Bu Nina mendadak marah pada Jeni. Kesalahan kecil Jeni yang tidak sengaja menyenggol lengan Deni saat mewarnai menjadi hal yang besar sampai Jeni menangis. Ya, bu Nina memarahi Jeni dengan nada yang tinggi hingga jeni esok hari takut pergi ke sekolah. Bu Ninapun dua hari terakhir datang ke sekolah melebihi waktu yang semestinya. Cerita di atas adalah gambaran hal yang kerap terjadi pada seorang guru. Guru, sosok yang dianggap layak menjadi teladan secara sempurna. Demikian besar tuntutan tersebut sampai kita bahkan lupa jika guru juga manusia. Namun kini bukan tuntutan teladan yang menjadi bebannya. Tugas-tugas lain yang banyak itulah yang menjadi kunci dari perubahan sikap bu Nina. Bu Nina mewakili banyak guru lainnya. Sejatinya tugas sebagai guru PAUD adalah tugas yang menyenangkan. Kebahagiaan membimbing, mendidik, mendampingi, memberi kesempatan luas bagi guru untuk berinteraksi dengan sosok mungil yang lucu dan menggemaskan. Walau kadang kerepotannya membuat guru cukup sibuk namun rasa bahagia itu cukup menutupi semua beban yang ada. Lantas mengapa bu Nina bisa mengalami hal di atas? Sesuai dengan tren dewasa ini, bu Nina perlu mendapat perhatian dalam hal kesehatan mental. Apakah kesehatan mental bu Nina terganggu? Tidak serta merta bisa kita katakan demikian.
Kesehatan mental adalah kesehatan yang erat hubungannya dengan kesehatan jiwa dan emosi seseorang. Ya, bukan pada kondisi fisik namun pada kondisi psikis seseorang. Ada empat kompetensi yang harus dimiliki sosok guru yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Dalam hal kompetensi kepribadian dan sosial, guru harus dapat mempunyai kepribadian yang baik serta dapat mengelola emosinya agar bisa bersosialisasi dengan baik, terhadap rekan dan terlebih lagi terhadap murid-muridnya. Dua kompetensi ini sangat berkaitan erat dengan kesehatan mental yang harus dijaga oleh guru. Dengan kata lain, guru harus memiliki kesehatan mental yang terjaga dengan baik untuk menghasilkan performa yang baik di depan siapa saja. Mengingat guru juga merupakan manusia yang jauh dari sempurna, maka apakah ini adalah hal yang berat? Bisa iya namun bisa juga tidak. Lantas bagaimana cara menjaga kesehatan mental guru? Seperti pada umumnya, guru perlu menyeimbangkan hidupnya. Ini terlihat sangat klise namun nyatanya guru banyak mengalami ketimpangan hidup. Tugas dan kecintaannya pada dunia mengajar yang diwakili oleh murid-muridnya, tidaklah seimbang. Beban tugas administrasi atau tuntutan kelengkapan perangkat ajar sangatlah berat. Belum lagi honor yang diterimanya setiap awal bulan, biasanya hanya numpang lewat di dompet saja, sebelum disalurkan pada “pos-pos” yang sudah menunggunya. Oleh karena itu hal ini sangat perlu mendapat perhatian lebih. Dari siapa? Tentu saja dari para pemangku kepentingan pada bidang ini. Khususnya bagi pada pendidik pada jenjang PAUD. Anak dalam usia dini adalah anak dalam usia yang sangat baik untuk dapat menyerap segala hal yang diterimanya. Guru yang sudah pasti bertugas menanamkan hal-hal baik itu haruslah dalam kondisi yang baik pula. Kondisi jiwa dan emosi guru yang baik dan seimbang dapat menghasilkan performa yang baik khususnya bagi murid-muridnya.
