Selamat Hari Guru Nasional (HGN), 25 November 2023. Teriring doa semoga guru-guru hebat di Indonesia selalu dalam keadaan sehat, bahagia dan selalu bersemangat dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Ada hal yang menarik dari perayaan HGN kali ini. Saya yakin bapak dan ibu guru telah menyimak sambutan dari Presiden RI, bapak Ir. H. Joko Widodo pada acara peringatan Hari Guru Nasional 2023 di Jakarta, Sabtu (25/11). Beliau membacakan hasil riset internasional yang dirilis oleh RAND Corporation 2022. Adapun hasil riset tersebut menunjukkan bahwa guru adalah pekerjaan yang paling membuat stres daripada pekerjaan lainnya. Disebutkan tiga faktor yang memicu stress guru, antara lain perilaku siswa, kurikulum yang bergonta-ganti dan perkembangan pesat teknologi.
Menariknya, meskipun yang menjadi responden pada riset tersebut adalah guru-guru di Amerika, nampaknya guru-guru di Indonesia merasa senasib. Hal ini sangat jelas terlihat dari bagaimana mereka bereaksi saat mendengar hasil riset tersebut. Saya pribadi dan beberapa rekan guru pun juga tidak bisa memungkiri hasil ini. Bahkan teman saya sampai membuat postingan di media sosialnya, “Siswa tidak membutuhkan guru yang sempurna. Siswa membutuhkan seorang guru yang bahagia agar dapat belajar dengan bahagia”. Namun, pada kenyataannya hal ini sangatlah susah karena buru-buru ingin membuat siswa bahagia, impian menjadi guru bahagia yang sejahtera secara psikologis saja sudah seperti ‘pungguk merindukan bulan’. Terlalu banyak permasalahan yang dihadapi, baik sebagai guru maupun pribadi.
Pada momen HGN ini sudah saatnya guru merenungi kembali profesinya, termasuk peran serta tanggung jawab apa yang diambil saat memutuskan menjadi seorang guru. Sudahkah kita benar-benar mengetahui, memahami dan mengoptimalkan peran sebagai guru dari berbagai sudut pandang?
Dalam buku Guru Abad 21 “Prilaku dan Pesona Pribadi”, disebutkan ada tiga peran guru, salah satunya adalah peran dalam sudut pandang psikologis. Disini saya menemukan sebuah istilah menarik terkait peran guru dalam sudut pandang psikologis, yakni sebagai Petugas Kesehatan Mental atau Mental Hygiene Worker.
Petugas kesehatan mental adalah sebuah peran yang dimiliki guru untuk menciptakan suasana belajar yang aman, nyaman serta kondusif, sehingga setiap individu di sekolah dapat secara optimal meningkatkan kompetensi akademis sekaligus kesejahteraan psikologisnya. Selain itu melalui peran ini guru mampu membuka ruang komunikasi, memberikan informasi serta edukasi mengenai kesehatan mental.
Petugas kesehatan mental adalah sebuah peran yang dimiliki guru untuk menciptakan suasana belajar yang aman, nyaman serta kondusif, sehingga setiap individu di sekolah dapat secara optimal meningkatkan kompetensi akademis sekaligus kesejahteraan psikologisnya. Selain itu melalui peran ini guru mampu membuka ruang komunikasi, memberikan informasi serta edukasi mengenai kesehatan mental.
Lalu, apa yang harus dilakukan guru dapat menjalankan perannya sebagai petugas kesehatan mental dengan optimal di tengah huru-hara permasalahan yang dihadapinya? Berikut ulasannya.
MEMILIKI PEMAHAMAN YANG TEPAT TERKAIT KESEHATAN MENTAL
Hidup adalah 10% apa yang terjadi pada kita dan 90% nya tergantung pada bagaimana cara kita bereaksi.
Menjalankan peran sebagai petugas kesehatan mental bukan berarti guru harus 100% menjelma menjadi seseorang yang bebas dari masalah. Pemikiran tersebut tentu saja keliru dan berpotensi membuat guru merasa terbebani serta terkekang untuk menciptakan suasana belajar yang aman, nyaman serta kondusif, yang membuat siswanya dapat meningkatkan kompetensi akademis dan kesejahteraan psikologisnya.
Sebagai petugas kesehatan mental, penting bagi guru untuk memahami konsep kesehatan mental secara tepat. Kesehatan mental adalah keadaan sejahtera secara psikologis yang memungkinkan seseorang mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuannya, belajar, bekerja dengan baik dan bahagia, serta berkontribusi positif pada komunitasnya. Dari paparan ini sangat jelas tidak ada redaksi yang menunjukkan seorang petugas kesehatan mental harus 100% bebas dari masalah, melainkan mereka memiliki kemampuan dalam bereaksi lebih positif terkait permasalahan yang dihadapi.
