta konsep latihan pemecahan masalah dengan rutin (drill) dan berkolaborasi dengan guru-guru yang lain, sehingga dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi. 

Dengan motivasi kepada siswa dan inovasi pembelajaran matematika yang telah dilakukan berdampak positif diantaranya; siswa menyukai pelajaran matematika, peningkatan hasil belajar matematika, penngkatan hasil nilai Ujian Nasional  (saat masih diadakan Ujian Nasional). Beberapa dari inovasi-inovasi tersebut telah disusun dalam bentuk karya ilimiah. 

Berbagai prestasi yang pernah diraih selama menjadi guru adalah; guru idola tingkat sekolah tahun 2006, peserta guru berprestasi tingkat Kabupaten Buleleng pada tahun 2008 dan tahun 2012, finalis mengajar Matematika yang diselenggarakan Pesona Edu tahun 2010 di Denpasar Bali,  juara 3 Propinsi Lomba Membuat Bahan Ajar Berbasis TIK tingkat SMP tahun 2012 dan lulusan terbaik Piloting Diklat Cakep Nasional dari kabupaten Buleleng pada tahun 2013.

Dengan gaya kepemimpinan yang melayani, inovatif  dan menjadi contoh teladan bagai warga sekolah, keluarga dan masyarakat mengantarkan penulis meraih berbagai prestasi baik atas nama perorangan maupun sekolah diantaranya; juara 1 kepala sekolah berprestasi tingkat Kabupaten Buleleng 2016, juara 3 kepala sekolah berprestasi tingkat Propinsi Bali tahun 2016, juara 1 lomba inovasi kasek Kabupaten Buleleng pada tahun 2017 , juara 3 lomba inovasi kasek Kabupaten Buleleng Tahun 2018, dan juara 3 lomba inovasi kasek Kabupaten Buleleng Tahun 2020, serta kepala sekolah Aktif Literasi Nasional 2021 dari Nyalanesia.

 Sedangkan prestasi atas nama sekolah yang dipimpin diantaranya; SMPN 2 Sukasada yang terletak dipinggiran selatan kabupaten Buleleng memperoleh Juara 1 Lomba Sekolah Sehat (LSS) tingkat kabupaten Buleleng tahun 2017, juara 2 Lomba Sekolah Sehat (LSS) Tingkat Provinsi Bali tahun 2017, berhasil membawa SMP Negeri 6 Singaraja sebagai peraih Sekolah Adi Wiyata Tingkat provinsi Bali, peraih Gold THK 2 kali berturut-turut, terpilihnya SMPN. 6 Singaraja sebagai 100 Sekolah Pionir VR. Indonesia, penghargaan sekolah donatur terbaik dari Yayasan Mahendradata, penghargaan sekolah aktif literasi tingkat nasional 2021 dalam Program Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB) dari Nyalanesia yang menghasilkan 2 buku antologi puisi dan artikel guru-guru dan prestasi diawal tahun 2022 SMP Negeri 6 Singaraja lolos sebagai Sekolah Penggerak angkatan 2, Penghargaan Nasional sekolah Aktif Literasi dan Penghargaan dari MURI Sebagai Kontributor Peluncuran Buku Fiksi non Fiksi terbanyak bersama Nyalanesia.

Jejak Perjalanan Sang Guru Terkini

Dan saat ini meskipun sudah menjadi kepala sekolah perjalanan sang guru masih tetap dilanjutkan dengan meluangkan waktu untuk melayani, mengajar dan belajar. Disela-sela kesibukan sebahai kepala sekolah meluangkan waktu melayani masyarakat dengan aktif menjadi pengurus di Banjar Adat dan Pura setempat dan mendekatkan diri kepada Tuhan (Sanghyang Widhi Wasa). Di saat-saat tertentu menjadi guru mengajar siswa di kelas dan anak-anak di panti asuhan, serta masih tetap belajar dengan mengikuti kuliah S3 Ilmu Pendidikan di Universitas Ganesha, karena guru yang hebat meski mengajar masih tetap harus belajar, dan selalu bersyukur atas nikmat dan karunia yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa.

Gambar Ilustrasi Jejak Perjalanan Sang Guru dari Timor Timur ke Bali

 Demikianlah kisah perjalanan saya sebagai guru dari awal bertugas di daerah terpencil di Timor Timur dan akhirnya bertugas kembali di tanah kelahiran di Bali. Meskipun pada awalnya saya tidak bercita-cita menjadi guru, namun di perjalanan hidup selanjutnya saya luangkan waktu sepenuhnya menjadi seorang guru dan saya bangga menjalani profesi sebagai guru. Semoga kisah ini dapat menginspirasi bagi semua orang yang bercita-cita dan yang telah bertugas sebagai guru. Terima kasih. (Singaraja 22 April 2022, ditulis oleh Nyoman Sudiana,)

 

0

0

Komentar (0)

-Komentar belum tersedia-

Buat Akun Gratis di Guru Inovatif
Ayo buat akun Guru Inovatif secara gratis, ikuti pelatihan dan event secara gratis dan dapatkan sertifikat ber JP yang akan membantu Anda untuk kenaikan pangkat di tempat kerja.
Daftar Akun Gratis

Artikel Terkait

Pembelajaran Menyenangkan Berbasis Lingkungan dalam Konteks Merdeka Belajar
2 min
Pendidikan Karakter Generasi Juara
1 min
Literasi Digital Sekolah di Ujung Desa
7 min
Kisah Seorang Babu Menjadi Guru
Membumikan Empati Untuk Mengikis Perbedaan Kultural

Guru Inovatif

Jam operasional Customer Service

06.00 - 18.00 WIB

Kursus Webinar