Sampai di sini point pentingnya adalah bahwa guru perlu menjaga kesehatan mentalnya. Jika mendidik anak-anak PAUD dengan bermain yang menyenangkan tidaklah cukup bagi guru untuk menjaga keimbangan jiwa dan emosinya, maka hal lain perlu ditingkatkan. Rajutlah hubungan yang baik dengan Tuhan, yang empunya semesta ini. Luangkanlah waktu untuk mengerjakan hobi selain mengajar. Puaskanlah bercengkerama bersama murid, tanpa rasa jaim. Sesekali wujudkanlah keinginan terpendam yang kadang dikalahkan oleh kebutuhan utama. Ayolaahh..guru bukanlah dewa. Kerjakanlah tugas secara bergotong-royong dengan rekan kerja, jangan terus ditunda apalagi ditumpuk. Boleh saja guru bangun terlalu siang saat libur, apalagi jika setelahnya dipakai berjalan-jalan santai dengan keluarga atau teman, bahkan dengan rekan guru lainnya. Ingat, kesehatan mental guru perlu dijaga agar tetap dalam kadar “waras”. Apalagi bagi guru PAUD. Semua yang keluar dari mulut dan gerak gerik yang dapat dilihat murid akan terserap tanpa hambatan oleh murid-murid. Lantas jika demikian apakah guru tidak boleh terlihat marah atau tampak lelah di depan muridnya? Boleh saja..namun tetaplah dalam batas yang semestinya dan tetap dalam koridor yang tepat. Bukankah anda tidak mau seperti bu Nina? Oh ya, bu Nina tidak hanya marah kepada Jeni namun siswa lainpun menerima luapan amarahnya. Hal tersebut cukup mendapat perhatian dari Kepala Sekolahnya karena dalam waktu singkat komplain dari para orang tua cukup banyak masuk ke meja KS. Usut punya usut, bu Nina dalam kondisi mental yang kurang baik karena tekanan beban kerja dan belum lagi masalah internal keluarganya. Beban berat tersebut dibawa sampai di sekolah dan kesalahan kecil di antara muridnya cukup menjadi pemicu dan pemantik amarah bu Nina. Lihatlah, apakah cukup adil bagi anak-anak kecil untuk menerima letupan emosi jiwanya? Tidak. Cukuplah cerita bu Nina ini menjadi pelajaran bagi kita, sesama para pendidik. Oleh karena itu, milikilah kesimbangan hidup agar kesehatan mental tetap terjaga, demi performa ajar yang prima, untuk membentuk generasi bangsa yang unggul dan bermartabat.
Mental yang sehat bukan dicapai secara otomatis. Kondisi sosial, emosi, dan jiwa yang baik perlu diupayakan. Selain diri sendiri harus cukup tahu bagaimana menjaga kesehatan mental ini, lingkungan sekitarpun turut berperan. Dunia pendidikan tidak hanya berisi guru seorang, namun ada lembaga dengan jajaran pemangku kepentingan yang dimulai dari kepala sekolah, komite, dan yayasan serta pengurus-pengurusnya. Semua dapat turut terlibat untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang mendukung untuk menjaga serta membentuk kesehatan mental yang baik. Inilah diantara hal-hal yang bisa dilakukan yaitu membagi tugas secara merata, sesuai, dan berkeadilan. Tak lupa pula hal-hal yang menyenangkan bisa dimasukkan dalam agenda tahunan rencana kerja, seperti rekreasi atau sekedar keluar bersama dengan mengajak keluarga masing-masing. Ingat, beban guru tidak hanya dituntut sempurna di mata murid namun juga di hadapan para wali murid. Belum lagi beban kerja administrasi atau perangkat ajar yang begitu banyak. Ada pula tuntutan kemampuan mengikuti perkembangan zaman dan pasar. Baiklah, sampai di sini poin pentingnya adalah mari kita semua memanusiakan guru sewajarnya karena kenyataan yang sering dijumpai adalah guru tertekan dengan keras oleh banyak tuntutan dari segala arah. Sekali lagi, agar tercipta performa ajar yang prima, upayakan segala hal yang mendukung kesehatan mental guru. Guru bukanlah besi yang disebut robot, guru bukanlah boneka yang bisa dimainkan kapan saja. Wahai rekan guru, tetaplah semangat! jika lelah, ambilah waktu untuk beristirahat. Aturlah semua dengan baik dan bijak. Ayo kita melangkah bersama, karena dengan bersama, kita pasti bisa.
Penulis: Dhenok Anggraeni | Penyunting: Putra