Hidup adalah 10% apa yang terjadi pada kita dan 90% nya tergantung pada bagaimana cara kita bereaksi. Reaksi positif guru terhadap permasalahannya akan membentuk pribadi yang bahagia. Pribadi yang bahagia tentu akan menularkan energi positif dalam pembentukkan kesejahteraan psikologis, baik bagi diri sendiri, rekan guru, orang tua, terlebih kepada siswa tercinta. Selain itu, guru hendaknya juga menyadari segala permasalahan yang terjadi pada hidupnya pastilah mengandung hikmah. Apabila dia berhasil dalam mengatasi permasalahan tersebut, maka guru akan memiliki rasa empati yang tinggi terhadap permasalahan serta akan mampu menjadi bagian support system bagi siswa.
CERDAS DALAM MENJALANKAN PERAN SEBAGAI PETUGAS KESEHATAN MENTAL
…. wajib hukumnya bagi guru untuk mengupayakan kesehatan mental diri terlebih dahulu agar dapat menjalankan perannya secara optimal, karena salah satu tugas guru sebagai petugas kesehatan mental adalah mampu membuka ruang komunikasi, memberikan informasi serta edukasi mengenai hal apapun tentang kesehatan mental kepada siswanya. Lebih jauh lagi, guru dapat memberikan keteladanan melalui perannya sebagai petugas kesehatan mental yang bahagia.
Seringkali guru terlalu fokus pada peningkatan kesehatan mental siswanya. Padahal, baik kesehatan mental siswa maupun dirinya sendiri sama-sama penting. Bahkan menurut saya pribadi, wajib hukumnya bagi guru untuk mengupayakan kesehatan mental diri terlebih dahulu agar dapat menjalankan perannya secara optimal, karena salah satu tugas guru sebagai petugas kesehatan mental adalah mampu membuka ruang komunikasi, memberikan informasi serta edukasi mengenai hal apapun tentang kesehatan mental kepada siswanya. Lebih jauh lagi, guru dapat memberikan keteladanan melalui perannya sebagai petugas kesehatan mental yang bahagia.
Sebagai petugas kesehatan mental, guru harus memiliki pemahaman bahwa kesehatan mental bermula dari kesadaran diri. Kesadaran diri adalah kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan. Untuk menguak kesadaran diri, guru bisa mengikuti beberapa tes atau menggunakan alat evaluasi yang dirancang khusus untuk membantu individu memahami diri mereka lebih baik. Guru juga bisa melakukan kegiatan journaling. Melansir dari laman klikdokter.com, kegiatan journaling memiliki segudang manfaat termasuk mengidentifikasi emosi yang sedang dirasakan.
Guru yang memiliki kesadaran diri lebih mudah untuk menerima segala aspek kehidupannya, termasuk kelebihan, kekurangan, kebutuhan apa yang sedang ingin dipenuhi bahkan luka batin yang mungkin dialami. Guru dapat dengan cepat mengidentifikasi potensi pemicu stres yang dapat mempengaruhi kesehatan mentalnya serta dampaknya terhadap kesehatan mental siswa apabila tidak teratasi dengan baik.
Setelah mencapai tingkat kesadaran diri yang optimal, guru akan dengan mudah melakukan manajemen diri seperti mengelola permasalahan dengan strategi yang sesuai dengan dirinya, menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, mengembangkan daya lenting untuk mengatasi tekanan dan tantangan dengan lebih baik, serta mampu mencari dukungan seperti apa yang diperlukan.
Cerdas dalam menjalankan peran guru sebagai petugas kesehatan mental dapat memberikan dampak positif yang lebih besar pada kesehatan mental siswa, menciptakan lingkungan belajar yang mendukung bagi seluruh seluruh individu di sekolah, serta menjadi contoh teladan terkait peningkatan kesehatan mental.
BIJAK DALAM MENENTUKAN DUKUNGAN SOSIAL
Dukungan sosial tidak hanya membantu guru dalam mengatasi permasalahan, tetapi juga membangun komunitas yang peduli dan saling mendukung di antara para pendidik.
Mari kita renungkan sejenak rutinitas sebagai guru. Melakukan perencanaan pembelajaran, mengajar, melakukan penilaian, menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif demi terciptanya kesejahteraan psikologi siswa dan membuat keputusan-keputusan baik di ranah sebagai guru maupun pribadi. Serasa menjadi manusia super sibuk di dunia.
Mengutip dari laman cambridge.org, seorang guru membuat lebih banyak keputusan setiap menitnya dibandingkan seorang ahli bedah otak. Pada akhir tahun 80-an dan sepanjang 90-an, telah dilakukan penelitian tentang pengambilan keputusan guru. Hasilnya adalah guru membuat sekitar 1.500 keputusan selama hari kerja normal yang itu berarti dalam delapan jam kerja sehari, itu setiap menitnya guru mengambil tiga keputusan per menit. Maka tidaklah berlebihan kalau guru memerlukan dukungan sosial agar dapat menjalankan perannya, terutama sebagai petugas kesehatan mental.
Ada tiga dimensi dukungan sosial yang diperlukan oleh guru sebagai petugas kesehatan mental, yakni emotional support yang meliputi perasaan nyaman, dihargai, dicintai, dan diperhatikan. Emotional support memungkinkan guru mengatasi tekanan emosional yang mungkin muncul akibat tuntutan pekerjaan, konflik di lingkungan sekolah, atau tantangan pribadi. Kedua, cognitive support yang meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat. Guru dapat memanfaatkan Komunitas Belajar (Kombel) di sekolah untuk berbagi pengalaman dan strategi dalam menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran sehingga kesehatan mental guru lebih terjaga. Terakhir,, material Support yang meliputi bantuan layanan barang dalam mengatasi masalah, misalnya penyediaan ruang khusus untuk guru untuk bersantai atau refleksi.
Dukungan sosial tidak hanya membantu guru dalam mengatasi permasalahan, tetapi juga membangun komunitas yang peduli dan saling mendukung di antara para pendidik. Saya sendiri pun merasa demikian, bahkan hanya dengan mencurahkan segala uneg-uneg dalam hati saya kepada sahabat, keluarga dan rekan kerja sekalipun pun rasanya sudah sangat membantu. Menjadi bagian dari suatu komunitas dan berbagi pengalaman akan memberi rasa lega dan rasa memiliki. Oleh sebab itu mulailah untuk mengidentifikasi orang-orang dalam hidup yang kita percayai dan dapat diajak bicara saat merasa kewalahan, cemas, atau sedih. Identifikasi juga siapa saja yang bisa dihubungi saat keadaan sudah diluar kendali agar guru mendapatkan bantuan yang lebih intensif.
MENGOPTIMALKAN KEKUATAN MOTIVASI INTERNAL
Menjalankan profesi sebagai guru memang berat. Oleh sebab itu, hanya orang-orang yang tangguh serta berhati mulia yang memilih profesi ini.
Sebelumnya, mari kita tanyakan ke diri kita sendiri dorongan apa yang mendasari dalam menjalankan peran guru sebagai petugas kesehatan mental? Apakah kita menjalankan peran tersebut karena ingin menggugurkan kewajiban untuk menciptakan lingkungan kondusif agar siswa dapat meraih prestasi akademis dengan mental yang sejahtera? Atau apakah karena ada nilai-nilai kebajikan serta kemuliaan pada peran tersebut?
Menjadi seorang guru dengan peran sebagai petugas kesehatan mental pastilah sangat berat untuk dijalankan apabila motivasi guru berasal dari luar. Akan muncul rasa bersalah, tidak nyaman, dan tekanan apabila guru gagal menjalankan peran tersebut. Tapi sebaliknya, apabila motivasi guru dalam menjalankan perannya sebagai petugas kesehatan mental datang dari dalam diri, maka akan muncul penghargaan yang sangat tinggi atas nilai-nilai kebajikan yang diyakini pada peran tersebut. Mungkin reel menyentuh pada akun instagram @ryandikadika akan menguatkan motivasi internal kita sebagai guru. Menjalankan profesi sebagai guru memang berat. Oleh sebab itu, hanya orang-orang yang tangguh serta berhati mulia yang memilih profesi ini.
Dengan membangun dan memelihara motivasi internal, guru akan mampu menjalankan perannya sebagai petugas kesehatan mental dengan penuh dedikasi. Motivasi internal cenderung lebih tahan lama dan memberikan dorongan positif bahkan dalam menghadapi tekanan dan tantangan sehari-hari sebagai seorang pendidik.
Maka sudah saatnya perayaan HGN 2023 ini menjadi momen optimalisasi peran guru sebagai petugas kesehatan mental yang cerdas. Untuk menghadapi tantangan yang kompleks, guru perlu membangun kesadaran diri, menjaga kesehatan mental pribadi, mencari dukungan sosial, dan menggali kekuatan motivasi internal untuk memberikan dampak positif pada kesehatan mental dirinya dan siswa tercinta serta dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk meraih masa depan yang gemilang.
Penyunting: Putra